Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ajaran Fiqih Ahlussunnah Wal Jama'ah dan Mazhab yang Dianut

Daftar Isi [Tampilkan]

Fiqih Ahlussunnah Wal Jamaah

Perkembangan zaman dengan kondisi masyarakat yang dinamis, banyak permasalahan yang dihadapi umat. Seringkali hal yang muncul itu tidak terdapat jawabannyå secara tegas dalam al-Qur'an maupun al-Hadis. Maka untuk mengetahui hukum atau ketentuan persoalan baru itu, upaya melakukan ijtihad perlu dilakukan.

Sesungguhnya ijtihad sudah dilakukan sahabat ketika Rasulullah Saw masih hidup. Ketika sahabat menghadapi permasalahan baru tetapi tidak memungkinkan ditanyakan langsung kepada Rasulullah Saw, seperti yang dilakukan sahabat Muadz bin Jabal saat ditugasi mengajarkan Islam di negeri Yaman.Masa setelah sahabat, kegiatan ijtihad semakin banyak dilakukan oleh para mujtahid.

Pola pemahaman (manhaj) ajaran Islam melalui ijtihad para mujtahid disebut mazhab, yaitu jalan pikiran atau jalan pemahaman. Pola pemahaman dengan metode, prosedur dan produk ijtihad itu juga diikuti umat Islam yang tidak mampu berijtihad sendiri karena keterbatasan ilmu dan syarat-syarat yang harus dikuasai. Mereka disebut bermadzhab atau menggunakan mazhab.

Dengan bermadzhab ajaran Islam terus dikembangkan, disebarluaskan dan diamalkan dengan mudah oleh semua lapisan dan tingkatan umat Islam. Melalui sistem ini pula pewarisan dan pengamalan ajaran Islam terpelihara dan terjamin kemurniannya. Hal ini dikarenakan ajaran yang terkandung di dalam al-Qur'an dan al-Hadis dipahami, ditafsiri dan diamalkan dengan pola pemahaman dan metode ijtihad yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 

Seruan untuk kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadis tentu tidak boleh diartikan memahami kedua sumber hukum tersebut secara bebas, tanpa metode dan prosedur serta syarat-syarat yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Diantara madzhab bidang fiqh yang paling berpengaruh dan dijadikan panutan serta rujukan warga Nahdliyin adalah mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi'i, dan madzhab Hambali. 

Mazhab Fiqih Ahlussunnah Wal Jamaah

Bahkan disebutkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU, warga NU harus menganut salah satu dari empat tersebut. Berikut ini uraian yang harus dipahami! 

Imam Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit 

Biasa disebut Imam Hanafi, lahir tahun 80 H dan wafat tahun 150 H di Baghdad berdarah Persia. Beliau diberi gelar al-Imam al-A'zham yang berarti Imam Agung, menjadi tokoh panutan di Iraq. Penganut aliran ahlur ra'yi dan menjadi tokoh sentralnya. Di antara manhaj istinbath-nya yang terkenal adalah al-Ihtihsan.

Fiqih Abu Hanifah yang menjadi rujukan utama madzhab Hanafi ditulis oleh dua orang murid utamanya, Imam Abu Yusuf Ibrahim dan Imam Muhammad bin Hasan as-Syaibani. 

Imam Abu Hanifah pada waktu menunaikan ibadah haji sempat bertému dengan Imam Malik. Peristiwa itu merupakan pertemuan dua tokoh besar dari dua aliran yang berbeda. Imam Abu Hanifah sebagai tokoh aliran ahlu al-ra'yi, sedangkan Imam Malik merupakan tokoh aliran ahlu al-Hadis.

Kedua tokoh ini melakukan dialog ilmiah interaktif di Madinah dan berakhir dengan sikap saling memuji dan mengakui kepakarannya dihadapan pengikutnya masing-masing. Peristiwa ini yang mendorong murid senior Imam Abu Hanifah, Imam Muhammad bin Hasan as-Syaibani, belajar dua tahun kepada Imam Malik di Madinah. 

Imam Malik bin Anas 

Malik bin Anas bin Malik bin 'Amr al-Asbahi lahir di Madinah pada tahun 93 H/ 714M, dan meninggal pada tahun 179 H /800 M. Pendiri madzhab Maliki, dikenal sebagai Imam Dar al-Hijrah. Imam Malik juga mempunyai konsep manhaj istinbath yang berpengaruh sampai sekarang. Kitabnya berjudul al- Maslahah al-Mursalah dan 'Amal al-Ahl al-Madinah. 

Sebagai ahli Hadis terkenal dengan kitab monumentalnya Al-Muwattha' merupakan kitab Hadis hukum yang paling shahih, sebelum adanya Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Imam Syafi'i pernah berkata, "Imam Malik adalah hujjatullah atas makhluk-Nya setelah para Tabi'in, tiada sebuah kitab di muka bumi ini setelah al-Qur'an yang lebih banyak mengandung kebenaran selain dari kitab Al-Muwattha' karangan Imam Malik" 

Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal berkata, '(jika engkau melihat seseorang yang membenci Imam Malik, ketahuilah bahwa orang tersebut ahli bid'ah." 

Imam Muhammad bin Idris al-Syafi'i 

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Syafi'i bin al-Saib bin Ubaid bin Abu Yazid bin Hasyim bin al-Muthalib bin Abdi Manaf. Biasa disebut Imam Syafi'i, lahir pada tahun 150 H di Gaza dan wafat tahun 204 H di Mesir. 

Dari segi urutan masa, Imam Syafi'i merupakan imam ketiga dari empat orang imam yang masyhur. Tetapi keluasan dan jauhnya jangkauan pemikirannya dalam menghadapi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan ilmu dan hukum fiqh, menempatkannya menjadi pemersatu semua imam madzhab. 

Imam Syafi'i adalah seorang yang tekun dalam menuntut ilmu, dengan ketekunannya itulah pada usia 9 tahun sudah mampu menghapal al-Qur'an, disamping menghapal sejumlah Hadis. Imam Syafi'i mempunyai latar belakang keilmuan yang memadukan antara Ahl al-Hadis dengan Ahl al-Ra'yi, karena cukup lama menjadi murid Imam Malik di Madinah dan cukup waktu belajar kepada Imam Muhammad bin Hasan di Baghdad. 

Metodologi istinbathnya ditulis menjadi buku pertama dalam ushul fiqh berjudul al-Risalah. Pendapat-pendapat dan fatwa-fatwa fiqh Imam Syafi'i ada dua macam, yang disampaikan selama di Baghdad disebut al-Qaul al-Qadim atau pendapat lama, dan yang disampaikan telah berada di Mesir disebut al-Qaul al-Jadid atau pendapat baru. Keduanya telah dihimpun oleh Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm.

Imam Ahmad bin Hambal 

Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal asy-Syaibani adalah nama lengkap dari Imam Hambali. Beliau lahir tepatnya pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 164 H/ 780 M di kota Baghdad, pada masa kepemimpinan Khalifah Muhammad al-Mahdi dari Bani Abbasiyyah. 

Beliau menuntut ilmu kepada banyak guru yang terkenal dan telah ahli dalam bidangnya, salah satunya adalah Imam Syafi'i. Terkenal sebagai tokoh al-Hadis, mampu menghapal 1.000.000 Hadis bersama sanadnya dan hal ihwal perawinya. 

Al-Musnad yang memuat 40.000 Hadis adalah salah satu karya besar beliau. Selain beliau mengatakannya sebagai kumpulan Hadis-Hadis shahih yang layak dijadikan hujjah, karya tersebut juga telah mendapat pengakuan yang luar biasa dari para ahli Hadis. Selain al-Musnad karya yang lainnya adalah : Tafsir al Qur'an, an-Nasikh wa al-Mansukh, al-Manasik al-Kabir, al-Muqaddam wa al-Muakharfi al-Qur'an, al-Manasik al-Shaghir, at-Tarih , Tha'atu Rasul, Al 'Ilal, Al-Wara' dan Ash-Shalah.

Tantangan dan ujian yang dihadapi Imam Hambali adalah serangan filsafat atau paham-paham Mu'tazilah yang telah merasuk di kalangan penguasa, tepatnya pada masa Al Makmun dengan idenya atas kemakhlukan al-Qur'an. Meskipun sadar bahaya yang akan segera menimpanya, namun beliau tetap teguh mempertahankan pendiriannya, mengingatkan bahayanya filsafat terhadap kemurnian agama dan mematahkan hujjah kaum Mu'tazilah. 

Imam Hambali dengan tegas menyatakan bahwa Al-Qur'an bukanlah makhluk, beliau berada didalam penjara selama tiga periode kekhalifahan yaitu Al-Makmun, Al-Mu'tashim dan yang terakhir adalah Al-Watsiq. Setelah Al-Watsiq tiada, maka diganti oleh Al-Mutawakkil yang arif dan bijaksana dan kemudian membebaskannya dari penjara. 

Imam Ahmad Hambali telah lama mendekam dalam penjara dan juga dikucilkan dari masyarakat, namun keteguhan serta kesabarannya, beliau mendapat penghargaan dari Sultan, setelah itu namanya pun harum. Ajarannya makin banyak diikuti orang dan madzhabnya telah tersebar di seputar Irak dan Syam. 

Kenapa harus 4 Mazhab?

Kenapa harus empat madzhab? Berikut alasan memilih empat madzhab tersebut: 

  1. Kualitas pribadi dan keilmuan keempat imam sudah masyhur, jika disebut nama mereka hampir dipastikan mayoritas umat Islam di dunia mengenalnya dan tidak perlu menjelaskan lagi secara detail. 
  2. Keempat madzhab tersebut merupakan Imam mujtahid Mutlak Mustaqil, yaitu imam mujtahid yang mampu secara mandiri menciptakan Manhaj al-Fikr, pola, metode, proses dan prosedur istinbath dengan seluruh perangkat yang digunakan. Imam Ghazali belum pernah mencapai derajat seperti keempat imam madzhab itu. Beliau masih mengikuti madzhab Syafi'i. 
  3. Para imam madzhab menfpunyai murid yang secara konsisten mengajar dan mengembangkan madzhabnya yang didukung oleh buku induk yang masih terjamin keasliannya hingga saat ini. 
  4. Para imam madzhab mempunyai mata rantai dan jaringan intelektual diantara mereka. 

Imam Abu Hanifah pernah bertemu dengan Imam Malik saat menunaikan ibadah haji, dilanjutkan dialog antar keduanya di Madinah. Salah seorang murid senior Imam Abu Hanifah, yaitu Imam Muhammad bin Hasan menjadi murid Imam Malik di Madinah, dan ternyata Imam Syafi'i juga menjadi muridnya. 

Imam Syaffi yang cukup lama menjadi murid Imam Malik dan selama sembilan tahun mengikuti madzhab Maliki. tertarik mempelajari madzhab Hanafi. Beliau berguru kepada Imam Muhammad bin Hasan, yang waktu itu menggantikan Imam Abu Hanifah yang sudah wafat. Selama Imam Syafi'I berada di Baghdad, Imam Ahmad bin Hambal berguru kepadanya. 

empat imam madzhab tersebut mempunyai sikap tawadhu' dan saling menghormati. Kebesaran dan popularitas masing-masing tidak mempengaruhi sikap dan perilaku akhlakul karimahnya, itu merupakan citra terpuji dari para pemegang amanah keilmuan yang luar biasa. Hal demikian patut diteladani oieh kita sebagai kader NU penerus panji Ahlussunnah wal Jama'ah.