Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tantangan yang Dihadapi dalam Pelestarian Ahlussunah Wal Jamaah

Daftar Isi [Tampilkan]

Ada beberapa tantangan yang harus kita hadapi dan waspadai agar generasi kita baik itu dari IPNU-IPPNU, ANSHOR, FATAYAT maupun yang lainnya tidak mudah untuk mengikuti ideologi tersebut.

Tantangan-tantangan tersebut antara lain 
  1. Munculnya ideologi-ideologi islam, kelompok radikal, dan kelompok islam politik, seperti Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Partai Keadilan Sosial (PKS), Ikhwanul Muslimin (IM), Kelompok Persiapan Penegak Syariat Islam (KPPSI) yang muncul dibeberapa daerah dan menuntut diberlakukannya perda islam.
  2. Munculnya isu-isu pro pasar dan mendukung sepenuhnya proses penyebaran liberalisme di Indonesia, demokrasi, pluralisme, multikulturalisme, dan lain-lain.
  3. Munculnya aliran-aliran sempalan Islam seperti aliran Lia Eden, Ahmadiyah, Islam Jamaah, LDII, Al-Qiyadah al Islamiyah dan lain-lain.
Kemunculan berbagai ideologi dan pemikiran ini harus segera dijawab tetapi bukan dengan reaksioner atau perlawanan melainkan dengan cara membumikan atau menanamkan yang kuat akan ajaran Ahlussunah Wal Jamaah. Menjadi lebih aplikatif, tranformatif, dan berpihak kepada kelompok-kelompok yang terpinggirkan.

Berbagai terobosan sudah dilakukan oleh kalangan kaum muda  NU dengan menciptakan wacana-wacana tandingan seperti: menyusun gerakan islam Emansipatoris oleh teman-teman perhimpunan pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), membuat islam “Post Tradisional” atau lebih populer disebut “Islam Prostra” semuanya kandas ditengah jalan. Yang asalnya menjadi alternatif sekaligus tandingan dari Islam Liberalnya JIL. Tetapi justru saat ini JIL masuh yang leading. Mereka menawarkan secara terus menerus gagasan-gagasan segar meskipun disana sini banyak mendapat kritik dan reaksi berbagai kelompok. Dimanakah kegagalan “Islam Prostra” dan “Islam Emansipatoris”, kegagalan ini dapat dilihat dari beberapa hal :
  1. Pada aspek bahasa, penamaan istilah “Islam Prostra” dan “Islam Emansipatoris” terasa asing dan kurang populis apalagi kalangan pesantren dan masyarakat tradisional pedesaan, berbeda dengan “Islam Liberal” meskipun untuk dia sangat kontroversi tetapi berhasil menjadi ikon pembeharuan pemikiran Islam.
  2. Metodologi yang digunakan terlalu rumit sehingga sulit untuk diterapkan menjadi sebuah alternatif
  3. Sosialisasi dan transformasi gagasan tersebut masih sangat sedikit berbeda dengan Islam Liberalnya JIL. Yang menggunakan kampanye dan sosialisai dengan berbagai cara terutama melalui berbagai macam publikasi baik beupa buku, online, famplet, booklet, radio, dan lain-lain.
  4. Program-program yang dilakukan oleh kalangan pengusung Islam Prostra dan Islam Emansipatoris masih LSM centris bukan sebagai isu gerakan tetapi program-program yang sebenarnya tidak menjadi kebutuhan stakeholders mereka.
Oleh karana itu, dalam merumuskan tentang wawasan strategis Ahlussunnah Wal Jama’ah harus berangkat dari kondisi-kondisi riil yang terjadi pada masyarakat, problem-problem apa yang terjadi pada sistem ketatanegaraan kita, krisis-krisis yang sedang melanda bangsa Indonesia, problem-problem keagamaan seperti apa yang berkembang di Masyarakat dan persoalan apa saja yang mereka hadi sehari-hari. Dari semua problem-problem ini dicarikan metodologi dari Nas-Nas agama yang dapat menjadi rujukan hukum untuk memecahkan persoalan-persoalan tersebut.