Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Ilmu Mawaris, Hukum Mempelajari dan Tujuan Ilmu Mawaris

Daftar Isi [Tampilkan]

 Islam menganjurkan, supaya pemeluk-pemeluknya mempelajari segala macam ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan duniawi dan ukhrawi. Dari sekian banyak ilmu, yang tidak kurang pentingnya untuk dipelajari adalah ilmu faraidh (pembagian harta warisan). Rasulullah bersabda : 

Artinya: "Pelajarilah ilmu faraidh (pembagian harta warisan) dan ajarkan kepada manusia. Sesungguhnya aku seorang manusia yang bakal dicabutnya waktu dan ilmu itupun akan turut tercabut pula. Bakal lahirlah nanti fitnah-fitnah, sehingga terjadilah perselisihan antara dua orang mengenai warisan, maka tidak didapatinya orang yang akan memberikan putusan (mengenai Perselisihan yang terjadi di antara keduanya." (HR Hakim) 

Adapun tujuan utama mempelajari faraidh adalah agar kita dapat mengetahui dengan sebenar- benarnya tentang pembagian warisan yang berhak, sehingga tidak sampai terjadi seseorang mengambil hak orang lain dengan cara yang tidak halal. Sebab, apabila seseorang telah meninggal dunia, maka harta peninggalannya telah terlepas dari pada hak miliknya dan berpindah menjadi milik orang lain yaitu orang yang menjadi ahli warisnya. 

Pembicaraan dalam kitab faraidh berkenaan dengan orang yang mewarisi atau tidak. Kemudian jika orang itu mewarisi, apakah selamanya mewarisi atau ia mewarisi bersama ahli waris lain. Jika ia mewarisi sendiri atau bersama ahli waris lain berapa besarnya harta yang diterima. 

Pengertian Ilmu Mawaris

Dari segi bahasa, kata mawaris (موارث) merupakan bentuk jamak dari kata مِيرَاثٌ artinya harta yang diwariskan. Secara istilah, ilmu mawaris adalah ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia. Ilmu mawaris biasa disebut dengan ilmu faraidh.

Kata faraidh dari segi bahasa merupakan bentuk jamak dari فَرَائِضِ yang berarti ketentuan, bagian atau ukuran. 

Dengan demikian, ilmu ini dinamakan ilmu mawaris karena mempelajari tentang ketentuan- ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut hukum Islam. Disebut ilmu faraidh karena membahas ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah ditentukan terhadap masing-masing ahli waris. 

Adapun ilmu faraidh menuntt syara' adalah bagian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara' bagi yang berhak (ahli waris).

Ada beberapa Istilah dalam Fiqh Mawaris yang berkaitan dengan ilmu faraidh antara Iain:

  1. Waris adalah ahli waris yang berhak menerima warisan. Ada ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya tetapi tidak menerima warisan, dalam fiqih ahli waris semacam ini disebut dzawil arham. Waris bisa timbul karena hubungan darah, karena hubungan perkawinan dan karena akibat memerdekakan hamba.
  2. Muwaris artinya orang yang mewarisi harta peninggalannya, yaitu orang yang meninggal dunia, baik meninggal secara hakiki atau sccara taqdiry (perkiraan), atau melalui keputusan hakim. Seperti orang yang hilang (al mafqud) dan tidak diketahui kabar berita dan domisilinya. Setelah melaiui persaksian atau tenggang waktu tertentu hakim memutuskan bahwa ia telah dinyatakan meninggal dunia. 
  3. Al Irs artinya harta warisan yang siap dibagi oleh ahli waris sesudah diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah (tajhiz al janazah), pelunasan utang, serta pelaksanaan wasiat. 
  4. Warasah adalah harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris. Ini berbeda dengan harta pusaka yang di beberapa daerah tertentu tidak bisa dibagi, karena menjadi milik kolektif sernua ahli waris. 
  5. Tirkah adalah semua herta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pembayaran utang, dan pelaksanaan wasiat. 

Hukum Mempelajari Ilmu Waris

Para ulama berpendapat bahwg mempelajari mempelajari ilmu mawaris hukumnya adalah wajib kifayah. Artinya kewajiban yang apabila telah ada sebagian orang yang memenuhinya, dapat menggugurkan kewajiban semua orang. Tetapi apabila tidak ada seorang pun yang menjalani kewajiban itu, maka semua orang menanggung dosa. Ini sejalan dengan perintah Rasulullah SAW agar umatnya mempelajari dan mengajarkan ilmu faraidh sebagaimana mempelajari dan mengajarkan Al Qur'an.

Sabda Rasulullah yang artinya "Pelajarilah oleh kalian al Qur'an dan ajarkanlah kepada orang lain, dan pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain. Karena aku adalah orang yang bakal terenggut (mati) sedang ilmu akan dihilangkan. Hampir saja dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan tidak mendapatkan seorangpun yang dapat memberikan fatwa kepada mereka" (Riwayat Ahmad, Al Nasai, dan Al Daruqutni)

Oleh karena itu, dilihat dari satu sisi, mempelajari dan mengajarkan ilmu mawaris dapat berubah statusnya menjadi wajib ‘ain, terutama bagi orang-orang yang dipandang sebagai pimpinan, terutama pemimpin keagamaan. 

Mempelajari ilmu mawaris hukumnya adalah fardhu kifayah. Kita umat Islam wajib mengetahui ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah dalam pembagian harta warisan. Nabi Muhammad SAW bersabda : "Bagilah harta warisan antara ahli-ahli waris menurut kitab Allah ( al Qur'an)" 

Karena pentingnya ilmu faraidh dalam masyarakat sehingga Nabi menyebutnya dengan separuh ilmu; sebagaimana sabda beliau "Belajarlah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada manusia maka sesungguhnya (ilmu) faraidh adalah separoh ilmu agama dan ia akan dilupakan (oleh manusia) dan merupakan ilmu yang pertama diambil dari ummatku (HR. Ibnu Majah dan Daruqutni) 

Sebelum dilaksanakan pembagian warisan, terlebih dahulu harus dilaksanakan beberapa hak yang ada sangkut pautnya dengan harta peninggalan itu. Hak-hak yang haras diselesaikan dan harus dibayar adalah

  1. Zakat; apabila telah sampai saatnya untuk mengeluarkan zakatnya, maka dikeluarkan untuk itu terlebih dahulu.
  2. Belanja pengurusan jenazah; yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan dan pengurusan jenazah, seperti halnya untuk membeli kain kafan, upah penggali kuburan dan lain sebagainya. 
  3. Hutang; jika mayat itu meninggalkan hutang, maka hutangnya mesti dibayar terlebih dahulu. 
  4. Wasiat; jika mayat meninggalkan pesan (wasiat), agar sebagaian dari harta peninggalannya diberikan kepada seseorang, maka wasiat inipun harus dilaksanakan.

Apabila keempat macam hak tersebut di atas, sudah diselesaikan semua, maka harta warisan yang selebihnya dapat dibagi-bagikan kepada ahli yang berhak menerimanya. 

Tujuan Ilmu Mawaris

Tujuan ilmu mawaris adalah 

  1. Agar kaum muslimin bertanggung jawab dalam melaksanakan syariat Islam bidang pembagian harta warisan, 
  2. Supaya dapat memberikan solusi terhadap pembagian harta warisan yang sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, 
  3. Agar terhindar dari pembagian yang salah (menurut kepentingan pribadi) bagi umat Islam, 
  4. Segala persoalan hidup manusia baik yang berhubungan dengan Allah dan yang terkait dengan manusia lainnya adalah diatur di dalam syariat Islam. 

Di samping hal-hal tersebut di atas, tujuan ilmu mawaris adalah untuk menyelamatkan harta benda si mayit agar terhindar dari pengambilan harta orang-orang yang berhak menerimanya dan jangan ada orang-orang makan harta hak milik orang lain, dan hak milik anak yatim dengan jalan yang tidak halal 

Sumber Hukum Ilmu Mawaris

Sumber atau dasar hukum ilmu mawaris yaitu Al Qur'an dan Al Hadits. Adapun sumber hukum yang terdapat dalam Al Qur'an diantaranya Surat An Nisa ayat 7 yang berbunyi : 

لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَۖ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ اَوْ كَثُرَ ۗ نَصِيْبًا مَّفْرُوْضًا

7.  Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan.

Di samping ayat tersebut di atas, juga termuat dalam Al Qur'an Surat An-Nisa': 11 dan 12) 

يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا ١١ ۞ وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَاجُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌۗ ١٢

11.  Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.146) Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

146) Bagian laki-laki adalah dua kali bagian perempuan karena kewajiban laki-laki lebih berat daripada perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah (lihat surah an-Nisā’/4: 34).

12.  Bagimu (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Bagi mereka (para istri) seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, bagi mereka (para istri) seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Akan tetapi, jika mereka (saudara-saudara seibu itu) lebih dari seorang, mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (ahli waris).147) Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

147) Menyusahkan ahli waris dapat terjadi dengan melakukan tindakan-tindakan seperti mewasiatkan lebih dari sepertiga harta peninggalan dan memberikan wasiat dengan maksud mengurangi harta warisan, meskipun kurang dari sepertiga harta warisan.

Terimakasih sudah membaca: Pengertian Ilmu Mawaris, Hukum Mempelajari dan Tujuan Ilmu Mawaris