Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUNNAH DAN BIDAH

Daftar Isi [Tampilkan]

Sunnah dan Penerapannya

Sunnah secara Bahasa (etimologis) bermakna perilaku atau cara berprilaku, baik cara yang terpuji maupun yang tercela. Ada sunnah yang baik dan ada sunnah yang buruk, seperti yang diungkapkan oleh hadis sahih yang diriwayatkan oleh Muslim, yang artinya:

Barangsiapa membiasakan (memulai atau menghidupkan suatu perbuatan baik dalam Islam, dia akan mendapatkan pahala dari perbuatannya itu dan pahala dari perbuatan orang yang mengikuti kebiasaan baik itu setelahnya dengan pahala yang sama sekali tidak lebih kecil dari pahala orang-orang yang mengikuti melakukan perbuatan baik itu. Sementara, barangsiapa yang membiasakan suatu perbuatan buruk dalam Islam, ia akan mendapatkan dosa atas perbuatannya itu dan dosa dari perbuatan orang yang melakukan keburukan yang sama setelahnya dengan dosa yang sama sekali tidak lebih kecil dari dosa-dosa yang ditimpakan bagi orang-orang yang mengikuti perbuatannya itu” (H.R. Muslim)

Kata sunnah dalam pengertian istilah (terminology) fuqaha adalah salah satu hukum syariat dianjurkan dan didorong untuk dikerjakan. Sunnah adalah sesuatu yang diperintahkan oleh syariat agar dikerjakan, namun dengan perintah yang tidak kuat dan tidak pasti, sehingga orang yang mengerjakannya akan mendapatkan pahala dan orang yang tidak mengerjakannya tidak mendapatkan dosa.

Menurut para ahli ushul fiqih, sunnah adalah apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw. berupa ucapan, perbuatan, atau persetujuan. Dalam pandangan ulama, sunnah adalah salah satu sumber dari berbagai sumber syariat, sehingga keberadaannya ia bergandengan dengan Alquran.

Sunnah disebut juga sebagai dasar kedua setelah Alquran yang mempunyai peran penting dalam membimbing umat sebagai dasar hidup setelah Alquran. Untuk itu, Nabi Muhammad saw. Memerintahkan kepada umat manusia untuk senantiasa berpegang kepada sunnah.

Dengan demikian pengertian sunnah dan hadis adalah sama yaitu segala sesuatu yang dihubungkan dengan Nabi Muhammad saw. Berupa pernyataan, perbuatan, penetapan, sifat, perangai, perilaku, atau perjalanan hidup. Contoh dari sunnah ini adalah penjelasan Nabi Muhammad tentang Islam, iman, dan ihsan kepada para sahabatnya.

Berpegang teguh pada sunnah akan menyatukan umat sehingga menjadi satu barisan yang kokoh dibimbingan kebenaran yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad. Disinilah pentingnya sunnah harus dijaga dan dipegang teguh karena penekanan sunnah terletak pada jalan Nabi Muhammad dan para sahabatnya baik ilmu, amal, akhlak, atau segi kehidupan lainnya yang semuanya bermuara pada akidah Islamiyah.

Bidah

Bidah adalah segala sesuatu yang diada-adakan dalam bentuk yang belum ada contohnya dari Nabi Muhammad. Maksudnya segala perbuatan dalam ajaran agama yang diada-adakan tanpa landasan syariat Islam.

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan bidah. Imam Syafi’I mengatakan bahwa bidah adalah segala hal baru yang terdapat setelah masa Rasulullah dan khulafaurrasyidin.

Ibn Rajab Al-Hanbali, seorang fuqaha Hanbali mendefinisikan bidah sebagai sesuatu yang baru yang tidak ada dasar syariatnya.

Sedangkan Al-Syatiby seorang fuqaha Maliky menyatakan bahwa yang disebut bidah adalah suatu tarekat atau metode yang diciptakan menyerupai syariat ajaran agama untuk dikerjakan sebagai ibadah kepada Allah.

Dari aspek kajian ushul fiqih, bidah diklasifikasikan menjadi dua bagian.

  1. Pertama, bidah meliputi segala sesuatu yang diada-adakan dalam bidang ibadah saja. Bidah dalam pengertian ini adalah segala urusan yang sengaja diada-adakan dalam agama yang dipandang menyamai syariat agama dan cara mengerjakannya secara berlebihan dalam beribadah kepada Allah.
  2. kedua, bidah meliputi segala urusan yang sengaja diada-adakan dalam agama, baik yang berkaitan dengan urusan ibadah maupun yang terkait dengan adat.

Sedang dari aspek fiqih, bidah adalah perbuatan tercela yang diada-adakan dan bertentangan dengan alquran, sunnah maupun ijmak. Bidah inilah yang dilarang oleh ajaran Islam baik berupa perkataan maupun perbuatan. Di samping itu bidah juga meliputi segala perbuatan yang diadakan setelah wafatnya Rasulullah yang meliputi perbuatan ibadah atau adat.

Oleh karena itu agar amal ibadah seseorang diterima oleh Allah maka harus dipenuhi dua hal, yaitu:

  1. Meniatakan amal perbuatannya semata demi Allah
  2. Amal ibadahnya itu dilakukan sesuai dengan tuntutan syariat

Dalam masalah beribadah, kita harus melengkapi dua hal, yaitu niat hanya semata untuk Allah dan mutabaah, yaitu beribadah dengan mengikuti cara yang diajarkan dalam Alquran dan oleh Rasulullah. Ukuran ibadah yang benar harus jelas, yaitu mengikuti tuntunan Rasulullah.

Dengan demikian, perbuatan bidah hanya terjadi dalam bidang agama. Oleh karena itu, salah besar orang yang menyangka bahwa perbuatan bidah juga dapat terjadi dalam perkara-perkara adat kebiasaan sehari-hari. Karena, hal-hal yang biasa kita jalani dalam keseharian kita, tidak termasuk pembicaraan bidah. Bisa jadi hal itu adalah sesuatu yang baru, tetapi tidak dapat dinilai sebagai bidah dalam agama.

Sangat penting bagi kita mengetahui apa yang dimaksud dengan sunnah dan apa yang dimaksud dengan bidah. Jangan sampai keliru dalam memandang perbuatan Rasulullah saw. Sebagian orang ada yang menganggap bahwa seluruh apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. adalah sunnah. Padahal yang benar adalah bahwa perbuatan Nabi Muhammad saw. yang termasuk sebagai sunnah hanyalah perbuatan yang ditujukan oleh beliau sebagai perbuatan ibadah.

Seperti halnya contoh berikut ini. Nabi Muhammad saw. pada beberapa kesempatan melakukan salat sunnah dua rakaat sebelum subuh. Setelah itu, beliau berbaring dengan memiringkan tubuhnya ke samping kanan. 

Dari peristiwa ini, ada sebagian ulama diantaranya Ibnu Hazm yang menyimpulkan bahwa setelah melakukan salat sunnah dua rakaat sebelum subuh harus berbaring miring. Sementara Aisyah r.a. menjelaskan bahwa nabi berbaring seperti itu bukan untuk mencontohkan perbuatan sunnah, namun semata karena beliau lelah setelah sepanjang malam beribadah sehingga beliau perlu beristirahat sejenak. 

Dengan demikian, perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. perlu diperhatikan, apakah yang beliau lakukan itu ditujukan sebagai perbuatan ibadah atau bukan. Di sini banyak terjadi kesimpangsiuran dan kesalahpahaman, misalnya seperti yang terjadi dalam masalah tata cara makan. Sebagian orang berpendapat bahwa makan dengan sendok dan garpu atau dimeja makan adalah perbuatan bidah. 

Ini adalah pandangan yang berlebihan dan ekstrem. Sebab masalah ini adalah bagian dari kebiasaan sehari-hari yang berbeda-beda bentuknya antara satu daerah dengan daerah lain, dan antara satu zaman dengan zaman lainnya. Nabi Muhammad saw. Makan dengan kebiasaan sebagaimana dilakukan oleh orang dilingkungan beliau, yaitu dengan sifat memberikan kemudahan, tawaduk, dan zuhud. Jadi, jelaslah bahwa makan dengan menggunakan meja makan atau menggunakan sendok dan garpu, bukanlah sesuatu yang bidah.

Agama Membawa Kemudahan Dan Bidah Membawa Kesulitan

Agama yang disyariatkan oleh Allah swt. pada dasarnya bersifat mudah dan Allah swt juga mengutus nabi-Nya dengan agama yang orisinal dan mudah dijalankan. Firman Allah ... Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu .... (al-Baqarah:185). Juga dalam ayat lainnya, ... dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan ,... (al-Hajj: 78).

Dalam hadits Nabi Muhammad saw, “Kalian diutus sebagai orang-orang yang memberikan kemudahan, bukan sebagai orang-orang yang membuat kesulitan.’’ 

Agama Islam datang dengan sifat mudah dilaksanakan, kemudian orang-orang yang membuat praktek bidah mengubah sifat mudah Islam itu menjadi susah dan berat. Mereka membebani manusia dan menyulitkan mereka dengan berbagai macam praktek baru, serta menambahkan hal-hal baru dalam praktek keagamaan yang membuat manusia menjadi terbelenggu oleh beban berat. Padahal, Nabi saw. datang untuk membebaskan manusia dari belenggu dan beban yang berat itu yang dialami oleh umat sebelumnya.

Seperti diterangkan tentang sifat Nabi Muhammad saw. dalam kitab-kitab suci sebelumnya, Taurat dan Injil, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka”. (Al Araaf:157). Dan, dalam doa-doa Alquran yang terdapat dalam penghujung surah Al-baqarah tertulis, ... Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami,... (Al-baqarah: 286)

Para pembuat bidah itu berkeinginan mengembalikan beban agama langit sebelumnya ke dalam Islam dan menambahkan taklif (beban hukum) yang memberatkan manusia serta menyulitkan mereka. Padahal, sesungguhnya beban-beban agama Islam itu bersifat sederhana dan mudah dijalankan, misalnya Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (Al-ahzab: 56).

Sebuah contoh bahwa agama itu mudah adalah dalam hal melaksanakan wudu. Suatu kali, ada orang ditanya, “Mengapa Anda tidak melaksanakan salat?” la menjawab, “Karena aku tidak bisa berwudu.” Aku kembali bertanya, “Apakah engkau tidak mengetahui bagaimana membasuh muka, kedua tangan, mengusap kepala, dan membasuh kedua kaki?” la menjawab, “Kalau itu, aku mengetahuinya, namun aku tidak hafal doa apa yang harus dibaca pada setiap kali membasuh anggota wudu itu.” Maksudnya, ia tidak mengetahui doa yang harus dibaca saat akan memulai berwudhu, misalnya doa, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan air sebagai media untuk menyucikan (diri) dan Islam sebagai cahaya.” Saat istinsyaaq ‘memasukkan air ke hidung’, “Ya Allah, rahmatilah aku dengan semerbak surga dan Engkau meridaiku.” Saat membasuh muka, “Ya Allah, putihkanlah wajahku pada saat wajah-wajah (kalangan beriman) memutih dan wajah-wajah (kalangan kafir dan pembuat dosa) menghitam.” Saat membasuh dua tangan, “Ya Allah, berikanlah buku catatan amal perbuatanku ke tangan kananku, dan jadikanlah Nabi Muhammad sebagai pemberi syafaat dan penanggungku.” Dan, saat mengusap kepala, “Ya Allah, haramkanlah rambut dan kulitku dari api neraka.”

Dari cerita itu dapat dipahami bahwa wudu itu mudah dan yang sulit adalah doa setiap membasuh anggota wudu. Mengingat hukumnya sunnah, maka jika dapat menjalankan dengan doa tambahan akan menjadi lebih baik. Tetapi jika tidak membaca doa-doa itu, tidak menjad masalah.

Islam memerangi bidah agar manusia tidak memasukkan hal-hal baru yang mempersulit pelaksanaan agama, serta agar tidak menambahkan hal-hal yang membuat beban agama menjadi berlipat-lipat banyaknya dari apa yang diturunkan oleh Allah. Karena hal itu akan membuat manusia menjadi berat untuk menjalankan perintah-perintah agama.

Macam-macam Bidah

Ulama membagi bidah menjadi dua bagian, yaitu bidah hasanah dan bidah sayyiat. Bidah hasanah dibagi lagi menjadi dua yaitu hasanah wajibah, hasanah mandubah, dan hasanah mubahah. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Bidah Hasanah Wajibah

Bidah hasanah wajibah adalah segala perbuatan yang termasuk dalam kategori kaidah-kaidah wajib dan termasuk dalam kehendak dalil agama. Misalnya mengumpulkan Alquran dalam satu mushaf, atau menetapkan kaidah-kaidah untuk menggali hukum Alquran. Perbuatan ini dianggap sebagai bidah. Karena tidak ada praktek dan contoh pada masa Nabi Muhammad.

2. Bidah Hasanah Mandubah

Bidah hasanah mandubah adalah segala perbuatan yang termasuk dalam kategori kaidah-kaidah nadb (sunnah), misalnya mengerjakan salat tarawih secara berjamaah pada bulan Ramadhan. Perbuatan ini termasuk dalam kategori bidah, karena tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Pelaksanaan salat tarawih pertama kali dilakukan oleh sahabat Umar ibn Khattab.

3. Bidah Hasanah Mubahah

Bidah hasanah mubahah adalah segala perbuatan yang termasuk dalam kategori perbuatan yang dibolehkan (mubah), seperti menggunakan pengeras suara untuk azan.

Sedangkan bidah sayyiah dibagi menjadi dua yaitu :

1. Bidah Makruhah

Bidah makruhah adalah segala pekerjaan yang termasuk ke dalam kategori perbuatan yang dibenci (makruh). Misalnya menambah-nambah perbuatan sunnah yang sudah ada batasnya

2. Bidah Muharramah.

Bidah muharramah adalah segala perbuatan yang termasuk ke dalam kategori yang diharamkan. Seperti melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam yang terdapat dalam Alquran dan sunnah, bidah ini disebut sebagai bidah haqiqiyah.

Dari aspek syariat, para ulama membagi bidah ke dalam dua jenis. Yaitu bidah al-adiyah (Bidah dalam kebiasaan/adat sehari-hari) dan bidah ta’abudiyah (Bidah dalam ibadah).

1. Bidah Al-adiyah

Adalah adat kebiasaan duniawi yang telah diserahkan oleh Rasulullah kepada umatnya untuk dilaksanakan atau ditinggalkan. Hal ini sebagimana dalam Hadis Rasulullah : “kamu lebih tahu dengan urusan duniamu” (HR.Muslim).

2.Bidah Taabudiyah

Adalah segala perbuatan ibadah yang tidak dilakukan pada zaman Rasulullah saw. Bidah ini harus dilihat apakah termasuk katagori wajib, mandub atau makruh.

Dari keterangan di atas dapat disederhanakan bahwa bidah terbagi menjadi dua macam, yaitu bidah hasanah (bidah yang baik) dan bidah sayyiah (bidah yang buruk). Dari dua sumber macam tersebut dirinci menjadi lima macam, seperti halnya lima macam hukum syariat, yaitu bidah wajibah (bidah yang wajib dilakukan), bidah mustahabbah (bidah yang dianjurkan untuk dilakukan), bidah makruhah (bidah yang makruh dilakukan), bidah muharramah (bidah yang haram dilakukan), dan bidah mubaahah (bidah yang boleh dilakukan).

Dengan pembagian bidah secara rinci kita memperoleh wawasan luas tentang pegertian bidah. Kita tidak mudah mengatakan sesuatu yang baru itu mesti bidah. Apakah suatu yang baru itu ada maslahahnya seperti pengembangan ilmu pengetahuan atau sesuatu yang baru yang semestinya tidak mengada-ada seperti yasinan dan tahlilan. 

Sebab pada dasarnya yasin tahlil berisi bacaan Alquran, tahlil, tasbih, tahmid, salawat dan lain-lain yang semua itu tidak sebagai hal baru tetapi sudah biasa dibaca oleh Nabi Muhammad pada zaman dahulu.

Namun para ulama membentuk susunan baru tanpa mengubah isinya. Ini merupakan sesuatu yang tidak mengada-adakan yang baru (bidah) tetapi sudah ada pada masa Nabi saw. hanya bentuknya divariasi.

Kesimpulan

Sunnah adalah segala sesuatu yang dihubungkan kepada Nabi saw. berupa pernyataan, perbuatan, penetapan, atau sifat perangai atau perilaku, atau perjalanan hidup.

Sunnah adalah dasar kedua setelah Al quran. Sunnah mempunyai peran penting dalam membimbing umat sebagai dasar hidup setelah Al quran. Untuk itu Nabi Muhammad saw. memperintahkan kepada kita untuk senantiasa berpegang kepada sunnah.

Bidah berarti segala sesuatu yang diada-adakan dalam bentuk yang belum ada contohnya dari Nabi Muhammad Saw., sahabat dan generasi sesudahnya. Artinya segala perbuatan yang diada-adakan dalam ajaran agama Islam tanpa landasan syariat Islam. Bidah terbagi menjadi dua macam, yaitu bidah hasanah (bidah yang baik) dan bidah sayyiah (bidah yang buruk). Dari dua sumber macam tersebut dirinci menjadi lima macam hukum syariat, seperti halnya lima macam hukum syariat, yaitu bidah wajibah (bidah yang wajib dilakukan), bidah mustahabbah (bidah yang dianjurkan untuk dilakukan), bidah makruhah (bidah yang makruh dilakukan), bidah muharramah (bidah yang haram dilakukan), dan bidah mubaahah (bidah yang boleh dilakukan).