Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Perkembangan Agama Islam di Indonesia

Daftar Isi [Tampilkan]

Proses Islamisasi di setiap daerah di Indonesia dilakukan secara bertahap. Daaerah yang pertama mendapat pengaruh Islam adalah daerah Indonesia bagian barat. Daerah ini merupakan jalur perdagangan internasional sehingga pengaruh Islam dapat dengan cepat tumbuh di sana. 

Daerah pesisir itu nantinya menumbuhkan pusat-pusat kerajaan Islam seperti Samudera Pasai, Pidie, Aceh, Banten, Demak, Banjarmasin, Goa Makasar, Gresik, Tuban, Cirebon, Ternate, dan Tidore sebagai pusat kerajaan Islam yang berada di sekitar pesisir.

Kota-kota pelabuhan seperti Jepara, Tuban, Gresik, Sedayu, adalah kota-kota Islam di Pulau Jawa. Di Jawa Barat telah tumbuh kota-kota Islam seperti Cirebon, Jayakarta, dan Banten.

Proses Awal Kedatangan Islam di Indonesia

Ada beberapa pendapat mengenai kapan awal Islamisasi berlangsung di Indonesia. Para sejarawan Indonesia berpendapat bahwa proses Islamisasi di Indonesia sudah dimulai pada abad pertama hijriyah atau abad ke 7 Masehi.

Pendapat ini berdasarkan bukti bahwa pada abad ke-7 di pusat kerajaan Sriwijaya telah dijumpai perkampungan-perkampungan pedagang Arab.

Pendapat lain dikemukakan oleh Mouquette (Ilmuwan Belanda) yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke 13-14 Masehi. Penentuan waktu itu berdasarkan tulisan pada batu nisan yang ditemukan di Pasai.

Batu nisan itu berangka tahun 17 Djulhijjah 831 atau 21 September 1428 dan identik dengan batu nisan yang ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (822 H/1419 M) di Gresik, Jawa Timur.

Begitu juga dengan ditemukannya batu nisan Malik al-Saleh (raja Samudera Pasai) yang berangka tahun 698 H/1297 M. 

Selain sumber batu nisan, sumber lainnya didapat dari tulisan Marcopolo (pedagang Venesia) yang singgah di Sumatera dalam perjalanan pulangnya dari Cina pada tahun 1292. Di sana disebutkan bahwa Perlak merupakan kota Islam.

Tempat Asal Pembawa Islam Ke Indonesia

Berikut ini beberapa pendapat mengenai tempat asal para penyebar Islam yang ada di Indonesia.

Menurut Snouck Hurgronje para penyebar Islam di Indonesia berasal dari Gujarat India. Hubungan ini sudah berlangsung pada abad ke-13. Pendapat ini diperkuat oleh Mouquette yang melihat kesamaan batu nisan Malik al-Saleh dengan batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat. Kedua tempat itu sama-sama menganut mazhab Syafi’i. Pijnappel juga berpendapat bahwa para pembawa Islam di Indonesia berasal dari Gujarat dan Malabar. Morrison dan Arnold mengatakan bahwa Islam di Indonesia dibawa oleh orang-orang Coromandel dan Malabar.

Fattini berpendapat bahwa berdasarkan model batu nisan Malik al Saleh yang lebih mirip dengan batu nisan yang ada di Benggala. Fattini menyimpulkan bahwa tempat asal para penyebar Islam di Indonesia berasal dari Benggala yang kini lebih dikenal dengan sebutan Banglades

Crawford berpendapat lain, ia mengatakan Islam berasal langsung dari Mekkah, Arab. Pendapat Crowford itu didukung oleh sejarawan Indonesia, seperti Hamka yang berpendapat bahwa Islam yang masuk ke Indonesia itu langsung dari Arab.

Husein Djajadiningrat lebih berpendapat bahwa Islam di Indonesia berasal dari Parsi atau Persia. Ia lebih menitikberatkan pada kesamaan kebudayaan dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Persia dan Indonesia, seperti tradisi perayaan 10 Muharam dan pengaruh bahasa yang banyak dipakai di Indonesia.

Tokoh Penyebar Islam di Indonesia

Para penyebar Islam di Indonesia ada beberapa kelompok, antara lain para pedagang, para ustadz, sultan, dan para wali (mubaligh). Di Pulau Jawa proses Islamisasi dilakukan oleh sekelompok mubaligh Islam yang dikenal dengan sebutan walisongo. Walisongo diartikan dengan sembilan orang-orang yang disucikan. Berikut ini nama-nama walisongo tersebut. 

1. Maulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim, sering pula disebut Maulana Maghribi adalah orang pertama yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Maulana Malik Ibrahim berasal dari Persia. Namun, ada juga yang menyebutkan bahwa beliau berasal dari Turki, Arab, dan Gujarat.

Tetapi pendapat yang lebih kuat ia berasal dari Maroko. Pada tahun 1329 Masehi, iya berhijrah ke pulau Jawa. Sebelumnya ia singgah di campa, Kamboja.

Daerah pertama yang dituju adalah Desa Sembalo, daerah yang masih berada ada di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit.

Selain mengajarkan tentang ajaran agama Islam, Maulana Malik Ibrahim juga memperkenalkan budi pekerti Islam dengan tutur kata yang sopan dan lemah lembut sehingga banyak penduduk Jawa yang tertarik memeluk agama Islam.

Maulana Malik Ibrahim wafat pada tanggal 12 robiul awal 822 Hijriyah atau 9 April 1419 Masehi dan dimakamkan di Gresik.

2. Sunan Ampel

Sunan Ampel mempunyai nama asli bernama Raden Rakhmat. Iya seorang kemenakan dari raja Majapahit yang bernama kertawijaya.

Menurut cerita rakyat, Raden Rahmat ini berasal dari champa. Disebutkan ia adalah anak raja Campa Ibrahim Asmarakandi.

Setelah beberapa lama tinggal di Jawa, pada tahun 1450 Raden Rahmat ini menikah dengan Nyi Ageng Manila Putri Bupati Tuban yang sudah memeluk agama Islam.

Selanjutnya Raden Rahmat tinggal di daerah Ampeldenta, daerah pemberian dari raja Majapahit. Di Ampeldenta Raden Rahmat mendirikan masjid dan membuka pondok pesantren.

Sesuai dengan tempat kegiatan dakwahnya, Raden Rahmat ini dikenal dengan Sunan Ampel.

Keberhasilan yang lain dari Sunan Ampel, ia menjadi perencana kerajaan Demak. Dialah yang melantik Raden Patah sebagai Sultan Demak yang pertama pada tahun 1481. Pada tahun 900 hijriah atau 1494 Masehi Sunan Ampel wafat, jenazahnya dimakamkan di Ampeldenta Surabaya.

3. Sunan Bonang

Sunan Bonang atau Makhdum Ibrahim adalah putra Sunan Ampel dari istrinya yang bernama nyi Ageng Manila, Putri seorang Adipati di Tuban. Ia belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampeldenta.

Setelah cukup lama ia berkelana dan menetap di Bonang (daerah Tuban). Di Bonang itulah pusat dakwah Islamnya. Di sana ia mendirikan pesantren yang dikenal dengan sebutan Watu Layar.

Sunan Bonang menggunakan kesenian Bonang sebagai media untuk berdakwah. Ia menabun Bonang diiringi dengan lagu-lagu berupa pantun yang bernafaskan keislaman.

Sunan Bonang berhasil mengubah lagu Gending sekaten dan tembang macapat yang sampai sekarang tembang itu populer di kalangan masyarakat Jawa.

Pada tahun 1525 masehi Sunan Bonang wafat. ia ingat kamu kan di daerah Tuban.

4. Sunan Derajat

Saudara dari Sunan Bonang adalah Masih Munat. Masih Munat nantinya terkenal dengan nama Sunan Drajat. Pusat kegiatannya di daerah Sedayu Jawa timur.

Seperti halnya ayah dan saudaranya, Sunan Drajat dalam berdakwah menggunakan alat gamelan. Jika Sunan Bonang berhasil mengubah lagu Gending sekaten, maka Sunan derajat berhasil menciptakan lagu Gending pangkur yang sampai sekarang lagu ini masih banyak digemari oleh masyarakat Jawa.

Sunan Drajat terkenal juga dengan kegiatan sosialnya. Dialah wali yang mempelopori penyantunan anak anak yatim dan orang sakit.

5. Sunan Giri

Sunan Giri atau Raden paku adalah putra dari Maulana Ishaq yang berasal dari Blambangan, sahabat Sunan Ampel.

Raden paku bersahabat dengan Sunan Bonang. Keduanya kemudian disuruh pergi haji ke Mekah sambil menuntut ilmu oleh Sunan Ampel.

Sunan giri mendirikan pesantren di daerah giri. Pada perkembangan selanjutnya, pesantren itu menjadi pesantren yang terkenal ke seluruh Nusantara. Santri yang belajar di pesantren Sunan giri banyak yang berasal dari luar Jawa, seperti Madura, Kalimantan, Makassar, dan Lombok.

Selain menerima santri dari berbagai daerah, Sunan giri ternyata mengirimkan banyak mubaligh nya ke ke Nusa tenggara, Sulawesi, dan Maluku.

Setelah wafat, Sunan Giri dimakamkan di bukit Giri dekat Gresik.

6. Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga adalah putra seorang Adipati Tuban. Nama asli Sunan Kalijaga adalah Raden Jaka said. Sejak kecil ia sudah menampakan ketaatan kepada agama Islam dan berbakti kepada orang tua.

Sunan Kalijaga merupakan mubaligh keliling dan tidak memiliki pusat dakwah yang tetap.

Sunan kalijogo menggunakan kesenian wayang kulit sebagai media dakwahnya. Sunan Kalijaga memadukan kisah yang dilakonkan dengan ajaran Islam, sehingga Islam mudah dipahami. Pada masa itu, masyarakat menggemari kesenian wayang.

Peninggalan lainnya dari Sunan Kalijaga yang sekarang masih dipakai dalam kehidupan masyarakat Indonesia, antara lain: perancang pertama baju taqwa, pencipta lagu dandanggula dan semarangan, menciptakan seni ukir bermotif dedaunan, menciptakan bedug di masjid, menciptakan gong sekaten, dan memprakarsai grebeg maulud.

Sunan Kalijaga dimakamkan di daerah kadilangu dekat Demak.

7. Sunan Kudus

Sunan Kudus atau Ja’far shadiq. Iya adalah salah seorang panglima tentara Demak.

Sepulangnya dari Makkah ia mendirikan pusat dakwah dengan nama Kudus, diambil dari nama al-quds (Palestina).

Masjid yang terkenal di Pekalongan adalah masjid Kudus yang terkenal dengan menara masjidnya.

Semasa hidungnya, ia mengajarkan agama Islam di sekitar pesisir utara Jawa tengah di daerah Kudus. Dari sinilah ia lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus.

Sunan Kudus ini seorang yang ahli dalam bidang tauhid, hadis, fiqih dan lainnya. Ia juga terkenal sebagai pujangga yang mengarang cerita pendek yang bernafaskan keislaman. Dalam bidang kesenian ini yang dikenal sebagai pencipta gending Asmaradana.

8. Sunan Muria

Sunan Muria atau Raden Prawoto atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Karena ibunya adalah adik Sunan giri maka Sunan Muria ini keponakan Sunan giri.

Pusat kegiatan dakwah Sunan Muria terletak di lereng gunung Muria Jawa tengah. Ia banyak bergaul dengan rakyat jelata. Sambil bercocok tanam, berladang, dan berdagang, ia mengajarkan agama Islam. Cara lainnya dalam berdakwah dengan menggunakan alat kesenian.

Pada tahun 1560 Masehi Sunan Muria wafat dan dimakamkan di atas gunung Muria.

9. Sunan Gunung Jati

Sunan gunung jati nama aslinya Falatehan atau Fatahillah, ada juga yang menyebut Syarif Hidayatullah berasal dari Pasai, Aceh.

Sunan gunung jati ini adalah wali satu-satunya yang banyak berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Barat.

Pusat kegiatan dakwahnya di daerah gunung jati, Cirebon, Jawa Barat. Sehingga dikenal dengan sebutan Sunan gunung jati.

Pada tahun 1570 Masehi Sunan gunung jati wafat dan dimakamkan di gunung jati, Cirebon, Jawa Barat.

Setelah Walisongo, proses penyebaran Islam dilanjutkan oleh para ulama. Para ulama itu tersabar di berbagai daerah di Indonesia, antara lain sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini.

No.

Nama Ulama

Daerah Penyebaran

1

Syekh Bentong

Gunung Lawu

2

Sunan Bayat

Jawa

3

Sunan Bayat

Klaten

4

Syekh Majagung

Jawa

5

Sunan Sendang

Jawa

6

Datuk Ri Bandang

Makasar

7

Datuk Sulaeman

Sulawesi

8

Tuan Tunggang Parangang

Kalimantan

9

Penhulu Demak

Kalimantan

Selain para ulama, terdapat juga pemikir-pemikir Islam lainnya. Nama-nama pemikir Islam dengan hasil karyanya antara lain sebagai berikut.

No.

Nama Pemikir

Hasil Karyanya

1

Hamzah Fansuri

Syarab Al Asyiqin (Syair Perahu) Dan Asrar Al Arifin

2

Nuruddin Ar Raniri

Bustan As Salatin

3

Syekh Abdurrauf Al Fansuri

Tarjuman Al Mustafid

4

Sultan Agung

Sastra Gending

5

Syekh Yusuf

Safinat An Najat Dan Tuhfat Ar Rabbaniyah

Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia

Di depan kita sudah sedikit menyinggung beberapa kerajaan Islam yang tumbuh pada masa awal perkembangan agama Islam di Indonesia. Dalam subbab ini kamu akan lebih memperdalam mengenai kerajaan-kerajaan Islam tersebut dan perannya dalam proses penyebaran agama Islam di Indonesia.

1. Perlak

Menurut pendapat Prof. Ali Hasymy dalam sebuah makalahnya yang berjudul Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh diperoleh keterangan bahwa kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Perlak (Peureula) yang berdiri pada pertengahan abad IX dengan raja pertamanya yang bernama Alauddin Syah. Hal ini didasarkan pada naskah tua, Izhharul Haq yang ditulis oleh al-Fashi.

Perlak berkembang menjadi pusat perdagangan lada. Ada banyak pedagang yang singgah di Perlak sehingga kota Perlak berkembang dan banyak mendatangkan kemakmuran. Hal ini justru menimbulkan ambisi dari tokoh-tokoh setempat untuk saling berkuasa sehingga menimbulkan ketidakstabilan di Perlak.

Akibatnya, para pedagang yang mengalihkan kegiatannya ke Samudera Pasai sehingga pada akhirnya Kerajaan Perlak mengalami kemunduran pada akhir abad XIII.

2. Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai terletak di pantai timur Aceh (di sekitar Lhokseumawe) dan berdiri pada abad XIII. Hal ini dibuktikan dengan penemuan batu nisan Sultan Malik as Saleh yang merupakan raja pertama di Samudera Pasai yang berangkan tahun 1297.

Sultan malik as Saleh memiliki nama asli Marah Silu. Beliau menikah dengan Langgang Sari yang merupakan putri raja Perlak. Akibat pernikahan tersebut, kekuasaan Samudera Pasai semakin luas hingga ke pedalaman.

Samudera Pasai menjalin hubungan dengan Delhi di India. Hal ini dibuktikan dengan adanya utusan Sultan Delhi, yaitu Ibnu Batutah yang berkunjung ke Samudera Pasai hingga dua kali.

3. Kerajaan Aceh

Raja pertama Kerajaan Aceh adalah Sultan Ibrahim atau Ali Mughayat Syah yang memerintah pada tahun 1514-1528. Akibat dikuasainya Malaka oleh Portugis pada tahun 1511, banyak pedagang yang beralih ke Aceh.

Hal itu menyebabkan semakin mejunya kerajaan Aceh. Puncak kejayaan kerajaan Aceh terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu wilayah Aceh mencapai Deli, Nias, Bintan dan beberapa di Semenanjung Malaya.

4. Kerajaan Demak

Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang ada di pulau Jawa yang berdiri pada tahun 1478. Pendiri kerajaan Demak adalah Raden Patah.

Demak berhasil menjadi kerajaan besar karena letaknya yang strategis dan memiliki hasil pertanian yang melimpah dengan komoditas ekspornya berupa beras.

Kemajuan Demak juga tidak dapat dilepaskan dari runtuhnya Kerajaan Majapahit sehingga Demak mendapat dukungan dari kota-kota pantai utara Jawa yang lepas dari kekuasaan Majapahit.

Dalam mengendalikan pemerintahan, Raden Patah didampingi oleh Sunan Kalijaga dan Ki Wanapala.

Masjid Agung Demak dibangun oleh Raden Patah, setelah memerintah selama tiga tahun.

Kerajaan Demak mengalami masa kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Trenggono, pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Demak berusaha membendung masuknya Portugis ke Jawa.

5. Kerajaan Mataram Islam

Raja terbesar Kerajaan Mataram Islam adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma. Dalam masa pemerintahannya, Sultan Agung tidak hanya berambisi untuk memperluas wilayah, tetapi juga berusaha meningkatkan derajat kesejahteraan rakyatnya melalui usaha-usaha di bawah ini.

Penduduk di Jawa yang tergolong padat dipindahkan ke Karawang karena daerah ini mempunyai perladangan dan persawahan yang luas.

Dibentuklah suatu suSunan masyarakat yang bersifat feodal atas dasar masyarakat yang agraris, yaitu terdiri atas pejabat yang diberi tanah garapan.

Disusunlah buku-buku filsafat, antara lain Sastra Gending, Niti Sastra, dan Astabrata.

6. Kerajaan Banten

Setelah Fatahilah atau Sunan Gunung Jati berhasil merebut Sunda Kelapa pada tahun 1526, daerah Banten dikembangkan pula sebagai pusat perdagangan dan penyiaran agama Islam.

Kerajaan Banten berhasil menjadi kerajan merdeka setelah melepaskan diri dari Demak. 

Raja yang pertama kali adalah Sultan Hasanuddin (1552-1570) yang merupakan putra tertua dari Fatahilah.

Banten mencapai masa kejayaan di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Selama masa pemerintahannya, Sultan Ageng Tirtayasa terlibat pertempuran melawan VOC sebanyak tiga kali sehingga membuat repot VOC.

Kegigihan Sultan Ageng justru ditentang oleh putra mahkotanya sendiri yang bernama Sultan Haji.

Kesempatan ini dimanfaatkan VOC untuk menggunakan politik adu domba sehingga tidak lama kemudian Sultan Ageng dapat ditangkap dan diasingkan hingga beliau wafat.

Baca Juga : Peninggalan Sejarah Peradaban Agama Islam di Indonesia