Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Riya' : Dalil Al Quran & Hadits, Bentuk, Akibat dan Cara Menghindarinya

Daftar Isi [Tampilkan]

 Akhlak kepada Allah adalah sikap dan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada Allah dan semua sikap atau perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh manusia terhadap Allah. Semua sikap atau perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh manusia terhadap Allah disebut akhlak tercela (akhlak madzmumah), pada pembahasan kali ini akan membahas mengenai salah satu akhlak madzumamah yaitu Riya’. Apa itu Riya’?

Pengertian Riya’

Kata Riya’ berasal dari bahasa Arab yaitu اَلرِّياءُ yang berarti memperlihatkan atau pamer, yaitu memperlihatkan sesuatu kepada orang lain, baik barang maupun perbuatannya agar orang lain yang melihatnya itu memujinya.

Sedangkan menurut Imam Ghazali kata riya’ berasal dari kata ru’yah yang berarti melihat, maksudnya ingin dilihat orang lain supaya medapat penghormatan atau pujian.

Kata lain yang mempunyai arti serupa dengan riya’ adalah sum’ah. Kata sum’ah berasal dari kata sama’ yang artinya mendengar, memperdengarkan, atau menceritakan (amal kebaikan).

Pengertian riya’ secara istilah adalah perbuatan yang suka memperlihatkan diri dalam melakukan perbuatan baik, agar ia mendapat pujian atau sanjungan dari orang lain.

Sedangkan sum’ah adalah sifat suka menceritakan amal perbuatannya agar didengar oleh orang lain, dengan maksud agar mendapat pujian atau simpati.

Jadi antara riya’ dan sum’ah mempunyai kesamaan yaitu sama-sama tidak ikhlas (bukan karena Allah) dan mempunyai maksud agar dipuji oleh orang lain.

Sedangkan perbedaan antara riya’ dan sum’ah adalah jika riya’ dengan memperlihatkan sedangkan sum’ah dengan memperdengarkan (menceritakan agar didengar) kebajikannya kepada orang lain.

Beberapa ulama’ berpendapat mengenai riya’, antara lain :

1. Imam al Barkawi

Menurut Imam al Barkawi (seorang ahli Tasawuf) mengatakan bahwa riya’ adalah mencari manfaat duniawi dengan cara menampilkan ukhrawi serta segala hal yang mencerminkan amal tersebut dan penampilan itu sengaja dilakukan supaya dilihat orang lain.

2. Ikrimah

Menurut Ikrimah, bahwa sesungguhnya Allah memberi manusia atas niatnya, tidak seperti yang diberikan kepadanya atas amalnya, karena niat lebih mantap dari pada perbuatan yang di dalamnya ada riya’nya.

3. Imam Ghazali

Menurut Imam Ghazali, riya’ itu berhubungan dengan ibadah kepada Allah. Riya’ tidak berhubungan dengan masalah muamalah. Misalnya jika perasaan ingin dipuji itu misalnya dalam hal mencari nafkah (harta/prestasi) maka hal itu tidaklah haram dan menyesatkan. Tetapi jika ingin dipuji orang lain itu dalam hal ibadah kepada Allah maka hukumnya haram dan menyesatkan. 

Jika seseorang dalam mencari nafkah (bekerja) dengan baik walaupun ia punya niat ingin dipuji atasannya maka hal itu tidaklah berpengaruh pada mendapat pahala atau tidak, karena orientasinya memang dalam rangka mencari rezeki.

Mungkin dengan mendapatkan pujian dari atasan (orang lain) ia akan semakin giat bekerja dengan demikian gaji yang diterimanya akan dinaikkan oleh atasannya sehingga rezekinya bertambah.

Hal ini dapat dapat dihubungkan pada masa sekarang ini, yaitu dengan adanya iklan atau promosi. Dalam iklan atau promosi, jelas terjadi proses memamerkan kelebihan sesuatu agar orang lain kagum lalu tertarik dan akhirnya membeli atau memilih (seperti dalam pemilu atau pilkada).

Dalil tentang Riya’

1. Q.S. Al Baqarah ayat 264 :

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُبۡطِلُواْ صَدَقَـٰتِكُم بِٱلۡمَنِّ وَٱلۡأَذَىٰ كَٱلَّذِى يُنفِقُ مَالَهُ ۥ رِئَآءَ ٱلنَّاسِ وَلَا يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ‌ۖ فَمَثَلُهُ ۥ كَمَثَلِ صَفۡوَانٍ عَلَيۡهِ تُرَابٌ۬ فَأَصَابَهُ ۥ وَابِلٌ۬ فَتَرَڪَهُ ۥ صَلۡدً۬ا‌ۖ لَّا يَقۡدِرُونَ عَلَىٰ شَىۡءٍ۬ مِّمَّا ڪَسَبُواْ‌ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِى ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَـٰفِرِينَ (٢٦٤)
Artinya : Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan [pahala] sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti [perasaan si penerima], seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih [tidak bertanah]. Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q.S. Al Baqarah : 264)

Ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu tanda orang yang riya’ adalah dengan menyebut-nyebutkan kebaikannya (baik berupa sedekah maupun lainnya) agar dipuji oleh orang lain, maka dia tidak dapat mendapat pahala sama sekali, bagaikan sebutir debu di atas batu licin kemudian ditimpa hujan lebat, maka lenyaplah debu tersebut dari batu itu.

Hal itu berarti orang yang melakukan suatu amal sholeh yang disertai riya’ akan percuma, tidak mendapatkan apa-apa di akhirat.

2. Q.S. Al Ma’uun ayat 1 – 7 :

أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِى يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ (١) فَذَٲلِكَ ٱلَّذِى يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ (٢) وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ (٣) فَوَيۡلٌ۬ لِّلۡمُصَلِّينَ (٤) ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِہِمۡ سَاهُونَ (٥) ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ (٦) وَيَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ (٧)
Artinya : Tahukah kamu [orang] yang mendustakan agama? (1) Itulah orang yang menghardik anak yatim, (2) dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (3) Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (4) [yaitu] orang-orang yang lalai dari shalatnya, (5) orang-orang yang berbuat riya’. (6) dan enggan [menolong dengan] barang berguna. (7)

Ayat di atas menjelaskan bahwa celakalah orang yang melakukan shalat jika hanya ingin dilihat oleh orang lain, dan akan meninggalkan shalatnya jika orang lain tidak melihatnya.

Walaupun tidak ada orang yang melihatnya tetapi Allah maha tahu terhadap apa yang kita lakukan. Maka orang tersebut diancam oleh Allah dengan siksa neraka di akhirat kelak.

3. Q.S. An Nisaa’ ayat 142

إِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِينَ يُخَـٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَـٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلاً۬ (١٤٢)
Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya [dengan shalat] di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (Q.S. An Nisa : 142)

Orang yang melakukan shalat bukan karena Allah atau karena bermaksud dipuji orang lain, berarti telah menipu Allah.

4. Q.S. Ali Imran ayat 188

لَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَفۡرَحُونَ بِمَآ أَتَواْ وَّيُحِبُّونَ أَن يُحۡمَدُواْ بِمَا لَمۡ يَفۡعَلُواْ فَلَا تَحۡسَبَنَّہُم بِمَفَازَةٍ۬ مِّنَ ٱلۡعَذَابِ‌ۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ۬ (١٨٨)
Artinya : Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih. (Q.S. Ali Imran : 188)

Ayat di atas menerangkan bahwa orang yang melakukan perbuatan riya’ akan disiksa di neraka kelak pada hari kiamat.

5. Q.S. Asy Syuura ayat 20

مَن كَانَ يُرِيدُ حَرۡثَ ٱلۡأَخِرَةِ نَزِدۡ لَهُ ۥ فِى حَرۡثِهِۦ‌ۖ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرۡثَ ٱلدُّنۡيَا نُؤۡتِهِۦ مِنۡہَا وَمَا لَهُ ۥ فِى ٱلۡأَخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ (٢٠)
Artinya : Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (Q.S. Asy Syuura : 20)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang yang beribadah bukan karena Allah di akhirat tidak mendapat balasan apa-apa, karena balasannya sudah diambil saat di dunia, yaitu dengan dipuji, disanjung oleh orang lain sehingga ia memperoleh kemasyhuran.

6. Riya’ berarti telah menyekutukan Allah, sebagaimana hadits Nabi saw.

مَنْ صَامَ يُرَاِى فَقَدْ اَشْرَكَ, وَمَنْ صَلَّى يُرَاِيْ فَقَدْ اَشْرَكَ, وَمَنْ تَصَدَّقَ يُرَاِي فَقَدْ اَشْرَكَ

Artinya : Barang siapa berpuasa dengan riya’ (supaya diketahui oleh orang lain), maka ia telah (menyekutukan dengan selain Aku). Dan barang siapa yang telah sholat dengan riya’, maka ia telah menyekutukan dengan selain Aku; dan barang siapa yang bersedekah dengan riya’, maka ia telah menyekutukan dengan selain Aku.

7. Orang yang memperbaiki sholatnya ketika orang banyak melihatnya, dan mengabaikan sholatnya saat ia sendirian, maka berarti ia menghina Tuhan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad :

مَنْ اَحْسَنَ الصَّلَاةَ حَيْثُ يَرَاهُ النَّاسُ وَأَسَاءَالصَّلَاةَ حَيْثُ يَخْلُوْ, فَتِلْكَ اِسْتِهَانَةٌ اِسْتَهَانَ بِهَا رَبَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى

Artinya : Barangsiapa yang memperbaiki sholat ketika orang banyak melihat(nya), dan mengabaikan shalat apabila sendirian (tidak ada orang yang memperhatikannya), maka itulah suatu penghinaan yang menghina Tuhan Allah Tabaaroka wata’aala.

8. Semua amal perbuatan yang bukan karena Allah akan dilempar ke neraka jahannam, sebagaimana sabda Nabi Muhammad :

اِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ جِئَ بِالدُّنْيَا فَيُمَيِّزُ مِنْهَا مَاكَانَ لِلّهِ وَمَاكَانَ لِغَيْر اللّهِ رُمِىَ بِهِ فِى نَارِ جَهَنَّمَ (رواه البيهقى)

Artinya : Apabila kiamat telah terjadi, maka dunia didatangkan, maka kemudian dibeda-bedakan hal-hal yang didasarkan karena Allah, dan hal-hal yang bukan karena Allah dilemparkan ke neraka jahannam. (H.R. Baihaqi)

9. Riya’ tergolong syirik kecil, sebagaimana sabda Nabi Muhammad :

اَخْوَفُ مَا اَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ فَسُئِكَ عَنْهُ فَقَالَ الرِّيَاءُ (رواه أحمد)

Artinya : Sesuatu yang amat kutakuti yang akan menimpa kalian ialah syirik kecil, Nabi ditanya tentang hal itu, maka beliau menjawab ialah riya’ (H.R. Ahmad)

Bentuk-Bentuk Perbuatan Riya’

Sebenarnya para pelaku perbuatan riya’ adalah orang yang mengerjakan ibadah. Tetapi dalam beribadah ia tidak karena Allah, tetapi karena yang lain. 

Riya’ berkaitan dengan niat. Karena niat berada dalam hati seseoorang maka yang mengetahui seseorang itu riya’ atau tidak saat melakukan amal shaleh adalah Allah dan orang itu sendiri. Sedangkan orang lain tidak tahu.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah menceritakan contoh-contoh bentuk riya’ yang dibungkus dengan amal kebaikan, yang artinya :

“Rasulullah bersabda, “Pertama yang akan diputuskan pada hari kiamat, 1) Seorang mati syahid, maka dihadapkan dan ditanya beberapa nikmat Tuhan, setelah diakui, ditanya : Apakah perbuatanmu terhadap nikmat itu ? Jawabnya : Saya telah berjuang untuk-Mu hingga mati syahid, Tuhan menjawab : Dusta kau, kau berjuang supaya dikenal pahlawan dan keberanianmu. Dan hal itu sudah menjadi kenyataan. Kemudian diseret ke dalam api neraka. 2) Seorang pelajar yang telah pandai dan mengajar serta membaca Al Quran, ketika dihadapkan, ditanya tentang nikmat-nikmat Tuhan dan setelah mengakuinya, ditanya : Apakah perbuatanmu itu semua ? Jawabnya : Saya telah mempelajari ilmu dan mengajarkannya dan membaca Al Quran untuk-Mu. Tuhan menjawab : Dusta kau, kau belajar supaya dikenal sebagai seorang alim, dan membaca Al Quran supaya dikenal sebagai qari’, dan hal itu sudah menjadi kenyataan. Kemudian diseret ke dalam api neraka. 3) Seorang hartawan yang memiliki berbagai macam jenis kekayaan, ketika dihadapkan ditanya berbagai nikmat Tuhan kepadanya, dan ketika telah mengakui, ditanya : Apakah kerjamu semua dalam semua itu ? Jawabnya : Tiada suatu jalanpun Kau anjurkan membelanjai, melainkan sudah saya belanjai semata-mata untuk-Mu. Tuhan menjawab : Dusta kau, kau berbuat supaya dikenal dermawan. Dan hal itu sudah menjadi kenyataan. Kemudian diseret ke dalam api neraka.

Berdasarkan hadits di atas, maka dapat kita jadikan acuan untuk mengoreksi apakah ibadah yang kita lakukan selama ini karena Allah atau bukan.

Hanya diri kita sendiri yang tahu dan Allah yang maha tahu. Dan bukan hanya seperti yang diceritakan oleh Nabi saja, carilah contoh dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan perbuatan riya’ terutama apa yang selama ini kita lakukan.

Akibat Perbuatan Riya’

Berdasarkan berbagai dalil tentang riya’ yang telah kita bahas di depan, bahwa perbuatan riya’ berakibat buruk bagi kita sendiri, tidak bagi orang lain. Adapun akibat buruk dari perbuatan riya antara lain :

  1. Dapat menghapus pahala dari perbuatan baik yang kita lakukan (Q.S. Al Baqarah ayat 264)
  2. Akan mendapat siksa di neraka (Q.S. Ali Imran ayat 188 dan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi)
  3. Waktu dan tenaga dibuang percuma
  4. Dapat mengantarkan pada syirik (meskipun syirik kecil)
  5. Batinnya tidak tenang, karena berbuat baik hanya menunggu jika ada orang yang melihatnya

Cara Menghindari Perbuatan Riya

Kebalikan dari riya’ adalah ikhlas. Ikhlas merupakan perbuatan yang semata-mata karena Allah. Oleh karena riya’ merupakan penyakit hati, maka kita harus berusaha untuk menghindarinya, antara lain dengan cara :

  1. Menata niat sebelum melaksanakan suatu ibadah, yaitu dengan niat karena Allah semata
  2. Jangan merasa bangga jika ada orang lain yang memuji tentang amal baik yang telah kita lakukan
  3. Jangan merasa kecewa atau naik pitam, jika ada orang lain meremehkan ibadah yang telah kita lakukan, karena penilaian yang hakiki adalah penilaian dari Allah semata
  4. Jangan suka memuji kebaikan orang lain secara berlebihan, nanti ia akan terjerumus ke dalam riya’ dalam setiap amal baiknya
  5. Berlatihlah untuk sembunyi-sembunyi dalam bersedekah, untuk menghindari sanjungan dari orang lain
  6. Takutlah akan ancaman Allah terhadap orang yang riya’.

Kesimpulan

Perbuatan riya’ merupakan perbuatan yang memperlihatkan amal kebaikan diri sendiri dengan niat supaya mendapatkan pujian dari orang lain. Riya’ adalah salah satu akhlak tercela (akhlak madzmumah) yang sangat dibenci oleh Allah, karena bisa menghilangkan pahala amal kebaikan yang sudah kita lakukan dan juga termasuk ke dalam syirik kecil.