Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ajaran Akhlak atau Tasawuf dalam Ahlussunnah Wal Jamaah

Daftar Isi [Tampilkan]

Akhlak Ahlussunnah Wal Jamaah

Prinsip Ahlussunnah wal Jama'ah, tujuan dan hakikat hidup adalah tercapainya kesimbangan kepentingan dunia dan akhirat, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt harus dicapai melalui perjalanan spiritual, yang bertujuan untuk memperoleh hakikat dan kesempurnaan hidup manusia, atau insan kamil. 

Namun hakikat yang diperoleh tersebut, tidak boleh meninggalkan garis-garis yang telah ditetapkan dleh Allah didalam al-Qur'an dan sunnah Rasulullah Saw. Bagi penganut Ahlussunnah wal Jama'ah, al-Qur'an dan as-Hadis merupakan rujukan tertinggi. 

Para ulama selalu memahami dan menghayati pengamalan-pengamalan yang dilakukan Rasulullah Saw selama hidupnya. Demikian juga pengamalan-pengamalan para sahabat, tabi'in' tabi'ut tabi'in dan seterusnya hingga sekarang. 

Memahami sejarah Nabi hingga para ulama waliyullah, dapat dilihat dari kehidupan pribadi dan sosialnya. Kehidupan individu misalnya zuhud atau kesederhanaannya, wara' atau selalu menjauhkan diri dari perbuatan Yang tidak jelas dan tercela, dan dzikir Yang dilakukan mereka. 

Kehidupan sosial dalam kemasyarakatan, misalnya sopan santun, tawadhu' atau andhap asor dan sebagainya, harus diresapi dan diteladani dengan penuh kesabaran dan kesungguhan. 

Istilah lain akhlak adalah tasawuf, secara jama'ah kaum Nahdliyin dapat memasuki kehidupan sufi melalui cara-cara usaha yang telah digunakan seorang sufi tertentu dalam bentuk thariqah atau tarikat. Tidak semua tarikat yang ada bisa diterima, kaum Nahdliyin menerima tarikat yang memiliki sanad sampai dengan Nabi Muhammad Saw, disebut thariqah mu'tabarah. 

Jalan sufi yang telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya serta para pewarisnya, adalah jalan yang tetap memegang teguh syari'at-syari'at Islam. 

Kaum Nahdliyin tidak menerima tasawuf al-Hallaj dengan pernyataannya "Ana al-Haq" Siti Jenar. Kita warga NU hanya menerima ajaran-ajaran tasawuf yang tidak meninggalkan aqidah dan syari'at seperti yang terdapat dalam tasawuf Imam al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi. Perilaku yang dilakukan warga NU di bidang akhlak atau tasawuf, adalah sebagai berikut: 

  1. Mempercayai bahwa antara syari'at, akidah, dan tasawuf mempunyai kaitan. Syari'at harus didahulukan daripada tasawuf. Tasawuf tidaklah identik dengan kejumudan. Sebaliknya tasawuf mampu memberikan motivasi untuk selalu dinamis mencari kebahagiaan, baik secara fisik maupun metafisik. Inti ajaran tasawuf adalah penyucian hati dan pembentukan sikap mental seideal mungkin dalam menghambakan diri kepada Allah Swt. 
  2. Menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam dengan riyadhah dan mujahadah menurut cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan ajaran Islam. 
  3. Mencegah ekstrimisme yang dapat menjerumuskan Orang kepada penyelewengan akidah dan syari'at. 
  4. Berpedoman kepada akhlakul karimah dan selalu memberikan jalan tengah diantara dua kelompok yang berbeda, atau tawasuth. 

Tasawuf yang diikuti kaum Nahdliyin adalah tasawuf yang moderat. Pengadopsian tasawuf yang demikian, memungkinkan umat Islam secara individu memiliki hubungan langsung dengan Allah, dan secara berjama'ah dapat melakukan gerakan kearah kebaikan umat. 

Dengan tasawuf Imam al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi, diharapkan warga NU menjadi umat yang memiliki kesalihan individu dan kesalihan sosial. Umat yang selalu dinamis dapat menyandingkan antara tawaran-tawaran kenikmatan bertemu dengan Tuhannya, dan sekaligus dapat menyelesaikan persoalan-pesoalan yang dihadapi oleh umat manusia. 

Hal ini pernah ditunjukkan oleh Walisongo, secara individu para wali memiliki kedekatan dengan Allah, pada saat yang sama mereka selalu membenahi akhlak masyarakat dengan penuk bijaksana. Akhirnya agama Islam dengan mudah diterima masyarakat di nusantara tercinta ini dengan penuh keikhlasan dan kedamaian.