Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kerajaan Sriwijaya: Perkembangan, Pemerintahan, Agama, Ekonomi, Keruntuhan

Daftar Isi [Tampilkan]

Kerajaan Sriwijaya: Perkembangan, Pemerintahan, Agama, Ekonomi, Keruntuhan

Kerajaan Sriwijaya terletak di Sumatera Selatan dekat Palembang sekarang. Kerajaan ini berdiri pada abad VII M. Pusat kerajaan belum dapat dipastikan, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa Palembang sebagai pusat kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di Asia Tenggara seperti yang diberitakan oleh I Tsing seorang musafir Cina yang belajar paramasastra Sansekerta di Sriwijaya.

Beberapa prasasti peninggalan Sriwijaya antara lain: prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo, Kota Kapur di Bangka, prasasti Telaga Batu, prasasti Ligor di Tanah Genting Kra, prasasti Karang Brahi, prasasti Bukit Siguntang, dan prasasti Palas Pasemah.

Sumber-sumber lain mengenai Kerajaan Sriwijaya ialah berita dari Cina, Arab dan India. I Tsing bekerja sama dengan Sakyakirti menulis kitab Hastadandasastra yang pada tahun 711 disalin I Tsing ke dalam bahasa Cina. Sumber dari tambo dinasti T’ang, dinastu Sung, dari Chau You Kwa dalam bukunya Chu Fan Chi.

Perkembangan Kerajaan Sriwijaya

Faktor-faktor yang menguntungkan perkembangan kerajaan Sriwijaya, sehingga menjadi kerajaan besar, maritim nasional Indonesia, antara lain:

  1. Faktor geografis, letaknya yang strategis dalam jalur dagang antara India dan Tiongkok, lebih ramai setelah jalan darat India – Tiongkok terputus. Muara sungai di Sumatera lebar dan landai mudah dilayari.
  2. Faktor ekonomis, di Sumatera banyak hasil untuk diperdagangkan, misalnya penyu, gading, dan kapur barus.
  3. Keruntuhan kerajaan Funan di Vietnam akibat serangan Kamboja, yang dulunya sangat berperan di Asia Tenggara, pada abad VII runtuh, dan digantikan Kerajaan Sriwijaya, cepat berkembang sebagai negara maritim.

Sistem Pemerintahan dan Perluasan Daerah

Kerajaan Sriwijaya terus melakukan perluasan wilayah. Raja yang terkenal adalah Balaputradewa. Pada masa pemerintahannya kerajaan Sriwijaya mencapai masa keemasan. Balaputradewa merupakan keturunan dari Dinasti Syailendra. 

Sriwijaya sudah mengadakan hubungan dengan Cina. Sriwijaya sudah mempunyai hubungan dengan India, yang tertulis dalam prasasti Nalanda yang isinya menyebutkan bahwa sebuah biara telah dibangun oleh Raja Dewapaladewa dari Benggala atas perintah Raja Balaputradewa, maharaja di Suwarnadwipa.

Agama yang Berkembang di Sriwijaya

Berita I Tsing mengatakan bahwa kerajaan Sriwijaya maju dalam agama Budha, di samping itu juga berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan agama Budha.

I Tsing belajar tata bahasa sansekerta selama enam bulan di Sriwijaya. Ilmu keagamaan (teologi) Budha di pelajari di Sriwijaya. Pendeta Budha yang terkenal adalah Sakyakirti. Mahasiswa dari luar negeri datang di Sriwijaya dulu sebelum belajar lebih lanjut ke India.

Peninggalan candi di Sriwijaya terletak di Muara Tikus dekat sungai Kampar di daerah Riau, juga di Bukit Siguntang ditemukan area Budha.

Segi Ekonomi

Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan. Sehingga menjadikan Sriwijaya sebagai negara yang makmur bagi rakyatnya, sebagai pelabuhan yang dilewati kapal-kapal dagang, dapat pemasukan dari pajak.

Yang banyak diperdagangkan adalah: gading, beras, rempah-rempah, kayu manis, kemenyan, dan emas.

Kerajaan Sriwijaya sebagai negara maritim merupakan negara yang mengandalkan perekonomiannya dari kegiatan perdagangan dan hasil laut.

Untuk stabilitas kerajaan Sriwijaya juga membentuk armada laut yang kuat supaya dapat mengatasi gangguan di jalur pelayaran perdagangan.

Kemunduran dan Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya

Kemunduran dan keruntuhan kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

  1. Faktor ekonomi: Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran pada abad X M, setelah terjadi persaingan ekonomi antara kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Medang di Jawa Timur.
  2. Faktor politik: Kerajaan Sriwijaya yang semula menjalin hubungan baik dengan Colamandala, akhirnya terjadi permusuhan, Colamandala menyerang dua kali (tahun 1023 dan 1068 M) ke Sriwijaya. Walaupun tidak mengakibatkan hancurnya Sriwijaya, namun serangan ini memperlemah keadaan pemerintahan di kerajaan Sriwijaya.
  3. Faktor wilayah: yang makin memperlemah posisi kerajaan Sriwijaya adalah: banyak daerah kekuasaan yang melepaskan diri, kerajaan Singasari di Jawa Timur juga menyerang ke Sriwijaya lewat ekspedisi Pamalayu (1275). Serangan yang hebat dari kerajaan Majapahit pada tahun 1377 yang kemungkinan besar menjadi penentu keruntuhan kerajaan Sriwijaya.