Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Apa Itu Diskriminasi? Pengertian, Jenis, Dampak, Cara Menghindar, dan Hikmah Menghindarinya

Daftar Isi [Tampilkan]

Setiap manusia memiliki kebutuhan akan adanya kebersamaan, bersatu, dan terpadu. Sebagai makhluk sosial dan bermoral manusia selalu berpikir dan berupaya agar mereka tetap bersatu dan terpadu. 

Manusia tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tapi juga memikirkan orang lain. Seseorang menciptakan sesuatu bukan hanya berfungsi untuk dirinya sendiri, tetapi berfungsi untuk kebutuhan dan bermanfaat untuk orang banyak.

Manusia Sebagai makhluk bermoral akan bertindak sesuai dengan prinsip moralitas, karena itu seorang muslim harus konsisten untuk mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan nyata. Untuk memperdalam masalah perilaku diskriminasi, maka dalam pembahasan ini akan dikaji lebih mendalam pengertian diskriminasi, jenis perbuatan diskriminasi, nilai negatif diskriminasi, nilai positif menghindari diskriminasi, cara menghindari sikap diskriminasi.

Pengertian Diskriminasi

Secara bahasa diskrimansi berasal dari bahasa Inggris "Discriminate" yang berarti membedakan. Dan dalam bahasa arab istilah diskrimanasi dikenal dengan Al-Muhabbah (المحاباة) yang artinya membedakan kasih antara satu dengan yang lain atau pilih kasih. 

Kosa kata Discriminate ini kemudian diadopsi menjadi kosa kata bahasa Indonesia "Diskriminasi" yaitu suatu sikap yang membedabedakan orang lain berdasarkan suku, ras, bahasa, budaya ataupun agama.

Pada kenyataannya banyak manusia yang memiliki sifat serakah dan salah arah serta tidak tahu diri. Banyak di antara manusia yang menganggap bahwa kemuliaan seseorang terletak pada harta, pangkat atau jabatan yang disandang, kecantikan yang dimilikinya. 

Nabi saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuhmu, atau parasmu, akan tetapi dia melihat kepada hati dan kelakuanmu. 

Secara konsepsional setiap manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan integratif, sebagai kebutuhan manusia yang merindukan akan kebersamaan, bersatu, dan terpadu. Sebagai makhluk pemikir dan bermoral manusia selalu berpikir dan berupaya agar mereka tetap bersatu dan terpadu. Manusia tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tapi juga memikirkan orang lain. 

Seseorang menciptakan sesuatu bukan hanya berfungsi untuk dirinya sendiri, tetapi berfungsi untuk kebutuhan orang banyak. Sebagai makhluk bermoral manusia bertindak sesuai dengan prinsip moralitas. Oleh karena. itu menurut sudut pandang sosiologi, sampai kapanpun, setiap manusia menginginkan adanya kebersamaan, bersatu, dan terpadu, keinginan ini didasarkan pada prinsip :

  1. benar salah: Adanya prinsip benar salah ini menjadikan seseorang tidak bisa sembarangan bertindak atau melakukan sesuatu sekehendak hatinya sendiri. Tindakan manusia yang dapat dibenarkan manusia ialah tindakan yang dilakukan seseorang sesuai dengan norma yang berlaku. Prinsip benar dan salah mendukung terwujudnya keteraturan sosial. Hal tersebut merupakan. kebutuhan manusia dalam mempersatukan individu dengan individu lainnya dalam hidup bermasyarakat. Dalam upaya menemukan nilai-nilai kebenaran, manusia tidak hanya mengandalkan kemampuan berpikirnya, tetapi berpedoman nilai-nilai agama yang dianut, karena kebenaran agama bersifat mutlak dan abadi. Prinsip benar dan salah dapat mengembangkan nilai-nilai persatuan.
  2. Pengungkapan perasaan kebersamaan; Pengungkapan perasaan ini terwujud dalam banyak bentuk, seperti perkumpulan, kekerabatan, keluarga, suku bangsa, organisasi, Negara dan badan-badan internasional. Setiap manusia memiliki kebutuhan untuk bersatu dan bersama, yang kemudian dia wujudkan dalam suatu wadah bersama.
  3. Keyakinan diri (convidence) dan Keberadaan (Exsistence); perasaan keyakinan diri yang dimiliki oleh manusia mampu memberikan kepercayaan dan rasa aman bagi dirinya, sehingga tidak menganggap unsur lain di luar dirinya sebagai sesuatu yang berbahaya, maupun ancaman yang perlu dihindari. Manusia harus memiliki keyakinan diri, baik keyakinan akan kemampuan dirinya maupun keyakinan kekuasaan di luar dirinya.
  4. Pengungkapan Estetika dan Keindahan; Manusia dalam hidupnya memerlukan kebutuhan batin atau kejiwaan manusia. Pengungkapan estetika adalah manivestasi kebutuhan batiniah sebagai makhluk berpikir dan bermoral. Keindahan yang terwujud dalam berbagai ragam kesenian diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pengungkapan rasa estetika yang dimilikinya.

Sebagai bentuk tuntutan aktualisasi diri dalam kehidupan pribadi dan sosialnya, maka sebagai seorang Mu'min harus mampu meneladani Rasulullah. Beliau tidak pernah membedakan atau pilih kasih terhadap semua manusia dan memperlakukan setiap orang secara setara. 

Sehingga tidak ada seorang pun yang hadir dalam suatu pertemuan, sebagai orang lain yang menerima perlakuan yang berbeda. Jika seseorang mendatangi beliau, dan meminta sesuatu kepada beliau, beliau akan memberinya atau setidak menanggapinya dengan kata-kata yang baik. Sikap beliau meluas kepada setiap orang, bahkan beliau menjadi seperti seorang ayah bagi siapapun.

Orang-orang yang berkumpul dan berhubungan bersama beliau benar-benar menyatu, tidak ada diantara mereka yang rendah hati karena karena kemiskinannya atau sombong karena status, kedudukan dan jabatannya, yang membedakan di antara mereka ketakwaannya. 

Mereka memiliki sifat ramah, menghormati orang yang lebih tua, menunjukkan kasih sayang kepada orang yang lebih muda, memberikan prioritas kepada orang-orang yang memerlukan dan menjaga orang asing.

Rasulullah memiliki sifat tidak suka berdebat, tidak banyak bicara, tidak mencampuri urusan-urusan yang bukan urusan beliau. Rasulullah tidak pernah mengeritik, mendiskreditkan orang lain, dan tidak pernah juga mengatakan kepada seseorang "memalukan kamu ini", dan tidak pernah mengatakan sesuatu melainkan kata-kata yang akan memberi pahala. 

Ketika para sahabat kurang taat dalam menjalankan tugas dalam perang uhud dan umat Islam mengalami kekalahan bahkan paman Beliau sendiri Syahid dalam perang tersebut, namun beliau tetap bersikap lemah lembut dan tidak sedikitpun muncul sikap marah. 

Ketika beliau berbicara, orang-orang yang ada di sekitar beliau akan mendengarkan dengan serius, duduk tenang seolah-olah ada burung di kepala mereka. Ketika beliau diam, orang lain gantian berbicara. 

Mereka tidak pernah berdebat di hadapan beliau. Mereka akan tersenyum pada apa yang nabi tersenyum, dan akan terkesan pada apa yang nabi terkesan. Beliau sabar dengan orang asing yang kasar dalam berbicara atau bertanya, dan para sahabat beliau akan bertanya kepada orang asing itu dengan perkataan yang ramah. ( Roli Abdul Rahman, Menjaga Aqidah dan Akhlak, Hal. 110-112, Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007)

Jenis perbuatan Diskriminasi

Munculnya prilaku diskriminasi lebih disebabkan oleh adanya penyimpangan individual, penyimpangan ini biasanya dilakukan oleh orang yang telah mengabaikan dan menolak norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Orang seperti itu biasanya mempunyai kelainan atau mempunyai penyakit mental sehingga tak dapat mengendalikan dirinya.

Sebagai gambaran, seorang anak dari beberapa saudara muncul sifat kelainan yaitu rakus lalu ingin menguasai harta peninggalan orang tuanya. la mengabaikan saudara-saudaranya yang lain. la menolak norma-norma pembagian warisan menurut norma masyarakat maupun menurut norma agama. la menjual semua peninggalan harta orang tuanya untuk kepentingan dirinya sendiri dan mengabaikan saudara-saudaranya yang lain.

Penyimpangan perilaku yang seperti inilah menjadi faktor munculnya sikap diskriminasi yang paling dominan dalam kehidupan masyarakat. Adapun bentuk penyimpangan perilaku individual menurut kadar penyimpangannya adalah sebagai berikut:

  1. Penyimpangan tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang tidak sesuai dengan nilai Islam. 
  2. Penyimpangan karena tidak taat terhadap pimpinan yang disebut pembangkang.
  3. Penyimpangan karena melanggar norma umum yang berlaku disebut pelanggar.
  4. Penyimpangan Karena tidak menepati janji, berkata bohong, berkhianat kepercayaan. Khianat, dan berlagak membela, disebut munafik.

Dalam kehidupan masyarakat juga terdapat perbedaan sosial yang perwujudannya adalah penggolongan penduduk atas dasar perbedaan-perbedaan dalam hal yang tidak menunjukkan tingkatan, antara lain ras, agama, jenis kelamin, profesi, klan, dan suku bangsa.

Perbedaan sosial [diferensiasi] menunjukkan adanya keanekaragaman dalam masyarakat. Suatu masyarakat yang di dalamnya terdiri atas berbagai unsur menunjukkan perbedaan tidak bertingkat (horizontal) disebut masyarakat majemuk. 

Contoh, masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam unsur ras, suku bangsa, bahasa, agama, dan kebudayaan, disebut masyarakat bangsa, yakni suatu masyarakat yang tidak disatukan oleh kesamaan apapun. Dorongan bersatunya bangsa Indonesia terletak pada hasrat atau kemauan.

Terjadinya bentuk-bentuk perbedaan sosial dalam masyarakat diakibatkan oleh adanya ciri-ciri tertentu, yaitu ciri-ciri fisik, sosial, dan budaya.

  1. Ciri-ciri fisik, yang berkaitan dengan ras, yaitu penggolongan manusia atas dasar persamaan ciri-ciri fisik yang tampak dari luar, seperti bentuk kepala, bentuk badan, bentuk hidung, bentuk rambut, bentuk muka dan tulang rahang bawah, serta warna kulit, rambut dan mata. Perbedaan ciri-ciri fisik sangat dirasakan pada masyarakat dalam Negara yang menjalankan politik diskriminasi rasial, misalnya politik Apartheid di Afrika Selatan, sebelum Presiden Nelson Mandela.
  2. Ciri-ciri sosial, yaitu yang berkaitan dengan status dan peran para warga masyarakat dalam kehidupan sosial. Setiap orang melakukan berbagai peran untuk kepentingan dirinya sendiri atau untuk kepentingan masyarakat. Hal itu berkaitan dengan pekerjaan atau profesi para warga masyarakat, termasuk mata pencahariannya. Pekerjaan ada kaitannya dengan penghasilan sehingga menimbulkan kesan adanya tingkatan tinggi rendah. Namun, antara pekerjaan yang satu dengan yang lain tidak menunjukkan tingkatan, tetapi ada perbedaan. Misalnya antara petani, pedagang, guru dan pegawai.
  3. Ciri-ciri budaya, yaitu ciri yang merupakan pembeda budaya dan suku. Dalam kehidupan masyarakat digolongkan menjadi masyarakat Batak, Bugis, Lombok, Toraja, Ambon, Asmat, Jawa dan lainnya atau dalam lingkup yang lebih luas, misalnya masyarakat Afrika, Asia, Amerika, atau Eropa. Penggolongan ini didasarkan atas ciri-ciri yang dimiliki masing-masing budaya.

Dengan adanya perbedaan sosial [diferensiasi] maka dapat kita katakan bahwa diferensiasi merupakan awal adanya stratifikasi dan menjadi pemicu munculnya sikap diskriminasi. Namun, tidak dapat ditafsirkan bahwa semua diferensiasi akan mendorong lahirnya stratifikasi sosial dan menjadi pemicu munculnya sikap diskriminasi. Stratifikasi sosial dapat memperkuat adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat.

Namun pada kenyataanya di dalam masyarakat juga terdapat potensi yang mendorong terhapusnya perbedaan-perbedaan. Misalnya dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menghapus perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, atau antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lain. 

Ada 7 (enam) macam diferensiasi sosial, yaitu: 

Diferensiasi Sosial Berdasarkan Perbedaan Ras; Ciri-ciri fisik yang menjadi dasar pembagian ras adalah sebagai berikut: 

  1. Bentuk kepala (cephalicus),
    1. Bentuk badan,
    2. Bentuk hidung, 
    3. Bentuk rambut,
    4. Warna kulit, 
    5. Warna mata, 
    6. Bentuk muka. 
  2. Diferensiasi Sosial Berdasarkan Perbedaan Agama. 
  3. Diferensiasi Sosial Berdasarkan perbedaan Jenis Kelamin, 
  4. Diferensiasi Sosial Berdasarkan Perbedaan Umur. 
  5. Diferensiasi Sosial Berdasarkan Profesi.
  6. Diferensiasi Sosial Berdasarkan Perbedaan Klan. 
  7. Diferensiasi Sosial Berdasarkan Perbedaan Suku Bangsa. 

( Roli Abdul Rahman, Menjaga Aqidah dan Akhlak, hal. 112-113, Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007)

Dampak Negatif Diskriminasi

Sikap diskriminasi sangat bertentangan dengan ajaran Islam, karena sikap diskriminasi menunjukan martabat yang rendah bagi pelakunya dan akan memicu munculnya perilaku buruk lainya yang dilarang, akibat buruk dari sikap diskriminasi diantaranya adalah:

  1. Memicu munculnya sektarianisme, agama Islam melarang ummatnya hanya mementingkan kesukuan atau kelompoknya. Al-Qur'an mengakui adanya keragaman suku, ras dan jenis kelamin, agar di antara mereka saling mengenal dan bersatu untuk membangun peradaban.
  2. Memunculkan permusuhan antar kelompok, perasaan melebihkan kelompok sendiri dan merendahkan kelompok yang lain menjadi pemicu perseturuan antar kelompok. Keadaan ini sangat ironi jika dilakukan ummat Islam.
  3. Mengundang masalah sosial yang baru, karena secara sosial seorang tidak disikapi secara wajar, maka sikap diskriminasi dapat memancing munculnya masalah sosial yang bertentangan dengan ajaran Islam.
  4. Menciptakan penindasan dan otoritarianisme dalam kehidupan, karena adanya perasaan lebih dan sentimen terhadap kelompok, sehingga hak-hak kelompok lain diabaikan. Orang yang memiliki sikap diskriminasi menganggap bahwa pemberian hak orang lain, dianggap akan mengganggu kehidupan yang sudah mapan.
  5. Menghambat kesejahteraan kehidupan, sikap diskriminasi lebih menonjokan sikap egoisme pribadi ataupun kelompok. Sikap ini akan berdampak pada distribusi kesejahteraan yang harus dinikmati orang lain.
  6. Menghalangi tegaknya keadilan, jika sikap diskriminasi dominan, maka keadilan sulit ditegakan, karena dalam mengambil keputusan suatu masalah, selalu didasarkan pada pertimbangan subyektif diri atau kelompok yang dibelanya.
  7. Menjadi pintu kehancuran masyarakat, jika dibiarkan sikap diskriminasi akan dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan sosial, mulai dari pengabaian nilai dan aturan sosial, sampai akhirnya tidak memperhitungkan orang lain, akibatnya akan menimbulkan perpecahan.
  8. Mempersulit penyelesaian masalah, persoalan yang dihadapi mestinya segera diselesaikan secara baik, namun dengan adanya sikap diskriminasi menjadi berlarut-larut, karena setiap penyelesaian masalah kehidupan selalu memunculkan masalah baru secara berkesinambungan.
  9. Meningkatkan kedzaliman dan kemaksiatan, sikap diskriminasi akan dapat memicu munculnya kedzaliman dan kemaksiatan sebagai bentuk protes terhadap ketidak beresan keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. ( Roli Abdul Rahman, Menjaga Aqidah dan Akhlak, hal. 113-114, Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007)

Cara menghindari Diskriminasi

Untuk menghindari sikap diskriminasi, maka setiap muslim harus mengedepankan sikap musawah. Sikap musawah (persamaan) cukup urgen dalam kehidupan modern. Sikap ini memiliki tujuan untuk menciptakan rasa kesejajaran, persamaan dan kebersamaan serta penghargaan terhadap sesama manusia sebagai makhluk Tuhan. Menempatkan sesama manusia pada posisi sejajar merupakan keutamaan yang akan menyadarkan setiap orang untuk memberikan yang terbaik dari apa yang dapat dilakukan.

Sehingga sikap musawah akan menjadi jalan baru bagi sesama manusia untuk melakukan kebajikan dalam rangka membangun kebersamaan dan kemaslahatan. Pengakuan terhadap persamaan harkat, martabat dan derajat kemanusiaan, merupakan perwujudan keimanan (tauhid) seseorang dan akan membawa pada tingkat ketakwaan yang tinggi.

Pengelompokkan dan solidaritas dipandang Al-Qur'an sebagai fitrah, Sunatullah yang tidak akan berubah. Firman Allah :

لَهُمُ الْبُشْرٰى فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْاٰخِرَةِۗ لَا تَبْدِيْلَ لِكَلِمٰتِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُۗ ٦٤

64.  Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (ketetapan dan janji) Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung. (QS. Yunus:64)

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ١٣

13.  Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti. (QS. Al Hujurat:49)

Manusia yang secara fitrah diciptakan dengan memiliki keragaman, diharapkan dapat saling mengenal, dengan cara ini akan muncul pemahaman untuk saling mengakui kesamaan, sehingga pada akhirnya akan bersama-sama untuk memperjuangkan kebaikan dan kemaslahatan bersama dalam tatanan sosial kemasyarakatan. 

Kehadiran Rasulullah di tengah-tengah masyarakat Madinah, menjadi bukti betapa pentingnya menjauhkan sikap diskriminasi dan mengedepankan sikap musawah. Dengan sikap ini Rasulullah dengan sahabat setianya diterima dengan tulus oleh kaum Anshar. 

Demikian pula Rasulullah saw. tidak pernah melebihkan antara sahabat satu dengan lainnya. Bahkan ketika menjadi pemimpin negara Madinah, beliau tidak pernah menomor duakan warganya, lantaran sentimen agama, kelompok ras dan budaya. 

Semua warga memiliki hak yang sama untuk dihormati dan diperhatikan serta diberikan pelayanan sebagaimana yang lain selama tidak saling mengganggu dan memusuhinya. Sifat musawah akan mewujudkan sikap saling menghargai dan melindungi kehormatan serta keselamatan sesama.

Sebagai sebuah masyarakat yang majemuk, sikap diskriminasi harus dijauhkan dari pergaulan manusia. Setiap muslim wajib mengedepankan sikap musawah, karena sikap persamaan merupakan pilar utama dimana hak dan kewajiban ditegakkan atas dasar kesadaran bersama. 

Dengan demikian tidak ada warga yang merasa dipinggirkan lantaran sentimen agama, kelompok, suku, ras dan budaya. Semua warga negara memiliki hak yang sama untuk dihormati dan diperhatikan sebagai komunitas masyarakat dan bangsa yang mendiami suatu negeri. 

Diskriminasi dengan atas nama apapun termasuk dengan simbol-simbol agama, merupakan bagian dari bentuk pelanggaran terhadap hak dan persamaan hidup. Jadi dalam masyarakat demokratis tidak dikenal istilah superioritas atau yunioritas satu sama lain. 

Karena dikotomi hak akan dapat menimbulkan konflik sosial dan kadang-kadang justru berujung pada konflik agama dan keyakinan yang pada ahirnya akan menjauhkan masyarakat dari kehidupan yang di Rahmati Allah sebagaimana ungkapan "baldatun thoyyibatun warabbun ghafur".

Di samping persamaan, untuk menghindari sikap diskriminasi, maka harus ditonjolkan persaudaraan sesama orang beriman dan bahkan kepada sesama manusia. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas, betapa indah dan tulusnya persaudaraan antara kaum pendatang dari Mekah dengan kaum penolong dari Madinah. Mereka rela berbagi apa saja untuk saudaranya seiman. 

Demikianlah persaudaraan Islam betul-betul merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri dan dipelihara sebagaimana firman Allah;

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ ١٠٣

103.  Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali Imran:103)

Supaya persaudaraan yang dijalin dapat tegak dengan kokoh, maka diperlukan empat tiang penyangga utamanya yaitu:

  1. Ta'aruf adalah; saling kenal mengenal yang tidak hanya bersifat fisik atau biodata ringkas belaka, tetapi lebih jauh lagi menyangkut latar belakang pendidikan, budaya, keagamaan, pemikiran, ide-ide, cita-cita serta problema kehidupan yang dihadapi.
  2. Tafahum yaitu saling memahami kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan masing-masing, sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman dapat dihindari.
  3. Ta'awun yaitu saling tolong menolong, dimana yang kuat menolong yang lebih dan yang memiliki kelebihan menolong yang kekurangan, dengan konsep ini maka kerjasama akan tercipta dengan baik dan saling menguntungkan sesuai fungsi dan kemampuan masing-masing.
  4. Takaful yaitu saling memberikan jaminan, sehingga menimbulkan rasa aman, tidak ada rasa kekhawatiran dan kecemasan menghadapi hidup ini, karena ada jaminan dari sesama saudara untuk memberikan pertolongan yang diperlukan dalam menjalani kehidupan.

Dengan empat sendi persaudaraan tersebut umat Islam akan saling mencintai dan bahu-membahu serta tolong menolong dalam menjalani dan menghadapi tantangan kehidupan, bahkan mereka sudah seperti satu batang tubuh yang masing-masing bagian tubuh ikut merasakan penderitaan bagian tubuh lainnya. ( Roli Abdul Rahman, Menjaga Aqidah dan Akhlak, hal. 114-116, Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007)

Hikmah Menghindari Diskriminasi

Jika dilihat dari aspek agama dan sosial, seorang yang meninggalkan sikap diskriminatif biasanya memiliki sifat dan kecenderungan yang lebih dominan untuk memberikan manfaat terhadap sesamanya, yang diwujudkan dalam bentuk sikap selalu mengutamakan orang lain, meringankan beban orang lain, tidak menjadi beban orang lain, ramah tamah, dan menjaga kebiasaan berdasarkan ajaran yang benar.

  1. Mengutamakan orang lain: Seorang muslim yang menghindari sikap diskriminasi cenderung lebih mengutamakan orang lain dari pada dirinya sendiri, meskipun dia miskin, karena Islam mengajarkan kepada para pengikutnya untuk melakukan hal demikian. Altruisme (sikap mengutamakan kepentingan orang lain). Nabi saw. selalu merasa gembira manakala melihat ajaran altruisme membuahkan hasil dalam kehidupan umat Islam ketika terjadi krisis seperti masa kekeringan atau kelaparan.
  2. Meringankan beban orang lain: Seorang muslim yang menghindari sikap diskriminasi adalah seorang toleran, sabar dan memperlakukan orang lain dengan baik. Dia berusaha meringankan beban orang yang berhutang.
  3. Tidak menjadi beban orang lain: Seorang muslim yang menghindari sikap diskriminasi memiliki jiwa mandiri dan independen, tidak berpikiran untuk meminta-minta. Jika beberapa kesulitan menimpanya, dia menghadapinya dengan sabar dan berupaya lebih keras. Dia berupaya menjaga diri agar jangan sampai menjadi salah seorang yang menaruh harap dari kedermawanan orang-orang yang berbuat kebajikan. Sebab Islam mengajarkan kepada kita untuk menganggap diri kita bisa melakukan hal tersebut dan mendorong kita untuk mandiri, independen dan sabar. Maka Allah akan menolong kita dan memberi kita independensi dan kesabaran. Barang siapa yang menjaga diri dari meminta-minta kepada orang lain, Allah akan menolongnya. Barang siapa yang berusaha untuk mandiri, Allah akan memperkaya dia. Barang siapa yang berupaya sabar, Allah akan menganugerahinya kesabaran, dan seseorang tidak dianugerahi kesabaran yang lebih baik atau karunia yang lebih luas dari pada kesabaran. Rasulullah saw. memperingatkan umat Islam bahwa," Tangan yang di atas lebih baik dari pada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas adalah orang yang memberi, sedangkan tangan yang di bawah adalah tangan yang menerima.
  4. Ramah Tamah Terhadap sesama Manusia; Seorang yang benar-benar memahami ajaran agama senantiasa bersikap ramah, bersahabat dan menyenangkan. Dia bergaul dengan orang lain dan berhubungan dengan mereka. Ini merupakan sesuatu yang harus menjadi karakteristik seorang muslim yang memahami bahwa menjaga lidah dan memelihara kepercayaan mereka merupakan salah satu kewajiban terpenting seorang muslim. Hal itu merupakan sarana efektif untuk menyampaikan pesan kebenaran kepada mereka, dan mengajak mereka kepada nilai-nilai moral, sebab orang hanya akan mendengarkan orang-orang yang mereka sukai, percaya dan terima. Salah satu sifat orang Mu'min adalah bahwa dia bergaul dengan orang lain dan orang lain merasa nyaman bersamanya. Dia menyukai orang lain dan mereka menyukainya. Tidak ada kebaikan dalam diri orang yang tidak bergaul dengan orang lain dan orang lain tidak merasa nyaman bersamanya.
  5. Berperilaku Sesuai Ajaran Islam: Salah satu karakteristik terpenting seorang muslim yang menghindari sikap diskriminasi adalah, dia mengukur setiap tradisi masyarakatnya yang telah cukup dikenal berdasarkan standar-standar Islam. Semua nilai-nilai sosialnya didasarkan atas pemahamannya terhadap prinsip-prinsip dasar agamanya. Karena hanya dengan mangamalkan ajaran Islam secara benar, kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera dapat diwujudkan.
  6. Wajar dan realistis: Allah melalui Rasul-Nya telah mengajarkan manusia bahwa tujuan hidup sebenarnya adalah agar dapat menghambakan diri kepada Allah, sehingga tercapai, derajat taqwa yang prima. Seharusnya manusia cermat dalam hidupnya, terutama dalam mencari kemuliaan dan kebahagiaan hakiki. Kemuliaan dan kebahagiaan tidak terletak pada kekayaan ataupun jabatan yang dimiliki seseorang, oleh karena itu jangan menjadikanya harta atau jabatan sebagai tujuan hidup. Karena hal yang demikian ini akan menyesatkan dan menurunkan derajat manusia.
  7. Menunaikan Kewajiban; Dalam hidup ini kepada manusia diperkenalkan ada hak ada juga kewajiban, yang harus dipenuhi secara seimbang. Dalam kenyataan hidup cukup banyak orang yang justru lebih banyak menuntut hak dibanding dengan melakukan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Dengan dalih menegakkan keadilan, seringkali dijadikan alasan yang berlebihan untuk menuntut hak. Sementara berbagai kewajiban cenderung diabaikan. Padahal seandainya kewajiban telah dilakukan, sedangkan hak belum diberikan karena berbagai alasan, sementara yang bersangkutan tetap dapat bertahan dengan baik, maka hal ini cukup memadai untuk tidak melakukan tuntutan terhadap hak. Karena kebaikan atau pengorbanan dalam bentuk apapun, sekecil apapun, atau mungkin kita sendiri tidak faham bahwa hal itu adalah bagian dari kebaikan karena terlalu kecil, akan tetap diperhitungkan dan akan diberi balasan oleh Allah. Balasan terhadap suatu amal kebajikan bisa di dunia dan bisa juga di akhirat kelak. ( Roli Abdul Rahman, Menjaga Agidah dan Akhlak,hal. 116-117, Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007)