Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Khitbah: Cara Mengajukan, Perempuan yang boleh Dipinang dan Melihat Calon Istri/Suami

Daftar Isi [Tampilkan]
Pengertian Khitbah: Cara Mengajukan, Perempuan yang boleh Dipinang dan Melihat Calon Istri/Suami
pixabay

Meminang atau Khitbah 

Sebelum seseorang melangsungkan pernikahan, biasanya diawali terlebih dahulu dengan lamaran dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai langkah awal persiapan untuk pernikahan. Lamaran atau pinanangan bukan sesuatu yang menjadi wajlb hukumnya. Hal ini menurut pendapat jumhur ulama' yang didasarkan pada pinangan nikah yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw. Tetapi Dawud berpendapat bahwa pinangan hukumnya wajib. 

Khitbah adalah melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan untuk mengikat perjodohan, dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan sebagai calon isterinya. 

Dalil yang membolehkan pinangan sebagaimana firman Allah SWT surat Al Baqarah ayat 235:

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا عَرَّضْتُمْ بِهٖ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاۤءِ اَوْ اَكْنَنْتُمْ فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ 

235.  Tidak ada dosa bagimu atas kata sindiran untuk meminang perempuan-perempuan atau (keinginan menikah) yang kamu sembunyikan dalam hati. …

Cara mengajukan pinangan

Cara mengajukan pinangan kepada gadis atau janda menurut ajaran Islam dengan dua cara, yaitu

  1. Shorih (Terang-terangan) yaitu pinangan kepada gadis atau janda yang sudah habis masa iddahnya dinyatakan secara terang-terangan. Artinya bahwa perempuan yang dipinang akan dijadikan istrinya dengan berbicara langsung kepadanya. 
  2. Kinayah (Sindiran) yaitu pinangan kepada janda yang masih ada dalam masa iddah thalaq bain atau ditinggal mati suami, tidak boleh dinyatakan secara terang-terangan. Pinangan kepada mereka hanya boleh dilakukan secara sindiran saja. 

Perempuan yang boleh dipinang 

Perempuan-perempuan yang boleh dipinang itu ada beberapa macam, yaitu

  1. Perempuan yang bukan istri orang lain
  2. Bukan dalam masa iddah,
  3. Bukan pula dalam pinangan orang lain, boleh dipinang dengan sindiran atau terus terang, sebagaimanasabda nabi SAW

Artinya "Janganlah salah saorang diantara kamu meminang atas pinangan saudaranya, kecuali pinangan sebelumnya meninggalkan pinangan itu atau memberikan ijin kepadanya (HR. Bukhari dan Muslim) 

Sedangkan perempuan yang tidak boleh dipinang, baik secara sindiran apalagi dengan cara terang terangan yaitu perempuan dalam status istri orang lain atau masih dalam iddah raj'i.

Adapun perempuan yang bukan dalam iddah raj'i boleh dipinang yaitu : perempuan yang dalam iddah wafat boleh dipinang dengan sindiran tetapi tidak dengan terus terang, perempuan beriddah thalaq tiga (bain kubra) dan perempuan yang beriddah karena thalaq bain sughra atau karena sebab fasakh. 

Haram hukumnya meminang perempuan yang telah dipinang orang lain, jika perempuan itu telah menerima pinangannya dan walinya dengan terang-terangan telah mengijinkannya. Tetapi jika perempuan yang telah dipinang orang lain itu jelas menolaknya, maka boleh ia meminang perempuan tersebut. 

Mengenai pinangan atas pinangan orang lain, larangan terhadap hal ini telah diriwayatkan dengan shahih dari Nabi Saw. Kemudian fuqaha berselisih berpendapat, apakah larangan tersebut menunjukkan rusaknya perbuatan yang dilarang atau tidak? Jika menunjukkan rusaknya perbuatan tersebut, maka dalam kondisi bagaimanakah dapat berlaku?

Dawud berpendapat bahwa perkawinan batal. Syafi'i dan Abu Hanifah tidak batal. Ibnul Qayim berpendapat, maksud larangan tersebut, jika seorang yang shaleh mmeminang di atas pinangan orang yang shaleh pula. Sedang apabila meminang pertama tidak baik, sedangkan peminang kedua baik maka Pinangan semacam ini dibolehkan. 

Melihat Calon Isteri atau Suami 

Melihat perempuan yang akan dinikahi dianjurkan bahkan disunnahkan oleh agama. Karena meminang istri merupakan pendahuluan pernikahan. Sedangkan melihat calon isteri untuk mengetahui penampilan dan kecantikannya dipandang perlu untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang Bahagia.

Ada beberapa pendapat tentang batas kebolehan melihat seorang perempuan yang akan dipinang. Jumhur ulama berpendapat boleh melihat wajah dan kedua telapak tangan, karena dengan demikian akan dapat diketahui kehalusan tubuh dan kecantikannya. 

Menurut Abu Dawud berpendapat boleh melihat seluruh badan, karena dengan melihat seluruhnya seseorang dapat mengetahui bahwa calon istrinya itu termasuk wanita baik, dari segi fisik dan juga kecantikannya. 

Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah membolehkan melihat dua telapak kaki, muka dan telapak tangan. 

Mughirah bin Syu'ban telah meminang seorang perempuan, kemudian Rasulullah bertanya kepadanya, Apakah engkau telah melihatnya? Mughirah berkata "Belum" Rasulullah bersabda : 

Artinya: Amat-amatilah perempuan itu, karena hal itu akan lebih membawa kepada kedamaian dan kemesrasaan kamu berdua" (H.R Thurmudzi) 

Silang pendapat ini disebabkan dalam persoalan ini terdapat suruhan untuk melihat wanita secara mutlak, terdapat pula larangan secara mutlak, dan ada pula suruhan yang bersifat terbatas, yakni pada muka dan dua telapak tangan, berdasarkan pendapat kebanyakan ulama berkenaan dengan firman Allah surat An Nur ayat 31:

وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا 

31.  dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat.