Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perkembangan Islam Pada Masa Bani Umayah

Daftar Isi [Tampilkan]

Bani Umayah

Dengan meninggalnya khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka bentuk pemerintahan kekhalifahan telah berakhir, dan dilanjutkan dengan bentuk pemerintahan dinasti (kerajaan), yaitu Bani Umayyah.

Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah ibn Abi Sufyan ibn Harb ibn Umayyah. Muawiyah dapat mendirikan kursi kekuasaan bukan atas dasar demokrasi yang berdasarkan atas hasil pilihan umat Islam.

Berdirinya dinasti Bani Umayyah bukan berdasar pada hukum musyawarah. Jabatan raja menjadi pusaka yang diwariskan secara turun temurun dengan sistem monarkhi.

Dinasti Bani Umayyah berdiri selama lebih kurang 90 tahun (40 – 132 H / 661 – 750 M), dengan Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. Pada masa pemerintahan dinasti ini banyak kemajuan, perkembangan dan perluasan daerah yang dicapai, terlebih pada masa pemerintahan khalifah Walid bin Abdul Malik (86-96 H / 705-715 M).

Pada masa awal pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan ada usaha memperluas wilayah kekuasan ke berbagai daerah, seperti ke India dengan mengutus Muhallab ibn Abu Sufrah, dan usaha perluasan ke barat ke daerah Byzantium di bawah pimpinan Yazid ibn Muawiyah. Selain itu juga diadakan perluasan wilayah Afrika Utara.

Dalam upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Muawiyah, beliau selalu mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut pusat-pusat kekuasaan di luar jazirah Arabia, antara lain adalah upayanya untuk menguasai kota Konstatinopel.

Paling tidak terdapat tiga hal yang menyebabkan Muawiyah ibn Abu Sufyan terus berusaha merebut Byzantium. Pertama, Byzantium merupakan basis kekuatan agama kristen ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium sering mengadakan pemberontakan ke daerah Islam. Ketiga, Byzantium termasuk wilayah yang mempunyai kekayaan yang melimpah.

Meskipun keadaan dalam negeri dapat di atasi pada beberapa periode, akan tetapi pada masa-masa tertentu seringkali dapat membahayakan keadaan pemerintahan itu sendiri. Ketika pemerintahan berada di tangan khalifah Abdul Malik ibn Marwan (65-86 H / 685-705 M). Keadaan dalam negeri boleh dibilang teratasi. Sehingga dengan keadaan seperti itu, kemajuan peradaban dapat dicapai, terutama dalam politik kekuasaan.

Khalifah Walid ibn Abdul Malik berusaha memperluas daerah menuju Afrika Utara yaitu ke Maghrib al-Aqsha dan Andalusia. Dengan keinginan dan keberanian, Musa ibn Nushair dapat menguasai wilayah tersebut, sehingga ia diangkat sebagai gubernur untuk wilayah Afrika Utara.

Ketika ia menjabat gubernur Afrika Utara, ia dapat menaklukan beberapa suku yang terus mengadakan pemberontakan di daerah itu. Sehingga dengan demikian, ia dapat leluasa memperluas wilayah kekuasaan Islam ke daerah-daerah lainnya di seberang lautan.

Untuk tugas itu, Musa ibn Nushair mengutus Tharif ibn Malik mengintai keadaan Andalusia dibantu oleh Julian. Kebersihan ekspedisi awal ini membuka peluang bagi Musa ibn Nushair melakukan langkah berikutnya dengan mengirim Thariq ibn Ziyad menyeberangi lautan guna merebut daerah Andalusia. Tepat pada tahun 711 M Thariq mendarat di sebuah selat, yang kini selat tersebut diberi nama yakni Selat Jabal Thariq atau Selat Gibralter.

Keberhasilan Thariq memasuki wilayah Andalusia, membuat peta perjalanan sejarah baru bagi kekuasaan Islam. Sebab, satu per satu wilayah yang dilewati Thariq dapat dengan mudah jatuh ke tangannya seperti kota Cordova, Granada, dan Toledo dapat ditaklukkannya, sehingga Islam dapat tersebar dan menjadi agama panutan bagi penduduknya meskipun tidak semua penduduk Andalusia atau Spanyol yang masuk Islam.

Tidak hanya itu, Islam menjadi sebuah agama yang mampu memberikan motivasi pada para pemeluknya untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya, sehingga Andalusia mencapai kejayaan pada masa Pemerintahan Islam.

Dalam perjalanan sejarahnya, dinasti Bani Umayyah mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Walid bin Yazid (125-126 H / 743-744 M). Bahkan akhirnya kekuasaan Bani Umayyah mengalami kehancuran ketika diserang oleh gerakan Bani Abbas pada tahun 132 H / 750 M.

Di dinasti Bani Umayyah ini, kebudayaan mengalami perkembangan bila dibandingkan dengan perkembangan yang ada pada masa sebelumnya, yakni pada masa Khulafaur Rosyiddin. Demikian pula perkembangan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan dengan baik.

Di antara kebudayaan Islam yang mengalami perkembangan pada masa ini adalah seni sastra, seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni ukir, dan sebagainya.

Pada masa ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam dengan mengambil pola Romawi, Persia, dan Arab. Salah satu dari bangunan itu adalah masjid Damaskus yang dibangun pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik dengan hiasan dinding dan ukiran yang sangat indah. Contoh lain adalah bangunan masjid di Cordova yang terbuat dari batu pualam.

Dalam bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, ilmu sejarah, dan sebagainya.

Kota yang menjadi pusat kajian ilmu pengetahuan antara lain adalah Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova, Granada, dan lainnya, dengan masjid sebagai pusat pengajarannya, selain madrasah atau lembaga pendidikan yang ada.

Sepeninggal Hisyam ibn Abdul Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya daulah Bani Umayyah digulingkan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan Al Muslim Al Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran:

  1. Sebab-sebab umum
    1. Penyelewengan dari sistem musyawarah Islam diganti dengan sistem kerajaan
    2. Pengkhianatan permusyawaratan di Daumatul Jandal
    3. Menyalahi perjanjian Madain antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali
    4. Pengangkatan putra mahkota lebih dari satu
  2. Sebab-sebab khusus
    1. Kelemahan dari Yazid bin Abdul Malik memecat orang-orang yang dalam jabatannya diganti dengan orang-orang yang disukainya, padahal pengganti itu tidak ahli.
    2. Kemewahan dan keborosan di kalangan istana

Perkembangan Organisasi Negara Dan Susunan Pemerintahan

Organisasi Negara pada masa daulah Bani Umayyah masih seperti pada masa permulaan Islam, yaitu terdiri dari lima badan:

  1. An Nidhamus Siyasi (organisasi politik)
  2. An Nidhamus Idari (organisasi tata usaha negara)
  3. An Nidhamus Mali (organisasi keuangan atau ekonomi)
  4. An Nidhamus Harbi (organisasi pertahanan)
  5. An Nidhamus Qadhai (organisasi kehakiman)

a. An Nidhamus Siyasi

dalam bidang organisasi politik ini telah mengalami beberapa perubahan dibandingkan dengan masa permulaan Islam. Perubahan yang sangat prinsip dalam beberapa hal yang diuraikan di bawah ini:

1. Kekuasaan

Perebutan kekuasaan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam peraturan yang menjadi dasar pemilihan khulafaur rosyiddin. Maka dengan demikian, jabatan khalifah beralih ke tangan raja satu keluarga, yang memerintah dengan kekuatan pedang, politil dan tipu daya (diplomasi).

Penyelewengan semakin jauh setelah Muawiyah mengangkat anaknya Yazid menjadi putra mahkota, yang dengan demikian berarti beralihnya organisasi khalifah yang berdiri atas dasar Syura dan bersendikan agama kepada organisasi Al Mulk (kerajaan) yang tegak atas dasar keturunan serta bersandar terutama kepada politik dari pada kepada agama.

2. Al Kitabah

Seperti halnya pada masa permulaan Islam, maka dalam masa Daulah Umayah dibentuk semacam Dewan Sekertariat Negara yang mengurus berbagai urusan pemerintahan. Karena dalam masa ini urusan pemerintahan telah menjadi lebih banyak, maka ditetapkan empat orang sekertaris yaitu:

  1. Katib Ar Rasail (Sekertaris Urusan Persuratan)
  2. Katib Al Kharraj (Sekertaris Urusan Pajak dan Keuangan)
  3. Katib Asy Syurthah (Sekertaris Urusan Kepolisian)
  4. Katib Al Qadhi (Sekertaris Urusan Kehakiman)

Di antara para sekertaris itu, Katib Ar Rasail yang paling penting, sehingga para khalifah tidak akan memberi jabatan itu, kecuali kepada kaum kerabat atau orang-orang tertentu.

Diantara para kuttab yang paling terkenal selama Daulah Umayyah ialah:

  1. Zaiyad bin Abihi, sekertaris Abu Musa Al Asy’ary
  2. Salim, sekertaris Hisyam bin Abdul Malik
  3. Abdul Hamid, sekertaris Marwan bin Muhammad

3. Al Hijabah

Pada masa Daulah Umayyah, diadakan satu jabatan baru yang bernama Al Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan khalifah. Mungkin karena khawatir akan terulang peristiwa pembunuhan terhadap Ali dan percobaan pembunuhan terhadap Muawiyah dan Amru bin Ash, maka diadakanlah penjagaan yang ketat sekali terhadap diri khalifah, sehingga siapapun tidak dapat menghadap sebelum mendapat izin dari para pengawal (hujjab).

b. An Nidhamul Idari

Organisasi tata usaha negara pada permulaan Islam sangat sederhana, tidak diadakan pembidangan usaha yang khusus. Demikian pula keadaannya pada masa Daulah Bani Umayah, administrasi negara sangat simpel.

Pada umumnya, di daerah-daerah Islam bekas daerah Romawi dan Persia, administrasi pemerintahan dibiarkan terus berlaku seperti yang telah ada, kecuali diadakan perubahan-perubahan kecil.

1. Ad Dawawin

Untuk mengurus tata usaha pemerintahan, maka Daulah Umayah mengadakan empat buah dewan atau kantor pusat, yaitu:

  1. Diwanul Kharraj
  2. Diwanul Rasail
  3. Diwanul Mustaghilat al Mutanawi’ah
  4. Diwanul Khatim, dewan ini sangat penting karena tugasnya mengurus surat surat lamaran raja, menyiarkannya, menstempel, membungkus dengan kain dan dibalut dengan lilin kemudian di atasnya dicap.

2. Al Imarah Alal Baldan

Daulah Umayah membagi daerah Mamlakah Islamiyah kepada lima wilayah besar, yaitu:

  1. Hijaz, Yaman dan Najed (pedalaman jazirah Arab)
  2. Irak Arab dan Irak Ajam, Aman dan Bahrain, Karman dan Sajistan, Kabul dan Khurasan, negeri-negeri di belakang sungai (Ma Wara’a Nahri) dan Sind serta sebagian negeri Punjab
  3. Mesir dan Sudan
  4. Armenia, Azerbaijan, dan Asia Kecil
  5. Afrika Utara, Libia, Andalusia, Sisilia, Sardinia dan Balyar

Untuk tiap wilayah besar ini, diangkat seorang Amirul Umara (Gubernur Jenderal) yang di bawah kekuasaannya ada beberapa orang amir (gubernur) yang mengepalai satu wilayah.

Dalam rangka pelaksanaan kesatuan politik bagi negeri-negeri Arab, maka khalifah Umar mengangkat para gubernur jenderal yang berasal dari orang-orang Arab. Politik ini dijalankan terus oleh khalifah-khalifah sesudahnya, termasuk para khalifah daulah Umayyah.

3. Barid

Organisasi pos diadakan dalam tata usaha negara Islam semenjak Muawiyah bin Abi Sofyan memegang jabatan khalifah. Setelah khalifah Abdul Malik bin Marwan berkuasa maka diadakan perbaikan-perbaikan dalam organisasi pos, sehingga ia menjadi alat yang sangat vital dalam administrasi negara.

4. Syurthah

Organisasi syurthah (kepolisian) dilanjutkan terus dalam masa Daulah Umayah, bahkan disempurnakan. Pada mulanya organisasi kepolisian ini menjadi bagian dari organisasi kehakiman, yang bertugas melaksanakan perintah hakim dan keputusan keputusan pengadilan, dan kepalanya sebagai pelaksana Al Hudud.

Tidak lama kemudian, maka organisasi kepolisian terpisah dari kehakiman dan berdiri sendiri, dengan tugas mengawasi dan mengurus soal-soal kejahatan.

Khalifah Hisyam memasukkan dalam organisasi kepolisian satu badan yang bernama Nidhamul Ahdas dengan tugas hampir sama dengan tugas tentara yaitu semacam brigade mobil.

c. Nidhamul Mali

Yaitu organisasi keuangan atau ekonomi, bahwa sumber uang masuk pada zaman Daulah Umayah pada umumnya seperti di zaman permulaan Islam.

1. Al Dharaib

Yaitu suatu kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara (Al Dharaib) pada zaman Daulah Umayah dan sudah berlaku kewajiban ini di zaman permulaan Islam. Kepada penduduk dari negeri-negeri yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak-pajak istimewa. Sikap yang begini yang telah menimbulkan perlawanan pada beberapa daerah.

2. Masharif Baitul Mal

Yaitu saluran uang keluar pada masa Daulah Umayah, pada umumnya sama seperti pada masa permulaan Islam yaitu untuk:

  1. Gaji para pegawai dan tentara serta biaya tata usaha Negara
  2. Pembangunan pertanian, termasuk irigasi dan penggalian terusan-terusan
  3. Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
  4. Biaya perlengkapan perang
  5. Hadiah-hadiah kepada para pujangga dan para ulama

Kecuali itu, para khalifah Umayah menyediakan dana khusus untuk dinas rahasia, sedangkan gaji tentara ditingkatkan sedemikian rupa, demi untuk menjalankan tangan besinya.

d. An Nidjamul Harbi

Organisasi pertahanan pada masa Daulah Umayah sama seperti telah dibuat oleh khalifah Umar, hanya lebih disempurnakan. Hanya bedanya, kalau pada waktu Khulafaur Rasyiddin tentara Islam adalah tentara sukarela, maka pada zaman Daulah Umayah orang masuk tentara kebanyakan dengan paksa atau setengah paksa, yang dinamakan Nidhamut Tajnidil Ijbari yaitu semacam undang-undang wajib militer.

Politik ketentaraan pada masa Bani Umayah, yaitu politik Arab oriented dimana anggota tentara haruslah terdiri dari orang-orang Arab. Keadaan itu berjalan terus, sampai-sampai daerah kerajaannya menjadi luas meliputi Afrika Utara, Andalusia, dan lain-lainnya. Sehingga terpaksa meminta bantuan kepada bangsa Barbar untuk menjadi tentara.

Organisasi tentara pada masa ini banyak mencontoh organisasi tentara Persia. Pada masa khalifah Utsman telah mulai dibangun angakatan laut Islam, tetapi sangat sederhana. Setelah Muawiyah memegang kendali negara Islam, maka dibangunlah armada laut yang kuat dengan tujuan:

  1. Untuk mempertahankan daerah-daerah Islam dari serangan armada Romawi
  2. Untuk memperluas dakwah Islamiyah

Muawiyah membentuk armada musim panas dan armada musim dingin, sehingga ia sanggup bertempur dalam segala musim.

Armada laut Syam terdiri dari banyak kapal perang, di zaman Muawiyah Laksamana Aqobah bin Amri Fahrim menyerang pulau Rhadas.

Dalam tahun 53 H, armada Romawi menyerang daerah Islam dan terbunuh seorang panglimanya yang bernama Wardan, hal ini membuka mata kaum muslimin sehingga para pembesar Islam bergegas membangun galangan kapal perang pulau Raudhah pada tahun 64 H.

e. An Nidhamul Qadhai

Di zaman Daulah Umayah kekuasaan pengadilan telah dipesankan dari kekuasaan politik. Kehakiman pada itu mempunyai dua ciri khasnya yaitu:

1. Bahwa seorang qadhi memutuskan perkara dengan ijtihadnya

Karena pada waktu itu belum ada lagi madzhab empat atau madzhab lainnya. Pada masa itu para qadhi menggali hukum sendiri dari Al Kitab dan As Sunnah dengan berijtihad.

2. Kehakiman belum terpengaruh dengan politik

Karena para qadhi bebas merdeka dengan hukumnya, tidak terpengaruh dengan kehendak para pembesar yang berkuasa. Para hakim pada zaman Umayah adalah manusai pilihan yang bertakwa kepada Allah dan melaksanakan hukum dengan adil, sementara para khalifah mengawasi gerak-gerik dan perilaku mereka, sehingga kalau ada yang menyeleweng harus dipecat.

Kekuasaan kehakiman pada zaman ini dibagi ke dalam tiga badan:

  1. Al Qadha seperti diuraikan di atas, tugas qadhi biasanya menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan agama
  2. Al Hisbah dimana tugas Al Muhtashib (kepala hisbah) biasanya menyelesaikan perkara-perkara umum dan soal-soal pidana yang memerlukan tindakan cepat
  3. An Nadhar fil Madhalim yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding

3. An Nadhar fil Madhalim

Ini adalah pengadilan tertinggi, yang bertugas menerima banding dari pengadilan yang dibawahnya dan mengadili para hakim dan para pembesar tinggi yang bersalah.

Pengadilan ini bersidang di bawah pimpinan khalifah sendiri atau orang yang ditunjuk olehnya. Para khalifah Bani Umayah menyediakan satu hari saja dalam seminggu untuk keperluan ini dan yang pertama kali mengadakannya yaitu Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Seperti mahkamah-mahkamah yang lain, mahkamah Madhalim juga diadakan di Masjid.

Ketua Mahkamah Madhalim dibantu oleh lima orang pejabat lainnya, dimana sidang mahkamah itu tidak sah tanpa mereka, yaitu:

  1. Para pengawal yang kuat-kuat, yang sanggup bertindak kalau para pesakitan lari atau berbuat jahat
  2. Para hakim dan qadhi
  3. Para sarjana hukum (fuqaha) tempat para hakim meminta pendapat tentang hukum
  4. Para penulis yang bertugas mencatat segala jalannya sidang
  5. Para saksi

Demikianlah perkembangan Islam periode klasik pada masa Bani Umayah, daulah yang memimpin Islam selama 90 tahun.