Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perilaku Kemasyarakatan dan Keagamaan Nahdlatul Ulama (NU)

Daftar Isi [Tampilkan]

Doktrin Ahlussunnah wal Jama'ah bertumpu pada 3 bidang keilmuan Islam, tasawuf ala Imam al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi, ilmu kalam atau teologi ala Imam al-Asy'ari dan Imam al-Maturidi; serta empat madzhab fikih yaitu Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Pengamalan ketiga sumber dasar keagamaan yang menjelma dalam bentuk sikap dasar pemahaman keagamaan warga NU, dalam menghadapi dan menerima perubahan dari luar secara fleksibel. 

Sebaliknya warga NU dengan sikap keagamaan ini tidak mudah terjebak dalam paham keagamaan yang puritan, apalagi ekstrim atau fundamentalis. 

5 Prinsip Perilaku Kemasyarakatan Warga NU

Sebagai turunan dari ketiga sumber diatas, Ahlussunnah wal Jama'ah mengembangkan 5 prinsip  keagamaan dan menjadi ciri perilaku kemasyarakatan/keagamaan warga NU. 

Tawasuth

Tawasuth (moderat), artinya mengambil jalan tengah atau pertengahan. NU tidak bersikap ekstrim baik kanan (berkedok agama), maupun ekstrim kiri (komunis), karena kebajikan selamanya terletak antara kedua ujung, kanan dan kiri. Kata tawasuth diambil dari kata wasathan yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah (2): 143 

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا 

143.  Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. 

Iktidal

Iktidal (berkeadilan), berarti tegak lurus, tidak condong ke kanan dan ke kiri. Dalam praktiknya selalu bersamaan dengan tawasuth, adalah sebuah sikap keagamaan yang tidak terjebak pada titik-titik ekstrim. Sikap yang mampu menjemput setiap kebaikan dari berbagai kelompok. Kemampuan untuk mengapresiasi setiap kebaikan dan kebenaran dari berbagai kelompok, memungkinkan pengikut Ahlussunnah wal Jama'ah untuk tetap berada di tengah-tengah. 

NU dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bertindak lurus, bersifat membangun, dan menghindari segala bentuk yang bersifat destruktif. Kata Iktidal diambil dari kata al-adlu yang berarti keadilan, atau i'dilu bersikap adillah, seperti pada ayat berikut: 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

8.  Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Tawazun

Tawazun (seimbang), keseimbangan adalah sebuah sikap keberagamaan dan kemasyarakatan yang bersedia memperhitungkan berbagai sudut pandang dan kemudian mengambil posisi yang seimbang dan proporsional. Kata tawazun diambil dari al-waznu atau al-mizan yang berarti penimbang. Sesuai QS Al-Hadid (57): 25 

لَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنٰتِ وَاَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتٰبَ وَالْمِيْزَانَ لِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِۚ 

25.  Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami menurunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. 

Tasamuh 

Tasamuh (toleran), adalah sebuah sikap keberagamaan dan kemasyarakatan yang menerima kehidupan sebagai sesuatu yang beragam. Keragaman hidup menuntut sebuah sikap yang sanggup untuk menerima perbedaan pendapat dan menghadapinya secara toleran. Toleransi yang tetap diimbangi dengan keteguhan sikap dan pendirian. 

NU toleran terhadap perbedaan pandangan dalam masalah agama, terutama dalam khilafiyah ätau furu'iyah. NU juga toleran terhadap perbedaan agama dan keyakinan, keanekaragaman budaya, dan adat istiadat. 

Firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 256 

لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

256.  Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Sikap toleran terhadap budaya dan tradisi masyarakat tersebut menjadikan NU mudah beradaptasi dengan kondisi dan budaya manapun serta dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya. 

Amar ma'ruf nahi munkar

Amar ma'ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran), selalu memilki kepekaan untuk dorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat untuk kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah semua yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan. 

Nahdlatul Ulama dalam hal ini berpedoman pada kaidah

Artinya: "mencegah kerusakan didahulukan daripada menegakkan kebenaran" 

Amar ma'ruf nahi munkar merupakan sebuah konsekuensi dari keyakinan terhadap kebenaran Islam ala Ahlussunnah wal Jama'ah. Saat ini banyak kelompok Islam yang sikap keberagamaannya tidak menunjukkan moderasl ala Ahiussunnah wal Jama'ah tetapi menyatakan kelompoknya Ahlusunah wal Jama'ali.

Amar ma'ruf nahi munkar ditujukan kepada siapa saja maupun non-muslim yang melakukan kemunkaran dengan menebar perilaku destruktif, meyebarkan rasa permusuhan, kebencian dan perasaan tidak aman, serta merusak keharmonisan hidup ditengah-tengah masyarakat. 

Lima prinsip sikap keberagamaan dan kemasyarakatan tersebut yang melandasi seluruh ajäran Ahlussunnah wal Jama'ah sejak dahulu. Oleh karena itu, perbedaan sikap antara kaum muslimin ekstrim atau garis keras dengan sikap moderat kaum Sunni, tidak hanya terjadi Saat ini, tetapi sudah ada sejak dahulu. 

Sikap moderat yang diteladankan ulama Sunni, tetap dilanjutkan oleh Walisongo dalam menyebarkan Islam rahmah li alalamin di nusantara. Sepanjang sejarah dakwah Walisongo, kita menemukan sebuah upaya untuk mencari jalan tengah antara ajaran Islam sebagaimana yang tertera dalam al-Qur'an maupun al-Hadis, dengan kondisi nyata yang ada ditengah-tengah masyarakat. 

Sikap moderat Walisongo tidak hanya berhasil dalam menyebarkan Islam, tetapi juga mampu menghadirkan Islam yang toleran dan damai, bukan Islam yang garang dan destruktif. NU sebagai jam'iyyah diniyyah ijtima'i yang bergerak di bidang dakwah yang meliputi bidang keagamaan, pendidikan, sosial kemasyarakatan, dalam perjalanannya tetap konsisten melestarikan dan mengembangkan dakwah kultural. 

NU mewarisi Pola dakwah yang telah dilakukan oleh para pendahulunya. Yaitu Para Walisongo yang telah berhasil mengislamkan penduduk Pulau jawa dan sekitarnya dengan cara damai. 

NU sebagai civil society yang ada di Indonesia, telah mampu menyelaraskan Islam dengan budaya, sehingga menjadikannya sebagai agama yang mengedepankan kedamaian dalam bemasyarakat. Sumbangsih NU terhadap budaya Islam terletak pada kemampuannya mengadaptasi budaya lokal dan memberikan nilai-nilai Islam didalamnya. 

Budaya baru hasil akulturasi antara Islam dengan budaya lokal melahirkan budaya baru yang merupakan budaya Islam khas Indonesia. Sebagai organisasi Islam Ahlussunnah wal Jama'ah yang berasaskan Pancasila, NU tidak hanya hadir untuk warganyå sendiri, tetapi juga memiliki tanggung jawab besar terhadap bangsa dan negara. 

Dasar-dasar keagamaan di bidang akidah, syari'ah dan akhlak/tasawuf serta perilaku keagamaan/kemasyarakatan NU membentuk perilaku warga NU, baik dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi. Diantara perilaku warga NU antara lain: 

  1. Menjunjung tinggi nilai-nilai maupun norma-norma ajaran Islam. 
  2. Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan 
  3. Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dan berkhidmah dalam berjuang. 
  4. Menjunjung tinggi persaudaraan (al-ukhuwah), persatuan (ittihad), serta kasih sayang. 
  5. Melahirkan kemuliaan moral (al-akhlakul karimah), dan menjunjung tinggi kejujuran (al-shidqu) dalam berpikir, bersikap dan bertindak
  6. Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama, bangsa dan negara. 
  7. Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah Swt. 
  8. Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan serta ahli-ahlinya, 
  9. Selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia. 
  10. Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu dan mempercepat perkembangan masyarakatnya. 
  11. Menjunjung tinggi kebersamaan ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara.