Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Penentuan Awal Bulan Qamariyah atau Hijriyah

Daftar Isi [Tampilkan]

Ilmu falak atau astronomi merupakan sains yang dikembangkan oleh umat Islam, dan mengalami perkembangan selaras dengan perkembangan sains. Dari sekian banyak cabang ilmu falak, falak syar’I menempati posisi strategis dalam Islam, karena bersentuhan secara langsung dengan beberapa aspek ibadah.

Setidaknya ada empat hal ibadah yang terkait langsung dengan ilmu falak; menentukan awal bulan Qamariyah, menentukan jadwal shalat, menentukan bayangan kearah kiblat, dan menentukan kapan dan dimana terjadi gerhana. 

Kaitannya dalam Penentuan awal bulan Qamariyah, sampai saat ini belum ada sistem yang disepakati dan digunakan secara bersama-sama. Ini dikarenakan penentuan tersebut adalah masalah ijtihadi. 

Penanggalan Islam Hijriyah didasarkan atas peredaran bulan mengelilingi bumi (revolusi bulan terhadap bumi), sedangkan penanggalan Masehi didasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari (revolusi bumi terhadap matahari). Awal bulan Qamariyah diawali dengan munculnya hilal, yaitu bulan sabit yang kali pertama terlihat. 

Untuk saat ini dengan adanya astronomi modern dan mutakhir, sangat akurat dan detail dalam menghitung, menentukan dan memperkirakan seluk beluk penentuan hilal. Misalnya ketinggian hilal diatas ufuk atau horison, dan juga perbedaan sudut kearah hilal dengan kearah matahari. Kemungkinan terjadi kesalahan 1 dibandingkan 3600, dan tingkat ketelitian ini sudah melebihi cukup untuk menentukan awal bulan. 

Namun dalam perkembangannya, penentuan awal Ramadhan dan hari raya tidak lagi dikatakan mudah. Dari segi teknis ilmiah, sebenarnya penentuannya memang mudah karena merupakan bagian dari ilmu eksakta. Akan tetapi dalam penerapannya di masyarakat sulit dilakukan karena menyangkut faktor non-eksakta, yaitu menyangkut masalah syar'i atau fikih, Umat Islam khususnya di Indonesia, seringkali mengalami peristiwa yang membingungkan saat terjadi penentuan hari pertama sebuah bulan karena adanya perbedaan. Perbedaan ini terjadi manakala terkait dengan prosesi sebuah ibadah. Tiga peristiwa yang sering terjadi di masyarakat kita adalah: 

  1. pada saat menentukan akhir bulan Sya'ban karena terkait dengan hari pertama bulan berikutnya, tanggal 1 Ramadhan, di mana umat Islam harus mulai menjalankan ibadah wajib puasa.
  2. Pada saat menentukan akhir bulan Ramadhan, karena terkait erat dengan hari pertama bulan Syawal, saat prosesi ibadah Idul Fitri dilaksanakan. 
  3. Pada saat menentukan awal bulan Dzulhijjah, karena terkait dengan hari kesepuluh bulan tersebut, yaitu prosesi ibadah kaitannya dengan Idul Adha. 

Jika dikaji lebih mendalam, sebenarnya perbedaan yang sering muncul ini akibat sikap kehati-hatian umat Islam, karena Prosesi ibadah pada saat-saat itu jika dilakukan pada hari yang salah hukumnya menjadi hararn. Puasa di bulan Ramadhan hukumnya wajib, namun ada ketentuan syar'i bahwa berpuasa di tanggal 1 Syawal hukumnya haram. 

Demikian juga menentukan hari terakhir bulan Dzulqaidah, pada tanggal 9 bulan berikutnya (9 Dzulhijjah) umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji menjalankan puncak prosesi ibadah mereka, yaitu wukuf di Padang Arafah.

Umat Islam yang sedang tidak menjalankan ibadah haji pada hari itu disunnahkan berpuasa Arafah. Selanjutnya tanggal 10 Dzulhijjah umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah shalat Idul Adha, dan 3 hari berikutnya yang merupakan hari tasyriq, termasuk waktu yang diharamkan berpuasa. 

Penentuan awal bulan Qamariyah terdapat perbedaan diantara ulama, sebagian menyatakan harus berdasarkan hasil rukyatul hilal, sedangkan sebagian yang lain menggunakan metode hisab. Madzhab hisab dan madzhab rukyat secara umum adalah bagian tak terpisahkan dari astronomi modern. 

Mazhab hisab berpendapat bahwa dalam menentukan awal bulan Qamariyah cukup dengan cara menghitung secara matematis dengan menggunakan metode perhitungan falak, sehingga tidak diperlukan adanya pembuktian untuk melihat hilal. 

Sedangkan madzhab rukyat berpendapat bahwa, untuk menentukan awal bulan Qamariyah masih diharuskan dibuktikan dengan melihat hilal, hisab dan ilmu astronomi hanyalah sebagai pendukung. 

Paradigma hisab dan rukyat telah ada sejak zaman nabi Muhammad Saw sampai sekarang, sejak zaman teori geosentris hingga zaman teori heliosentris. Kedua paradigma ini ada kesamaan umat Islam dalam menggunakan hilal sebagai penentu awal bulan Qamariyah. Kedua tradisi ini berkeinginan mendapatkan hilal yang presisi dan pasti, tidak ingin gegabah, serius, dan sungguh-sungguh untuk keperluan ibadah.