Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah dan I'tiqadnya

Daftar Isi [Tampilkan]
ahlussunnah wal jamaah
Sumber: Pixabay

Pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah 

Secara etimologi, arti Ahlussunnah wal jamaah adalah terdiri dari tiga kata: 

1. Ahlun 

Menurut KH Siradjuddin Abbas, kata ahlun artinya golongan, keluarga atau orang yang mempunyai atau orang yang menguasai, misalnya: 

اَهْلُ الْبَيتِ / Ahlul bait adalah keluarga atau kaum kerabat 

اَهْلُ الْاَمْرِ artinya orang yang mempunyai urusan atau penguasa 

Menurut Muhammad Idrus Ramli ahlun adalah keluarga, pengikut atau golongan. Sedangkan menurut Fairuzabad ahlun adalah pemeluk aliran atau pengikut madzhab. Sedangkan menurut menurut Ahmad Amin, kata ahlun jika dikaitkan dengan as-sunnah mempunyai arti orang yang berpaham sunni (assuniyyah). 

Di dalam al Qur'an, kata ahlun disebutkan lebih dari 100 kali yang maknanya tidak terlepas dari pengertian secara kebahasaan di atas. 

2. As Sunnah 

Secara KH. Hasyim Asy'ari mengartikan as Sunnah sebagai thariqah (jalan). Yaitu, jalan yang diridhai dalam menempuh agama sebagaimana yang telah ditempuh oleh Rasulullah atau oleh mereka yang memiliki otoritas sebagai panutan di dalam masalah agama seperti para sahabat Nabi Saw. 

Menurut DR. KH. Asep Syaefuddin Chalim MA, kata as Sunnah memiliki arti at-thariqah (jalan dan perilaku), Sedangkan menurut KH Siradjuddin Abbas, kata as Susnah artinya apa yang datang dari Rasulullah Saw. yang meliputi perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan ketetapan (taqrir) Nabi. 

Semetara Dr. Achmad Muhibbin Zuhri mengartikan as Sunnah sebagai konsistensi terhadap tradisi nabi dan sahabat. Prof. DR. KH. Said Aqil Siradj MA, mengartikan as Sunnah mempunyai makna al Hadis.

As Sunnah juga bermakna at thariqah (jalan). Dengan demikian Ahlussunnah adalah merupakan jalan (thariqah) para sahabat Nabi dan tabi'in. Di dalam al Qur'an, kata as Sunnah disebutkan 13 kali. 

3. Al Jamaah

Menurut KH Siradjuddin Abbas, kata al Jamaah artinya kumpulan atau kelompok. Yang dimaksud jamaah adalah para sahabat Rasulullah Saw. terutama adalah khulafa'ur rasyidin. Yakni, Abu Bakar as-Shidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. 

Dr. Achmad Muhibbin Zuhri mengartikan al jamaah sebagai semangat integrasi untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang menyeret kepada terjadinya disintegrasi (perpecahan). Sedangkan Ibrahim Anis, mengartikan al Jamaah sebagai sekumpulan orang yang memiliki tujuan. 

Menurut Prof. Dr. KH Said Aqil Siradj MA, kata al Jamaah artinya sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Kata jama'ah dapat dijumpai dalam beberapa hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad dan sebagainya. 

Jadi, secara istilah Ahlussunnah Wal jamaah artinya kaum atau golongan yang mengikuti serta mengamalkan ajaran agama Islam yang murni sesuai yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya. Kaum Ahlussunah Wal jamaah juga dikatakan kaum yang menganut 'itiqad sebagaimana 'itiqadnya Nabi Saw. dan sahabat-sahabat beliau. 

Sedangkan Prof. DR KH. Said Aqil Siradj MA, mendefiniskan Ahlussunnah Wal jamaah adalah orang yang orang yang memiliki metode befikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan dan toleransi

Sementara Muhammad Idrus Ramli mendefinisikan kata Ahlussunnah Wal jamaah sebagai aliran yang diikuti oleh mayoritas kaum muslimin (assawadul a'dham). 

Dalam Qonun Asasi Nahdhatul Ulama (NU), disebutkan bahwa Ahlussunnah Wal jamaah sebagai pahamkeagamaan yang mengikuti salah satu madzhab empat (Maliki, Syafi'i, Hanafi, Hambali) untuk bidang fiqh, mengikuti Abu Hasan al Assyari dan Abu Manshur al Maturidi untuk bidang akidah, dan mengikuti al Ghazali dan al Junaidi al Baghdadi untuk bidang akhlak. 

I'tiqad Nabi dan sahabat-sahabat itu telah termaktub di dalam al-Qur'an dan Sunah Nabi secara terpencar-pencar, belum tersusun secara teratur dan rapi, I’tiqad itu kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang 'ulama Ushuluddin yang besar, yaitu Syekh Abu Hasan al Asy'ari (260 H - 324 H). 

Karena itu, ada yang memberi nama kaum Ahlussunnah Wal jamaah dengan nama kaum 'Asy'ariyah, jama' dari 'Asy'ari. Hal ini dikaitkan kepada Imam Abu Hasan al Asyari. 

Menurut kitab "Ithaf as-Sadatul Muttaqin" karya Imam Muhammad bin Mumahammad al Husni az Zabidi yang merupakan kitab syarah Ihya' "Ulumuddin" karya Imam Ghazali yang dikutip KH Siradjuddin Abbas dalam bukunya I'tiqad Ahlussunah Waljama'ah disebutkan bahwa Ahlussunnah Wal jamaah adalah pengikut rumusan paham Asyjari dan paham Abu Manshur al Maturidi. 

Abu Manshur al Maturidi adalah seorang 'ulama Ushuluddin yang ijtiqadnya hampir sama dengan Abu Hasan al Asyari. Beliau wafat tahun 333 H. terpaut 9 tahun dari Abu Hasan al Asyari. 

Lahirnya paham Ahlussunnah Waljama'ah sepertinya berangkat dari hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan Imam Thabrani. 

Artinya: "Rasulullah Saw. bersabda: "Demi Tuhan yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku nanti akan pecah menjadi 73 golongan, satu golongan masuk surga dan yang 72 golongan akan masuk neraka, seorang sahabat bertanya, "Siapakah mereka yang masuk surga itu, ya Rasulallah?" Rasul menjawab, "Mereka itu adalah Ahlussunah Waljama'ah." (HR Imam Thabrani). 

Prof. DR. KH Said Aqil Siradj MA, berpendapat, bahwa Ahlussunnah Wal jamaah lahir di tengah maraknya pertikaian antar faksi politik (firqah) yang dibungkus dengan sampul akidah. Kelahiran Ahlussunnah Wal jamaah dimulai dengan munculnya sebagian tabi'in yang sejuk, moderat, tidak terlalu ekstrim dan tidak mau terseret terlalu jauh dalam aktifitas politik praktis. 

Kemoderatan Ahlussunah Waljama'ah tercermin pada metode pengambilan hukum (istinbath) yang menggunakan nas (al Qur'an-Hadis) dan memperhatikan posisi akal. Dalam wacana berfikir selalu menjembatani antara wahyu dengan rasio (al-ra'yu). 

Metode ini diimplementasikan oleh Imam Madzhab empat serta generasi lapis berikutnya dalam menelorkan hukum-hukum pranata sosial. 

Ahlussunah Waljama'ah menganut sikap netral dalam berpolitik. Ahlussunah Waljama'ah tidak terlalu membenarkan kelompok garis keras (ekstrim). Akan tetapi jika berhadapan dengan penguasa yang lalim, Ahlussunah Waljama'ah tidak segan-segan mengambil jarak, namun jika pemerintah tidak lalim Ahlussunah Waljama'ah bisa mengadakan aliansi. 

Sikap Ta'adul (keseimbangan) Ahlussunah Wal jamaah tercermin pada kiprah mereka dalam kehidupan sosial dan budaya di masyarakat. Sedangkan sikap toleran (tasamuh) tampak dalam pergaulan sesama muslim yang tidak mudah mengkafirkan ahli qiblat. Ahlussunah Waljama'ah senantiasa bertasamuh dengan sesama muslim maupun umat manusia pada umumnya. 

Ahlussunah Waljama'ah tidak mudah menuduh seseorang kafir. Aktifitasnya lebih bersifat kultural (tsaqafiyyah), ilmiah dan berusaha mencari jalan kebenaran secara jernih. Komunitas ini dipelopori oleh Imam Abu Said Hasan ibnu Abi Hasan Yasar al Bashri (Hasan Bashri) serta para tabi'in lain. 

Sikap Hasan Bashri inilah yang kemudian direduksi sebagai pemikiran Ahlussunnah Wal jamaah. Karena realitas sikap dan pemikiran Hasan Bashri adalah refleksi seorang sunni. Dengan demikian, semenjak beliaulah sebenarnya pemikiran Ahlussunah Waljama'ah itu dimulai.

I’tiqad Paham Ahlussunnah Wal Jamaah

Paham ahlussunnah wal jamaah memiliki I’tiqad yang sejalan dengan I’tiqad Rasulullah dan para sahabat Nabi Saw. Karakteristik i'tiqad paham Ahlussunah Waljama'ah adalah moderat (tawasuth), memlih jalan kebenaran dan menjaga keseimbangan dalam segala aspek (tawazun). Diantara i'tiqad paham Ahlussunnah Wal jamaah adalah: 

  1. Iman yang sempurna ialah membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengerjakan dengan anggota badan. 
  2. Tuhan itu ada, namanya Allah, dan ada 99 nama Allah. 
  3. Tuhan mempunyai sifat banyak sekali yang disimpulkan sifat Jalal (keagungan), sifat Jamal (keindahan) dan sifat Kamal (kesempurnaan). 
  4. Tuhan mempunyai 20 sifat wajib dan satu sifat jaiz. 
  5. Tuhan punya malaikat, rasul dan kitab 
  6. Meyakini bahwa hari kiamat akan datang. 
  7. Meyakini qadha dan qadar
  8. Al Qur'an adalah kalam Allah yang qadim, al Qur'an bukan makhluk. 
  9. Rejeki seluruh manusia sudah ditentukan dalam azal, tetapi manusia tetap berkewajiban mencari rejeki. 
  10. Ajal manusia sudah ditentukan dalam azal, tetapi manusia tetap berkewajiban berikhtiar berobat ketika sakit. 
  11. Anak orang kafir yang meninggal kecil, masuk surga. 
  12. Ziarah kubur hukumnya sunah. 
  13. Do'a orang mu'min memberi manfaat baginya dan bagi yang didoakan. 
  14. Pahala wakaf, sedekah dan pahala bacaan (tahlil, shalawat, istighfar, tasbih, ayat al-Qur'an) boleh dihadiahkan kepada orang mati, dan sampai kepada mereka jika dimohonkan kepada Allah untuk menyampaikannya
  15. Berdoa secara langsung atau berdoa dengan tawassul (wasilah/perantara) sunah hukumnya. 
  16. Masjid di seluruh dunia sama derajatnya, kecuali tiga masjid. Yaitu: Masjidil Haram di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis Palestina yang memiliki derajat lebih tinggi, 
  17. Bangkit sesudah mati hanya satu kali. 
  18. Tuhan Allah dapat dilihat oleh penduduk surga dengan mata kepala, bukan dengan mata hati saja. 
  19. Nabi Muhammad Saw. Isra' dan Mi'raj dengan tubuh dan ruhnya. 
  20. Nabi Muhammad Saw. memberi syafa;at (bantuan) nanti di akhirat kepada seluruh manusia. 
  21. Sesudah Nabi Muhammad wafat, pengganti beliau adalah Abu Bakar as Shiddiq, Umar bin Khatthab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. 
  22. Nabi Muhammad adalah nabi akhir zaman atau nabi penghabisan. Tidak ada nabi lagi setelah beliau. 
  23. Dosa ada dua. Yakni: dosa kecil dan dosa besar. 
  24. Surga dan neraka bersama penduduknya akan kekal selama-lamanya. 
  25. Mempercayai adanya 'Arsy, yaitu suatu benda makhluk Tuhan yang dijadikan dari Nur, terletak di tempat yang tinggi dan mulia.