Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Memahami Macam-macam Mazhab dalam Hukum Islam sesuai dengan Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah NU

Daftar Isi [Tampilkan]

Pengertian Mazhab 

kata mazhab secara bahasa artinya jalan, aliran, pendapat atau paham. Sedangkan mazhab menurut istilah adalah metode dan hukum tentang berbagai masalah yang telah dilakukan, diyakini, dan dirumuskan oleh mujtahid (orang yang melakukan ijtihad).

Bermazhab adalah mengikuti jalan berpikir salah seorang mujtahid dalam mengeluarkan hukum (istinbat) dari sumber Nash, berupa Quran dan Hadis. Atau bisa juga dikatakan bahwa bermazhab adalah mengikatkan agama (ad-diin) pada salah satu imam mazhab dalam mengamalkan syariat Islam berdasarkan fatwa atau pendapat imam tersebut.

Para imam mazdhab yang populer adalah Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad Ibnu Hanbal. Keempat imam mazhab tersebut sangat layak disebut sebagai mujtahid. 

Perlu kalian ketahui bahwa tidak semua orang boleh berijtihad. Terdapat beberapa persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh mujtahid agar hasil ijtihadnya bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, bagi seseorang yang tidak mampu berijtihad maka harus menyandarkan pendapatnya kepada para mujtahid (keempat imam mazhab). Dengan kata lain orang yang belum mampu mencapai tingkat mujtahid, maka secara tidak langsung ia wajib bermazhab. 

Wahai generasi muda yang shaleh, tahukah kalian kenapa kita harus bermazhab? Dengan bermazhab maka hukum Islam akan stabil, tidak berubah-ubah tanpa ketentuan yang pasti. Kenyataannya, selama ini belum ada hukum Islam yang diha- silkan oleh orang yang tidak bermazhab. Kalaupun misalnya ada, tidak akan seluas dan sebanyak orang yang bermazhab dan tidak rinci pembahasannya. 

Kita harus mengakui bahwa kemampuan kita dalam memahami dan menggali hukum dari al-Qur'an sangatlah kurang. Sebab untuk memahami al-Qur'an harus menguasai ilmu bahasa Arab, asbabun nuzul, dan ilmu pendukung lainnya. Hal ini juga menjadi alasan mengapa kita harus bermazhab. Dan dalam bermazhab hendaknya memilih mazhab yang muktabar dan terkenal yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali. 

Hakikat dan Dasar Hukum dalam Bermazhab

Wahai generasi penerus NU yang dicintai Allah, agar terhindar dari kesalahan dalam beribadah, maka kita harus mengikuti petunjuk yang jelas dan pasti. Lalu, kepada siapa kita minta petunjuk tersebut? Petunjuk tersebut sudah dirinci oleh imam mazhab. Sehingga wajib bagi kita untuk mengikuti petunjuk, nasihat, serta fatwa dari imam mazhab. 

Nahdlatul Ulama (NU), sebagai jam'iyah sekaligus gerakan diniyah Islamiyah dan ijtima'iyah, sejak awal berdirinya telah menjadikan faham Ahlussunah Wal Jama'ah sebagai basis teologi (dasar beraqidah) dan menganut salah satu dari empat mazhab: Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali sebgai pegangan dalam berfiqih. 

Dengan mengikuti empat mazhab fiqih ini, menunjukkan elastisitas dan fleksibilitas sekaligus memungkinkan bagi NU untuk beralih mazhab secara total atau dalam beberapa hal yang dipandang sebagai kebutuhan (hajat) meskipun kenyataan keseharian ulama NU menggunakan fiqih masyarakat Indonesia yang bersumber dari mazhab Syafi'i. Hampir dapat dipastikan bahwa Fatwa petunjuk dan keputusan hukum yang diberikan oleh ulama NU dan kalangan pesantren selalu bersumber dari mazhab Syafi'i.

Hanya kadang-kadang dalam keadaan tertentu untuk tidak terlalu melawan budaya konvensional - berpaling ke mazhab lain. 

Dasar hukum yang digunakan para Imam Mujtahid dalam berijtihad adalah al-Qur'an, Hadits, Ijma dan Qiyas. Ini menjadi penegas bahwa beliau tidak berijtihad berdasarkan pada akal pemikiran beliau sendiri. Berikut ini akan dijelaskan dasar hukum digunakan para Imam Mujtahid dalam berijtihad. 

Dengan menganut salah satu dari empat mazhab dalam fiqih, NU sejak berdirinya memang mengambil sikap dasar untuk "bermazhab".

1. Berdasarkan Perintah Al-Qur'an 

Setiap muslim yang beribadah harus memperhatikan kebenaran syarat, rukun dan ketentuannya. Jika terjadi kesalahan, maka ibadahnya tidak diterima oleh Allah Swt. Wahai pemuda cerdas, perlu diketahui bahwa setiap orang mempunyai tingkatan kemampuan yang berbeda dalam memahami masalah agama. 

Maka, menurut paham Ahlussunnah Waljamaah, bermazhab merupakan keharusan bagi setiap muslim yang derajatnya belum mencapai tingkat mujtahid. Mengapa demikian? Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam masalah agama, utamanya masalah ibadah. 

Inilah jalan keluar terbaik agar ajaran agama dapat dilaksanakan dengan benar, yaitu dengan mengikuti pendapat ulama (ittiba') dalam mengamalkan ajaran agama. Ittiba' merupakan jalan untuk memahami hasil pemikiran mazhab sekaligus akan memperkaya khazanah keilmuan Islam. 

Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa/4 ayat 59: 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ

59.  Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat). (QSAn-Nisa/4 : 59) 

Ayat di atas berisi perintah untuk taat kepada Allah, taat kepada Rasul, serta taat kepada Ulil Amri. Kata ulil amri dalam ayat tersebut dipahami sebagai pemegang kekuasaan, orang-orang yang memimpin atau memerintah, dan termasuk di dalamnya para ulama (ahli ilmu). Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa kita diperintahkan untuk mematuhi jalan pikiran para ulama, khususnya imam-imam mazhab, sepanjang tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. 

Oleh karena itu Ahlussunnah Waljama'ah menetapkan imam mazhab sebagai tempat ittiba' (mengikuti) segala persoalan hukum agama. Empat imam mazhab tersebut paling dikenal dan terbanyak pengikutnya di seluruh dunia hingga masa kini. Ahlussunnah Wal jamaah telah menetapkan imam mazhab empat sebagai tempat ittiba' (mengikuti) segala. 

Persoalan hukum yang difatwakan untuk diikuti. Imam empat tersebut paling dikenal dan terbanyak pengikutnya seluruh dunia hingga masa kini.

2. Berdasarkan Perintah Hadis

Di dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa kita diperintah oleh Rasulullah SAW untuk mengikuti golongan mayoritas dari umat Islam. Mengapa demikian? Karena kelompok mayoritas umat Islam ini kemungkinan sangat kecil untuk membuat kesepakatan penyelewengan hukum Islam. 

Hal ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah Saw dalam hadits berikut ini: 

Artinya: "ikutilah olehmu sekalian golongan yang paling besar." (HR Hakim dan Tirmidzi) 

Hadits di atas merupakan perintah agar mengikuti golongan mayoritas. Perintah ini tentu bukan tanpa alasane Golongan mayoritas umat Islam akan terjaga dari kesalahan dan penyelewengan hukum Islam. Sebagaimana terungkap dalam hadis berikut ini:

Artinya: "Tidak akan bersepakat umatku atas kesesatan (HR. Ibnu Majah). 

Berdasarkan hadits di atas dapat kita ketahui bahwa tidak ada umat Islam berkumpul dan bersepakat untuk menetapkan suatu kesesatan dalam masalah agama yang menyebabkan kehancuran umat. 

Dari kedua hadits di atas dapat disimpulkan bahwa kita diperintahkan untuk mengikuti pendapat mayoritas dalam masalah agama. Hal ini di sebabkan adanya jaminan untuk tidak tersesat. Dan bukankah pengikut imam empat mazhab saat ini adalah mayoritas? Faktanya memang demikian, pengikut imam empat mazhab adalah mayoritas.

3. Berdasarkan Ijma'

Secara etimologi pengertian ijma ada dua macam. Pertama, ijma artinya kesepakatan atau konsesus. Kedua, ijma adalah ketetapan hati untuk melakukan sesuatu. Secara terminologi, ijma adalah kesepakatan atau kesatuan pendapat para mujtahid tentang hukum syariat setelah wafatnya Rasulullah Saw. 

Sejarah telah mencatat bahwa pada zaman Rasulullah Saw. telah terjadi taklid hasanah dan ittiba'. Mana buktinya? Buktinya, para sahabat Rasulullah Saw. terbiasa. bertanya kepada sahabat yang lebih paham apabila menjumpai persoalan agama yang sulit dijawab. Mengetahui kejadian seperti ini, Rasulullah Saw. tidak melarangnya. 

Setelah Rasulullah Saw. wafat, kebiasaan bertanya diantara para sahabat masih tetap berjalan. Apabila ada sahabat yang belum mengerti sesuatu hukum biasanya menanyakan kepada sahabat lain yang lebih paham. Kebiasaan bertanya dan mengikuti pendapat para sahabat lain juga diikuti oleh para tabi'in (orang beriman yang hidup dan bertemu dengan sahabat) dan tabi'it tabiin (orang beriman yang bertemu dengan tabi'in) hingga generasi ulama masa kini. 

Kesepakatan para ulama (ijmak) dalam menetapkan ketentuan hukum telah memberi manfaat yang sangat besar bagi umat Islam. Diantara kasus hukum yang menjadikan ijmak sebagai dasar hukumnya adalah: 

  • Upaya pembukuan al-Qur'an yang dilakukan pada masa Khalifah Abu Bakar As Shidiq R.a. Rasulullah Saw tidak memerintahkan membukukan al-Qur'an, tetapi karena khawatir al-Qur'an hilang dari hafalan sahabat, maka para sahabat saat itu sepakat dan mengijinkan pembukuan al-Qur'an. 
  • Pengangkatan Abu Bakar As-Shidiq sebagai khalifah menggantikan Rasulullah Saw. 
  • Menjadikan as-Sunnah sebagai sumber hukum yang kedua setelah al-Qur'an. Para mujtahid bahkan umat Islam seluruh dunia sepakat menjadikan as-Sunnah sebagai sumber hukum Islam 

Mayoritas ulama (jumhur ulama) berpendapat bahwa ijmak merupakan metode penetapan hukum yang wajib diamalkan. Diantara dalilnya adalah QS An-Nisa'(4) ayat 115: 

Artinya: Siapa yang menentang Rasul (Nabi Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dalam kesesatannya dan akan Kami masukkan ke dalam (neraka) Jahanam. Itu seburuk-buruk tempat kembali.

Ayat di atas menegaskan bahwa Allah Swt mengancam seseorang yang mengikuti jalan orang-orang kafir. Dan kita diwajibkan mengikuti jalannya orang-orang mukmin. Oleh karena itu kita wajib mengikuti jalan yang telah disepakati oleh seluruh umat Islam, yakni mengikuti para imam mdzhab. 

QS an-Nisa(4) ayat 115 di atas juga menunjukkan dalil (petunjuk) bahwa ijma merupakan bukti (hujjah) yang tidak perlu diperselisihkan, sebagaimana tidak bolehnya memperselisihkan ketentuan al-Qur'an dan Hadits. Dan ayat tersebut merupakan dalil terkuat atas kehujjahan ijmak. Mari kita simak firman Allah Swt dalam QS an-Nisa' (4) ayat 83 berikut ini: 

Artinya: Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan (kemenangan) atau ketakutan (kekalahan), mereka menyebarluaskannya. Padahal, seandainya mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ululamri (pemegang kekuasaan) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ululamri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah engkau mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu).

Ayat di atas berisi perintah Allah Swt kepada umat Islam agar kembali kepada kitab Allah dan sunnah Rasul jika terjadi perselisihan pendapat. Dan apabila mereka bersepakat dalam urusan tertentu maka hasil kesepakatan tersebut adalah benar dan tidak diperselisihkan kembali.

Macam macam Mazhab

Di masa pemerintahan Umar bin Khattab, daerah wilayah daulah Islam bertambah luas. Hal itu menyebabkan tersebarnya para sahabat dan para tabi'in ke berbagai kota untuk menjadi hakim dan mufti. Masyarakat setempat belajar kepada mereka tentang urusan agama, dan dari mereka pulalah masyarakat mengambil al-Our'an dan as-Sunnah dan cara memahaminya. 

Pertumbuhan aliran mazhab mulai terjadi pada abad Il sampai IV Hijriyah. Hal ini dikarenakan pada abad ini perluasan dan perkembangan daerah Islam sangat pesat. Mazhab-madzhab tersebut ada yang tumbuh berkembang sampai beberapa saat kemudian hilang tidak berkembang lagi. Dan ada yang berkembang terus hingga sekarang, Mazhab yang berkembang terus itu disebabkan banyak pengikut yang menganut dan mengembangkannya. Sedangkan yang telah hilang disebabkan karena tidak ada pendukung dan pengikutnya. 

Fakta sejarah mencatat bahwa sesudah periode abad V Hijriyah perkembangan mazhab semakin surut dan banyak ditinggal pengikutnya. Disisi lain ada mazhab yang masih bertahan hingga Saat ini, yakni "Al-Mazahibul Arba'ah", yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syaffi dan Hambali. 

Berikut ini akan dijelaskan sejarah perkembangan empat mazhab yang muktabar atau terkenal di kalangan Ahlussunnah 

1) Mazhab Imam Hanafi (80-150H)

Mazhab Hanafi dinisbahkan kepada pengasas mazhab tersebut yaitu Imam Nu'man bin Tsabit al-Kufi al-Hanafi. Imam Hanafi lahir di Kufah Iraq dari keturunan Parsi pada 80 H dan meninggal 150 H.

Beliau menuntut ilmu dan berguru dengan ulamt-ulama terkenal pada masa itu seperti al-Syaikh Humad bin Abi Sulaiman yang telah mewarisi ilmu dari Abdullah bin Mas'ud seorang sahabat yang terkenal dalam bidang fiqih dan Ra'yi. 

Selain dari itu Abu Hanifah juga berguru dengan imam Zaid bin Ali Zainal Abidin dan Ja'far al-Sadiq dll.

Imam Abu Hanifah banyak dikritik ulama lain karena dikatakan telah mengutamakan pendapat (ra'yu) daripada hadits, hal ini dibantah oleh sebagian ulama bahwa beliau lebih banyak menggunakan pendapatnya sendiri daripada hadits. 

Karena pada masa itu banyak terjadi pemalsuan hadits dan beliau takut mengambil hadits palsu. Manhaj Abu Hanifah dalam fiqih jelas, beliau akan me- ngembalikan segala persoalan kepada al-Quran kemudian al-Sunnah lalu Aqwal al-Sahabah yaitu pendapat para sahabat Nabi. 

Apabila perkara tersebut tidak ditemukan didalam al-Quran, al-Sunnah dan Aqwal al-Sahabah maka beliau akan berijtihad, yaitu dengan mengikut metode ra'yu (rasionalitas) dan istihsan.

Ijtihad telah dibenarkan sejak zaman Rasulullah Saw. yaitu ketika Rasul mengutus Muaz bin Jabal ke Yaman beliau bertanya: Bagaimana cara engkau dalam berhukum? Dengan merujuk kepada Kitab Allah, Bagaimana kalau tidak ada da- lam kitab Allah? Maka dengan merujuk kepada Sunnah Rasulullah, bagaimana kalau tidak ada, maka aku akan berijtihad dengan ra'yu. Dalam hadits yang lain Nabi bersabda: Apabila seorang mujtahid berijtihad dan betul ijtihadnya maka dia akan mendapat dua pahala, apabila salah dia akan mendapat satu pahala. 

Diantara murid Abu hanifah yang terkenal adalah Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, merekalah orang yang berjasa menyebarkan Mazhab Hanafi dan memperkuat kedudukan mazhab tersebut. Adapun kitab-kitab yang terkenal dalam mazhab Hanafi adalah Kitab al-Kafi oleh imam Muhammad bin Muhammad al-marwazi dan Kitab al-Mabsut oleh imam Muhammad bin Ahmad al-Sarkhasi. 

Dengan adanya dukungan ulama-ulama tersebut maka tersebar luaslah mazhab Hanafi. Dan dalam sejarah, mazhab ini telah menjadi mazhab resmi bagi Khilafah Usmaniyah di Turki. 

Mazhab Hanafi pada mulanya berkembang di Kufah kemudian tersiar ke Irak. Lalu berkembang ke Mesir, Syiria, Libanon, Turki, Balkan, Afganistan, Pakistan, India, dan Cina. 

Penganut mazhab Hanafi lebih kurang ada sepertiga dari jumlah seluruh umat Islam sedunia.Sebab-sebab pesatnya perkembangan mazhab Hanafi, antara lain: 

  1. Ketika Harun ar-Rasyid menjadi khalifah, beliau mengangkat muridnya yang terkenal yakni Abu Yusuf menjadi Qad'i. Khalifah memberi hak kepadanya untuk mengangkat wakilnya kemudian Abu Yusuf memilih wakil-wakilnya orang-orang yang bermazhab Hanafi. 
  2. Sikap Abu Yusuf yang memihak kepada ulama-ulama mazhab Hanafi tersebut menyebabkan para ahli fikih menaruh perhatiannya untuk memperdalam mazhab Hanafi. 

Adapun corak pemikiran Imam Hanafi lebih banyak mengedepankan Istihsan dan Ra'yu (akal/logika). Itulah sebabnya mazhab ini terkenal dengan sebutan mazhab aliran Ra'yu. 

Berikut adalah beberapa contoh pemikiran Imam Hanafi: 

  1. "jika orang salah berwudhu kemudian dia meragukan keabsahannya wudhunya karena merasa seolah-olah sudah terkena hadas (lupa-lupa ingat) maka wudhunya tetap sah, karena keraguannya tidak menghapuskan keyakinan". Imam abu hanifah berpendapat demikian karena beliau memfatwakan soal yang memudahkan manusia untuk melaksanakan ajaran agama dan memudahkan kehidupan. Maka beliau berpendapat bahwa keraguan tidak menghapuskan keyakinan. 
  2. Perempuan boleh menjadi hakim di pengadilan yang tugasnya khusus menangani perkara perdata, bukan perkata pidana. Alasannya, karena perempuan tidak dibolehkan menjadi saksi pidana, perempuan hanya dibenarkan menjadi saksi perkara perdata. Karena itu menurutnya perempuan hanya boleh jadi hakim yang menangani perkara perdata. 

2) Mazhab Imam Malik (93-179 H) 

Imam Malik bin Anas al-Asbahi, berasal dari Yaman dan lahir di Madinah. Beliau tidak pernah meninggalkan Madinah kecuali untuk haji. Waktunya habis untuk duduk berdekatan dengan Nabi, walaupun telah ditawarkan untuk mendampingi Khalifah di Bagdad.

Beliau banyak berguru kepada para tabi'in, diantaranya ialah Ibn al-Shihab al-Zuhri dan Rabi'ah al-Ra'yi, Yahya Ibn Sa'id, dan Abdul Rahman bin Hurmuz. 

Beliau belajar dan mengajar di Masjid Nabawi dan diantara murid beliau adalah Imam syafi'i, al-Amin dan al-Ma'mun (keduanya adalah putra khalifah Harun al-Rashid), Abdullah bin Wahb, Abdul Rahman bin al-Qasim, Abul Hasan al-Qurtubi dll. 

Mazhab Malik yang lahir di Madinah kemudian berkembang ke seluruh Hijaz, Mesir, Afrika, Andalusia, Aljazair, Tunisia, Maroko, Sudan, Bahrain, Kuwait, dan beberapa wilayah negeri Islam lainnya.

Imam Malik adalah penulis kitab al-Muwatta'. Penulisan kitab ini memerlukan waktu 40 tahun. Berisi hadits-hadits yang shahih dan mursal, fatwa sahabat dan pendapat para tabi'in, dan juga mengandung Ijtihad beliau sendiri dalam bentuk qiyas, tafsir, tarjih. Kitab ini merupakan karya terbesar Imam Malik.

Mengenai kitab Al-Muwaththa ini, Imam syafi'i pernah mengatakan: "Tidak ada di muka bumi ini sebuah kitab-pun sesudah kitab Allah yang lebih sah dari pada kitabnya Imam Malik" 

Al-Muwatta ingin dijadikan kitab dan Mazhab resmi bagi Khilafah Abbasiyah  masa itu tetapi Imam Malik dengan tawadu' menolak permintaaan tersebut. 

Selain al-Muwatta', kitab yang terkenal dalam mazhab Maliki adalah al-Mudawwanah yang ditulis oleh murid-murid beliau dan menjadi pegangan rasmi pemerintahan Umawiyah di Andalusia.

Bentuk pemikiran mazhab ini, mengedepankan pada praktik- raktik tradisi Madinah Corak penafsiran pada Al-Quran dan Hadis lebih cenderung pada Ijma' Sahabat (konsesus para sahabat). Jika dalam dua sumber itu tidak ada ketentuannya, beliu menggunakan Qiyas dan dalil baru yang khusus dalam mazhabnya yaitu Al Maslahah Mursalah. Suatu dalil atau alasan hukum berkenaan dengan keharusan karena kemaslahatan umum. 

Bagi Imam Malik, amal penduduk Madinah merupakan kristalisasi dan pengejawantahan dari sunnah Rasulullah Saw. Oleh karena posisi yang demikian, maka bagi Imam Malik amal penduduk madinah setara dengan hadits Mutawatir. Karena itu posisi amal penduduk Madinah lebih tinggi daripada hadits Ahad. Apalagi bila kandungan hadis Ahad tersebut jelas-jelas bertentangan atau minimal tidak sejalan dengan salah satu ayat al-Qur'an atau dengan hadis Mutawatir, termasuk dengan amal penduduk Madinah, maka hadits Ahad itu harus ditinggalkan. Sebab yang Mutawatir sebagai riwayat orang banyak dan telah diamalkan dari generasi sahabat hingga generasi atba' tabi'in tentu lebih meyakinkan dan lebih kuat untuk dipegangi dibandingkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perorangan dan tidak menjadi amalan masyarakat luas di Madinah.

Ada beberapa amal penduduk Madinah yang sudah merata menjadi pengetahuan dan amalan penduduk Madinah, sehingga Imam Malik memposisikannya sama seperti ijma' penduduk Madinah. Di antaranya adalah: 

  1. Menggunakan Sha' dan mudd sebagai alat untuk menakar benda zakat seperti gandum, kurma dan lain-lain. 
  2. Panggilan adzan yang dua kali pada waktu subuh 
  3. Membaca al-Fatihah dalam shalat tanpa menjaharkan basmalah. 
  4. Tidak memungut zakat dari hasil pertanian berupa sayur-sayuran, dengan alasan tidak pernah jumlahnya mencapai angka nishab, yaitu lima wasaq (lebih kurang 629 kg). 
  5. Kebolehan menjama' dan mengqashar shalat bagi tentara yang akan pergi berperang.

Murid Imam Malik yang terkenal antara lain: Imam Muhammad bin Hasan Asy Syaibani Al Hanafi dan Imam Syaffi (pendiri mazhab Syafi'i/150 H - 204 H). Ulama-ulama yang menjadi pengikutnya, seperti: Yahya Al-Laitsi Al-Andalusi (214 H), Abdus Salam At-Tanukhi (240 H.)

Ulama-ulama mazhab Maliki di Mesir yang terkenal antara lain: Abdur Rahman bin Al-Qasim, Abdullah bin Wahab, Abdullah bin Abdul Hakim dan lainnya.

Ulama ulama ahli fikih Maliki yang terkenal, yaitu Abdul Walid Al-Baji, Abdul Hasan, Ibnu Rusyd Al Kabir, Ibnu Rusyd Al-Hafid dan Ibnu Arabi, semuanya termasuk angkatan abad kelima dan keenam Hijriyah. 

3) Mazhab Imam Syafi'i (150-204 H) 

Mazhab ini dibangun oleh Muhammad bin Idris Asy Syafi'i asal keturunan Quraisy dan Hasyim bin Abdul Muthatib. Beliau dilahirkan di Gaza tahun 150 H (767 M) dan meninggal di Mesir pada tahun 204 H (819 M).

Imam Abu Abdullah Muahammad bin Idris al-Syafi'i, mempunyai nasab yang bertemu dengan Rasul yaitu dengan datuk beliau yang bernama Abd Manaf. Beliau lahir di Ghazzah, Palestina, dan wafat di Mesir. Imam Syafi’i menimba ilmu di Mekkah sampai berumur 15 tahun dan diberikan izin berfatwa, kemudian beliau pindah ke Madinah berguru dengan Imam Malik sampai wafat, lalu mengembara ke Yaman untuk berguru dengan Yahya bin Hassan, murid Imam al-Auza'i. 

Beliau ditangkap pada tahun 184 H karena didakwa menentang pemerintahan Abbasiyah dan dibawa ke Baghdad. Disinilah beliau bertemu dengan Imam Muhammad al-Syaibani dari Mazhab Hanafi. Beliau terus mengembara untuk belajar dan mengembangkan ilmunya sampailah akhirnya beliau mukim di Mesir pada tahun199 H dan meninggal tahun 204 H. 

Oleh karena imam Syafi'i banyak mengembara dalam menuntut ilmu maka mazhabnya juga merupakan kombinasi dari beberapa madrasah / pemikiran. Beliau mengambil sikap tengah antara madrasah ahlul Hadits (menolak ijtihad-qiyas) dan madrasah ahlul Ra'yi (menolak hadits ahad). 

Beliau tidak menolak hadits Ahad yang sahih,dan menolak hadis Mursal yang bukan oleh khabar Tabi'in. Dan beliau menggunakan metode qiyas dalam ijtihadnya. 

Berikut ini adalah contoh qiyas:

Transplantasi organ tubuh sebenarnya termasuk kategori jinayah qisas yang sudah ada hukum larangannya, firman Allah dalam Q.S. Al-Maidah/5 ayat 45 yang artinya: "Dan kami tetapkan terhadap mereka didalamnya (al-Taurat), bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata,hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan Iuka-Iuka (pun) ada qisassnya" 

Ketetapan tersebut kendatipun ditujukan kepada Bani Israil, tetapi terdapat pengakuan Nabi tentang disyari'atkannya juga kepada umat Islam seperti yang diriwayatkan al-Bukhari dari Anas bin Malik bahwa al-Rabi' ibn al-Nadar memecahkan gigi seri seorang pembantu rumah tangga, maka mereka mewajibkan al-Rabi' membayar diyah, tetapi pihak pembantu meminta qi- sas. Lalu pembantu itu mendatangi Anas ibn Malik untuk bertanya kepada Nabi dengan katanya, "Ya Rasulullah apakah gigi seri al-Rabi' dipatahkan juga? (qisas) 

lalu Rasulullah menjawab: "Hai anas, menurut Kitabullah adalah qisas". Ini menunjukkan bahwa qisas yang yang tersebut dalam Kitabullah ayat 45 surat al-Maidah tadi diberlakukan juga kepada al-Rabi', yang mematahkan gigi pembantu rumah tangga tersebut. 

Dikenakan sanksi qisas terhadap perusak organ tubuh itu, adalah karena (illahnya) intihak karamah al-insani (merusak kemuliaan manusia), Karena dalam kasus pemindahan organ tubuh manusia ini (far') terdapat pula 'illah hukum haram merusak organ tubuh yaitu merusak kemuliaan manusia, maka hukum pemindahan organ tubuh ini dilarang juga, kecuali dalam keadaan darurat yang merupakan kaidah umum dalam membolehkan yang dilarang. 

Imam Syafi'i seorang imam besar yang mahir dalam ilmu bahasa, fikih, hadis dan tajam pikirannya. Beliau cakap dalam menggali masalah dan pandai dalam perdebatan.

Keluasan pengalaman yang bersifat praktis tersebut merupakan hasil dari mendalami ilmu di berbagai negeri. Semua sifat ini memberi wawasan pikirannya untuk mencampurkan dua metode yang terdahulu di dalam ilmu fikih, yaitu aliran ra'yi dan aliran Hadis.

Lahirnya mazhab Syaffi merupakan penengah antara mazhab Hanafi yang rasional dan mazhab Maliki yang tekstual. Beliau adalah seorang ahli hadis yang banyak menghafal hadits. Imam Syafi'i juga menulis kitab tentang Usul fiqh, kitabnya al-Risalah adalah kitab pertama yang membahas tentang ilmu itu, dan kitab kedua adalah kitab al-Umm yang khusus membicarakan tentang mazhabnya dalam fiqih. 

Diantara murid Imam Syafi’i yang tersebar di Iraq dan Mesir adalah: al-Rabi' bin Sulaiman al-Muradi, al-Hasan bin Muhammad al-Za'farani, Abu Ali Husein bin Ali al-Karabisi, Isma'il bin yahya al-Muzni, abu Ya'kub al-Buwaiti dan Imam Nawawi. Mazhab beliau pernah menjadi Mazhab resmi di Mesir dan di negara-negara Asia 

4) Mazhab Imam Hanbali (164-241 H)

Imam Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asad al-Syaibani lahir di Baghdad dan mengembara ke Mekah, Madinah, Syam, Yaman, dan lain-lain untuk menuntut ilmu dan berguru, dan diantara guru beliau adalah imam Syafi'i. 

Beliau amat arif dalam ilmu Sunnah, dan menghasilkan sebuah Musnad yang mengandungi lebih daripada 40.000 hadis. Dalam mazhabnya beliau berpegang pada lima Ushul (kaedah):

Nash dari al-Qur'an dan Sunnah.

  1. Fatwa Sahabat. 
  2. ijtihad Sahabat yang lebih dekat kepada al-Qur'an dan Sunnah.
  3. Mengambil hadits Mursal dan Dha'if dan lebih diutamakan daripada Qiyas, khususnya dalam hal yang berkaitan fadhail a'mal (sunnat).
  4. Qiyas sebagai langkah terakhir. 

Imam Ahmad tidak pernah menulis buku tentang mazhabnya, akan tetapi murid-murid beliau mengumpulkan pendapat-pendapatnya, maka lahirlah buku al-Jami' oleh Ahmad bin Muhammad al-Khilal dan buku al-Mukhtasar al-Khirqi oleh Abul Qasim Umar bin Husein al-Khirqi dan Sharah buku tersebut oleh Ibn Qudamah al-Maqdisi yang dinamakan al-Mughni.

Di antara pengikut beliau ialah Imam Ibn Taymiyah dan Imam Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah. Imam Ahmad Ibnu Hanbal terkenal karena sikapnya yang tegas melepaskan diri dari aliran pendapat dan berpegang teguh pada al-Qur'an dan Hadis. Karena pendiriannya ini lebih banyak ulama menggolongkan beliau ini dari golongan ahli Hadis daripada sebagai ahli ijtihad.

Sikap dalam Bermazhab

Penganut paham Ahlussunnah Waljama'ah bermazhab berpendapat bahwa bermazhab merupakan pilihan yang harus dilakukan setiap muslim. Tentu yang dimaksud muslim disini adalah muslim yang tidak berstatus mujtahid mutlak. 

Sebagaimana diketahui bahwa di dalam Islam ada dua sistem untuk mempelajari dan mendapatkan ajaran Islam yang murni, yaitu sistem ijtihad dan sistem taklid. Bermazdhab tidaklah bertentangan dengan kedua sistem tersebut, tetapi justru mengkombinasikan keduanya secara indah dan sesuai proporsinya. 

Harus kita pahami bahwa tidak setiap muslim mampu mencapai derajat mujtahid. Karena untuk mencapai derajat mujtahid diperlukan persyaratan yang sangat ketat. Sebaliknya, tidak mungkin seseorang melakukan taklid jika tidak ada madzhab yang diikutinya.

Oleh karena itu, bagi penganut Ahlussunnah Waljamaah, bermazhab sangat perlu dilakukan dalam upaya memahami dan memperoleh ajaran Islam secara sempurna. 

Ahlussunnah Waljamaah berpandangan bahwa ada empat mazhab yang muktabar, yang dikenal dengan nama "Al-Madzahibul Arba'ah". Keempat mazhab ini diikuti oleh mayoritas umat Islam di dunia. Dan secara tegas keempat mazhab ini membela dan mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah Saw. 

Hasil pemikiran para imam mazhab tersebut saling melengkapi tanpa meninggalkan nash aslinya. 

Para pendiri NU, pendukung dan warga Nahdhiyyin seluruhnya adalah orang-orang yang bermazhab. Ini menjadi penegas bahwa salah satu tujuan NU didirikan adalah untuk melestarikan prinsip tersebut. Bahkan ketentuan tentang warga NU menganut salah satu mazdhab telah diatur dalam Anggaran Dasar NU, 

Para imam mazhab telah menafsirkan dan mengembangan pemahaman yang digali dari al-Qur'an dan Hadis. Maka dapat dikatakan bahwa dengan menganut salah satu mazhab, Sebenarnya telah mengikuti al-Qur'an dan Hadis. Karena kita ini orang awam (pengetahuan agama sangat terbatas) maka kita harus mengikuti imam mazhab.

Seiring perjalanan waktu ini kita melihat adanya perubahan pandangan terhadap mazhab. Kaum modernis (pembaharu Islam) giat melakukan kegiatan "anti takiid dan anti mazhab" sejak abad 19.

Bahkan gerakan mereka sampai pada usaha untuk menghapus mazhab. Namun pada akhirnya mereka menghentikan gerakannya, dan muncul kecenderungan untuk menghargai mazhab. Kecenderungan dan dukungan terhadap mazhab muncul dari kalangan generasi "modernis baru" 

Minimal ada tiga kelompok dengan pandangan berbeda terhadap mazhab, yaitu: kelompok pertama adalah kelompok yang sejak awal menganut mazhab tertentu dengan keyakinan bahwa bermazhab merupakan satu-satunya cara yang benar untuk memahami dan menjalankan ajaran al-Qur'an dan Hadis. 

Kelompok kedua, adalah kelompok yang berusaha secara serius menghapus mazhab dan sistem bermazhab. Kelompok ini melakukan propaganda agar memahami al-Qur'an dan Hadis tanpa memperhatikan pendapat imam mazhab. 

Kelompok ketiga, adalah kelompok yang menghargai dan menghormati mazhab dan sistem bermazhab sebagai mata rantai pewarisan ajaran atau hukum Islam yang tidak bisa diabaikan, apalagi dihapuskan. 

Para alim ulama Nahdlatul Ulama dari kelompok pertama, yang sejak berabad-abad menganut sistem bermazhab, telah berhalaqah di Pondok Pesantren Denanyar Jombang akhir bulan Januari 1990. 

Mereka berusaha merumuskan pokok pendirian mazhab dan bermazhab. Dan ternyata merumuskan hal itu tidak semudah yang diperkirakan. Hal ini disebabkan antara lain:

  • Penjelasan mengenai masalah mazhab dan bermazhab tidak terkumpul dalam satu bab pembahasan secara lengkap dan utuh, tetapi tersebar atau tersisip di berbagai bagian kitab kuning. 
  • Sebagai sistem yang sudah dipergunakan berabad-abad tentu mengalami perkembangan dalam praktik. Sehingga terdapat perbedaan-perbedaan dari pengikutnya dalam menerapkannya. Ada yang menerapkan secara ketat dan ada yang longgar. 
  • Zaman terus berkembang, sementara isi kitab-kitab mazhab tidak bertambah. Maka harus dicari jalan keluar untuk menjawab perubahan zaman dengan tetap berada dalam aturan bermazhab. 

Berikut ini adalah hasil halaqah para alim ulama Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Denanyar Jombang akhir buIan Januari 1990: 

  1. Sistem bermazhab adalah cara terbaik untuk memahami dan mengamalkan ajaran atau hukum Islam yang digali dari al-Qur'an dan Hadis. 
  2. Pergertian mazhab adalah; 
    1. Metode (manhaj) yang digunakan oleh seorang mujtahid dalam menggali (istinbat) ajaran atau hukum Islam dari al-Qur'an dan Hadits. 
    2. Aqwal (ajaran atau hukum) hasil istinbat yang dilakukan seorang mujtahid dengan menggunakan metode tersebut. 
  3. Bermazhab adalah mengikuti suatu mazhab. Bermazhab dilakukan oleh seseorang dengan kondisi sebagai berikut; 
    1. Orang awam, tidak ada pilihan lain kecuali bermazhab secara qauli (ucapan ) 
    2. Orang yang mempunyai perangkat keilmuan tetapi belum mencapai tingkat mujtahid mutlak mustaqil, bermazhab dilakukan dengan cara manhaji (dengan istinbat sama’i)
  4. Bermazhab manhaji dilakukan dengan istinbat jama'i dalam hal-hal yang tidak ditemukan aqwal-nya (ajaran atau hukum) dalam empat mazhab oleh para ahlinya. Adapun terhadap hal-hal yang ditemukan aqwal-nya tetapi masih diperselisihkan dilakukan taqrir jama’i.
  5. Bermazhab secara manhaji maupun qauli hanya dilakukan dalam ruang lingkup mazhab Hanafi,Maliki, Syafi'i dan Hambali. 

Bermazhab dalam Beribadah

Sebelum Islam datang ke Indonesia, penduduk Indonesia telah menganut agama Hindu-Budha. Dengan datangnya Islam, maka terjadilah akulturasi budaya ketiga agama tersebut, yakni Islam-Hindu-Budha. Hal ini dibuktikan dengan metode dan media dakwah yang digunakan oleh Walisongo.

Semua orang mengakui Walisongo berhasil mengislamkan tanah jawa. Perpaduan tradisi lokal dengan Islam pada akhirnya membentuk sintesis kebudayaan. Asal kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan Hindu dan Budha, sementara Islam identik dengan ke-Arab-an karena memang diturunkan di Arab.

Sintesis kebudayaan inilah yang menyebabkan Islam Indonesia dengan tradisi lokal menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Islam tidak akan ada tanpa keberadaan tradisi lokal. Sementara tradisi juga tidak akan ada tanpa keberadaan Islam. 

Sintesis kebudayaan inilah yang mendorong kalangan Ahlussunnah Waljama'ah menjadikannya sebagai 'Islam Indonesia' bukan "Indonesia yang Islam" apalagi "Islam yang ke-Arab-an", Penggabungan antara Islam dan kebudayaan lokal bukan hanya dilakukan oleh rakyat jelata melainkan juga para raja zaman dahulu. 

Perumusan 'Islam Indonesia' didasarkan beberapa hal: 

  • Proses penyebaran Islam diwarnai dengan pelibatan budaya-budaya lokal. 
  • Sudah tidak relevan lagi membicarakan negara Islam. Hal ini didasarkan pada beberapa maslahat dan sejarah kekhalifahan Islam, dimana pusat kekhalifahan Islam sudah berakhir pada masa Turki Ustmani. 
  • Islam adalah seperangkat nilai dan norma yang bersifat universal, yang lebih mengutamakan substansi ajaran dari pada tekstualitas ajaran. 

Ketiga rumusan 'Islam Indonesia' ini menjadi modal dalam menjadikan Islam sebagai rahmatan lil'alamin. Salah satu perwujudannya adalah menghormati dan menghargai sesama meskipun berbeda latar belakang agama. 

Jika mencermati rangkaian sejarah Islam di Indonesia, maka kita bisa memahami bahwa mayoritas penduduk Indonesia bermazhab Syafi'i. Mazhab Syafi'i memiliki ciri khas yakni ingin menggabungkan antara fiqh ahli ra'yi dan ahli hadits. 

Adapun manfaat kaum Nahdliyin mengikuti mazhab di antaranya adalah: 

  1. Sebagai Imamah dalam beribadah. 
  2. Untuk memahami dan mengamalkan ajaran dan hukum Islam yang bersumber dari al-Quran dan Hadis.
  3. Sebagai sarana untuk memecahkan masalah keagamaan yang dihadapi oleh umat. 
  4. Untuk menjawab perkembangan zaman dengan tetap berada dalam aturan bermazhab.
  5. Bermazhab merupakan mata rantai pewarisan ajaran atau hukum Islam yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Karena mazhab merupakan hasil ijtihad dari mujtahid terkemuka pada zamannya. 
  6. Sebagai pegangan dalam beribadah bagi orang awam sehingga mereka tidak ada keragu-raguan dalam beribadah 

Kesimpulan

Mazhab adalah metode dan hukum tentang berbagai masalah yang telah dilakukan, diyakini, dan dirumuskan oleh mujtahid (orang yang melakukan ijtihad). 

Bermazhab adalah mengikuti jalan berpikir salah seorang mujtahid dalam mengeluarkan hukum (istinbat) dari sumber Nas, berupa Qur'an dan Hadis 

Dasar hukum yang digunakan para Imam Mujtahid dalam berijtihad adalah al-Qur'an, Hadis, Ijmak dan Qiyas 

Mazhab yang muktabar (al-madzahibul arba'ah) merupakan mazhab yang dipegang oleh NU, yaitu: Hanafi, Mahiki, Syafi'i dan Hambali. 

Sikap dalam bermazhab dibagi menjadi sebagai berikut: 

Bermazhab bagi orang awam, tidak ada pilihan lain kecuali bermazhab secara qauli 

Bagi orang yang mempunyai perangkat keilmuan tetapi belum mencapai tingkat mujtahid mutlak mustaqil, bermadzhab dilakukan dengan cara manhaji. 

Mazhab digunakan sebagai pegangan dalam beribadah bagi orang awam sehingga mereka tidak ada keragu-raguan dalam beribadah.