Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Makalah Pemanfaatan Nasi Sisa ( Nasi Basi ) Terhadap Kesuburan Tanah

Daftar Isi [Tampilkan]

Makalah Pemanfaatan Nasi Sisa ( Nasi Basi ) Terhadap Kesuburan Tanah

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kecenderungan ketergantungan petani pada penggunaan pupuk dan pestisida anorganik sejak diterapkannya revolusi hijau (1970-2005) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan dengan degradasi lingkungan. Subsidi harga dari pemerintah dan pengaruh pupuk dan pestisida anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman ikut mendorong preferensi petani terhadap pupuk anorganik sehingga penggunaan bahan organik sebagai komponen pembentuk kesuburan tanah semakin ditinggalkan.

Bahan organik memiliki peranan penting sebagai sumber karbon, dalam pengertian luas sebagai sumber pakan, dan juga sebagai sumber energi untuk mendukung kehidupan dan berkembangbiaknya berbagai jenis mikroba tanah (Sisworo, 2006). Penurunan kandungan bahan organik tanah menyebabkan mikroba dalam tanah mengalami defisiensi karbon sebagai pakan sehingga perkembangan populasidan aktivitasnya terhambat. Hal ini mengakibatkan proses mineralisasi hara menjadi unsur yang tersedia bagi tanaman akan terhambat. Tanah yang mengalami defisiensi sumber energi bagi mikroba menjadi berstatus lelah atau fatigue (Pirngadi, 2009). Kondisi tersebut berdasarkan salah satu indikator kesuburan tanah adalah kandungan C-Organik. Komponen C-Organik dari 65 % tanah di Indonesia di bawah 1 %, yang harusnya diatas 2 %. Hal tersebut lebih diperburuk dengan kondisi dimana pertambahan input pada tanah sebagai media tanam tidak lagi mampu meningkatkan produksi tanaman (levelling off).

Permasalahan diatas menimbulkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan suatu sistem pertanian yang ramah lingkungan untuk suatu keberlanjutan. Selain itu didukung pula oleh berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan yang menjadikan produk organik sebagai tren bahan makanan yang dikonsumsi. Konsep pertanian berkelanjutan yang diterapkan dalam era Revolusi Hijau Lestari (RHL) yang dicetuskan sejak tahun 2006 yaitu peningkatan produktivitas tanaman dengan mengacu sistem agroekologi alamiah yang secara lestari dapat mendukung kehidupan biota diatasnya. Secara alamiah, siklus karbon biologis dan unsur lainnya terjadi secara in situ, sehingga berdampak terhadap keberlanjutan kehidupan biota penyusun ekologi. Sumarno (2006) menyatakan bahwa hara untuk pertumbuhan tanaman optimal dan untuk mempertahankan kesuburan tanah dapat berasal dari : asli tanah (indigenenous nutrients), endapan lumpur dari wilayah hulu; dari pengairan; dari air hujan; dari pupuk organik; dari pupuk anorganik (sintesis); dari residu tanaman; dan penambatan N oleh tanaman legum; tumbuhan air dan mikroba; dan bahkan dari debu, abu gunung dan kilat. Hara yang berasal dari dekomposisi mikroba, hewan rendah dan hewan tinggi juga merupakan sumber hara yang legitimate pada teknologi Revolusi Hijau Lestari. Penerapan pertanian organik merupakan pilihan yang bijaksana untuk mewujudkan pertanian lestari.

Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang ramah lingkungan yang bersifat hukum pengembalian (low of return) yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanian maupun ternakyang selanjutnya bertujuan untuk memenuhi makanan pada tanah yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Limbah organik seperti sisa-sisa tanaman dan kotoran ternak tidak bisa langsung diberikan ke tanaman. Limbah organik harus dihancurkan/dikomposkan terlebih dahulu oleh mikroba tanah menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tamanan. Proses pengomposan secara alami memerlukan waktu yang lama sehingga diperlukan mikroba dekomposer yang mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Mikroorganisme Lokal (MOL) banyak ditemukan di lapang dan sudah terbukti bermanfaat sebagai dekomposer, pupuk hayati dan pestisida hayati.

Saat ini telah banyak mikroba pengompos komersil yang ada di pasaran tetapi masih mengalami tantangan dalam pengembangannya ditingkat petani dalam hal efektivitas dan efisiensi dekomposer yang digunakan terkait dengan mutu yang dihasilkan, biaya dan tingkat kemudahan aplikasinya. Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal (MOL) yang mempunyai keuntungan dari segi biaya yang relatif murah dan kemudahan aplikasinya merupakan pilihan yang telah diterapkan oleh beberapa petani di beberapa daerah. Selain sebagai dekomposer, MOL juga digunakan sebagai pupuk dan pestisida hayati yang dapat diaplikasikan langsung ke tanaman.

1.2. Rumusan Masalah

  1. Apa Pengertian mikroorganisme lokal (MOL)?
  2. Bagaimana Peluang pengembangan pertanian organik di Indonesia?
  3. Bagaimana Peran dan keuntungan penggunaan MOL?
  4. Bagaimana Cara membuat MOL?
  5. Bagaimana Cara Memperbanyak MOL?

1.3. Tujuan

  1. Mengetahui pengertian mikroorganisme local (MOL)
  2. Mengetahui Bagaimana Peluang pengembangan pertanian organik di Indonesia
  3. Mengetahui bagaimana peran dan keuntungan penggunaan MOL
  4. Mengetahui bagaimana cara membuat MOL
  5. Mengetahui Bagaimana Cara Memperbanyak MOL

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Mikro Organisme Lokal (MOL)

Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang sangat kecil dengan kemampuan sangat penting dalam kelangsungan daur hidup biota di dalam biosfer.Mikroorganisme mampu melaksanakan kegiatan atau reaksi biokimia untuk melangsungkan perkembangbiakan sel. Mikroorganisme digolongkan ke dalam golongan protista yang terdiri dari bakteri, fungi, protozoa, dan algae (Darwis dkk., 1992).Mikroorganisme menguraikan bahan organik dansisa–sisa jasad hidup menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana (Sumarsih, 2003). Menurut Budiyanto (2002), mikroorganisme mempunyai fungsi sebagai agen proses biokimia dalam pengubahan senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang berasal dari sisa tanaman dan hewan.

Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme. Bahan dasar untuk fermentasi larutan MOL dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga. Karbohidrat sebagai sumber nutrisi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari limbah organik seperti air cucian beras, singkong, gandum, rumput gajah, dan daun gamal. Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir, dan air kelapa, serta sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah busuk, terasi, keong, nasi basi, dan urin sapi (Hadinata, 2006).

Menurut Fardiaz (1992), semua mikroorganisme yang tumbuh pada bahan-bahan tertentu membutuhkan bahan organik untuk pertumbuhan dan proses metabolisme. Mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang pada suatu bahan dapat menyebabkan berbagai perubahan pada fisik maupun komposisi kimia, seperti adanya perubahan warna, pembentukan endapan, kekeruhan, pembentukan gas, dan bau asam (Hidayat, 2006).

Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumberdaya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang tumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai pendekomposer pupuk hayati dan sebagai pestisida organic terutama sebagai fungisida. Salah satu activator yang cukup murah adalah larutan MOL (Mikro Organisme Lokal).

Tiga bahan utama dalam larutan MOL:

1. Karbohidrat.
Bahan ini dibutuhkan bakteri/ mikroorganisme sebagai sumber energi. Untuk menyediakan karbohidrat bagi mikroorganisme bisa diperoleh dari air cucian beras, nasi bekas/ nasi basi, singkong, kentang, gandum, dedak/ bekatul dll
2. Glukosa
Bahan ini juga sebagai sumber energi bagi mikroorganisme yang bersifat spontan (lebih mudah dimakan mereka). Glukosa bisa didapat dari gula pasir, gula merah, molases, air gula, air kelapa, air nira dll
3. Sumber Bakteri (mikroorganisme lokal)Bahan yang mengandung banyak mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanaman antara lain buah-buahan busuk, sayur-sayuran busuk, keong mas, nasi, rebung bambu, bonggol pisang, urine kelinci, pucuk daun labu, tapai singkong dan buah maja. Biasaya dalam MOL tidak hanya mengandung 1 jenis mikroorganisme tetapi beberapa mikroorganisme diantaranya Rhizobium sp, Azospirillium sp, Azotobacter sp, Pseudomonas sp, Bacillus sp dan bakteri pelarut phospat.

2.2. Peluang pengembangan pertanian organik di Indonesia

Di Indonesia, setiap tahunnya lebih dari 165 juta ton bahan organik dihasilkan dari limbah panen tanaman pangan dan hortikultura, namun potensi tersebut pada umumnya belum terkelola dengan baik. Di lain pihak, kandungan bahan organik dalam tanah pertanian saat ini rendah, rata-rata kurang dari 2 % (Pirngadi, 2009). Umumnya bahan organik yang dihasilkan dari limbah pertanian dialihkan oleh petani untuk berbagai penggunaan lain yang seyogianya dikembalikan ke tanah sebagai pupuk organik.

Pilihan untuk menerapkan pertanian organik telah disadari oleh beberapa kalangan untuk meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman tanpa mengabaikan prinsip enviromental sustainability. Berbagai pemikiran tentang pertanian organik yang dipahami masyarakat.

Pertanian organik dipahami sebagai teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tetapi jika melihat kondisi saat ini yang menuntut peningkatan produktivitas dan kemampuan tanah menyediakan hara maka terdapat pemikiran bahwa pertanian organik (dan penggunaan pupuk organik) juga merupakan sistem pertanian yang menggunakan bahan organik sebagai salah satu masukan yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk buatan (kimia anorganik). Pestisida dan herbisida digunakan secara selektif dan rasional atau menggunakan biopestisida. Landasan prinsipilnya adalah sistem pertanian modern, mengutamakan produktivitas, efisiensi produksi, serta keamanan dan kelestarian lingkungan dan sumber daya. Akan tetapi menurut IFOAM (2005), pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejateraan. Oleh kerenanya, harus dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif makanan yang dapat berefek merugikan kesehatan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan. Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain (Litbang Pertanian, 2011).

2.3. Peran dan keuntungan penggunaan MOL

Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai dekomposer, pupuk hayati dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida. Larutan MOL dibuat sangat sederhana yaitu dengan memanfaatkan limbah dari rumah tangga atau tanaman di sekitar lingkungan misalnya sisa-sisa tanaman seperti bonggol pisang, gedebong pisang, buah nanas, jerami padi, sisa sayuran, nasi basi, dan lain-lain. Bahan utama dalam larutan MOL teridiri dari 3 jenis komponen, antara lain : Karbohidrat : air cucian beras, nasi bekas, singkong, kentang dan gandum ; Glukosa : cairan gula merah, cairan gula pasir, air kelapa/nira dan; Sumber bakteri : keong mas, buah-buahan misalnya tomat, pepaya, dan kotoran hewan (Purwasasmita, 2009).

Keunggulan utama penggunaan MOL adalah murah bahkan tanpa biaya, selain itu ada beberapa keuntungan :

  1. Mendukung pertanian ramah lingkungan
  2. Dapat mengatasi permasalahan pencemaran limbah pertanian dan limbah rumah tangga
  3. Pembuatan serta aplikasinya mudah dilakukan
  4. Mengandung unsur kompleks dan mikroba yang bermanfaat dalam produk pupuk dan dekomposer organik yang dihasilkan.
  5. Memperkaya keanekaragaman biota tanah
  6. Memperbaiki kualitas tanah dan tanaman
Secara umum, pemanfaatan MOL salah satu upaya meningkatkan kemandirian petani. Beberapa jenis larutan MOL yang telah diaplikasikan oleh petani dibeberapa daerah antara lain :
  1. MOL buah-buahan yang diaplikasikan pada tanaman sebagai pupuk dan dekomposer dalam pembuatan kompos
  2. MOL daun cebreng untuk penyubur daun tanaman
  3. MOL bonggol pisang untuk dekomposer saat pembuatan kompos
  4. MOL sayuran yang disemprotkan pada tanaman padi
  5. MOL rebung bambu untuk merangsang pertumbuhan tanaman.

2.4. Cara membuat mol dari nasi basi

1. Siapkan nasi untuk ‘dijamurkan’
Caranya, ambil nasi sisa yang memang sudah basi atau tidak dimakan lagi kira-kira satu mangkok kecil atau secukupnya, lalu letakkan dalam wadah dan biarkan nasi tersebut basi sampai muncul jamur berwarna orange. Kalau bisa nasi diletakkan di tempat terbuka tapi jangan sampai kering.

2. Campurkan dengan larutan gulaMikro organisme tentu membutuhkan makanan untuk perkembangannya. Maka kali ini yang kita gunakan adalah gula. Larutkan 1 liter air dengan 5 sendok makan gula pasir. Setelah itu, masukkan larutan gula ini ke mangkok yang berisi nasi berjamur tadi, aduk sampai tercampur semua, diremas-remas kalau perlu supaya halus (sebaiknya pakai sarung tangan

3. Diamkan sampai bau tape
Campuran nasi berjamur dan larutan gula tersebut didiamkan selama seminggu atau lebih, sampai campuran tersebut berbau tape. Kalau sudah berbau seperti tape, tandanya mol sudah siap panen dan dipakai.

4. Pemakaian dan penyimpanan
Agar mudah menggunakannya, MOL yang siap panen tersebut dimasukkan dalam botol air mineral. Kalau untuk disiram ke media, tidak perlu disaring, langsung pakai saja. Tapi kalau untuk disemprot ke tanaman, bisa disaring.

Saran pemakaian:

Untuk dipakai sebagai starter kompos, larutkan MOL dan air dengan perbandingan 1:20. Cara memakainya, disiram langsung ke media tanam, sebaiknya jangan terkena batang dan daun. Artinya, bila MOL-nya 1 sendok makan, airnya 20 sendok makan, bila MOL 1 liter maka air 20 liter, dan seterusnya, gunakan kelipatannya seperti pada prinsip pengenceran. Tujuannya supaya tidak terlalu pekat dan tidak merusak media tanaman. Penyiraman MOL bisa dilakukan seminggu sekali atau seminggu 2 kali.

2.5. Cara Memperbanyak MOL

Daripada membuat MOL berulang-ulang,lebih baik memperbanyaknya/menternakkannya. Caranya:
  1. Bagi dua MOL ke dalam 2 wadah. Misalnya jika kita punya 1 botol MOL
  2. Bagi dua ke botol kedua, separuh-separuh.
  3. Lalu tambahkan air sampai hampir penuh.
  4. Masukkan gula pasir sesuai takaran di atas.
  5. Beberapa hari kemudian akan terlihat cairan MOL di dalam botol menjadi lebih pekat, itu tandanya MOL sudah beranak-pinak.
  6. Lakukan cara yang sama untuk membuat MOL di botol-botol berikutnya.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

  1. Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang sangat kecil dengan kemampuan sangat penting dalam kelangsungan daur hidup biota di dalam biosfer.Mikroorganisme mampu melaksanakan kegiatan atau reaksi biokimia untuk melangsungkan perkembangbiakan sel.
  2. Keunggulan utama penggunaan MOL adalah murah bahkan tanpa biaya, selain itu ada beberapa keuntungan :
    1. Mendukung pertanian ramah lingkungan
    2. Dapat mengatasi permasalahan pencemaran limbah pertanian dan limbah rumah tangga
    3. Pembuatan serta aplikasinya mudah dilakukan
    4. Mengandung unsur kompleks dan mikroba yang bermanfaat dalam produk pupuk dan dekomposer organik yang dihasilkan.
    5. Memperkaya keanekaragaman biota tanah
    6. Memperbaiki kualitas tanah dan tanaman


DAFTAR PUSTAKA

BP4K Sukabumi, 2011. Cara Pembuatan Mikroorganisme Lokal. http://bp4kkabsukabumi.net. Diakses 28 maret 2020
IFOAM, 2005. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik (terjemahan). International Federations of Organic Agriculture Movements. Bonn,Germany
Litbang Pertanian, 2011. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. www.litbang.deptan.go.id. Diakses 28 maret 2020
Djuanda, irfan Dan Nurdiana. (2011). "Pengaruh Metode lama Fermentasi Terhadap Mutu Mol (Mikroorganisme Lokal" Jurnal Floratek, 6, 140-143.
Mulyono. 2014. "Membuat Mol dan Kompos dari Sampah Rumah Tangga-Cetakan 1. Jakarta: Agromedia Pustaka

Disusun Oleh:
Yuni Adelina BR Tampubolon 
Imam Nur Rois
Nur Atiyatussuroya