Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Munculnya paham Ahlussunnah Wal Jamaah

Daftar Isi [Tampilkan]
Pada masa pemerintahan Abasiyyah khususnya pada masa pemerintahan Al-Makmun (tahun 198-218 H/813-822 M) Al-Muktasihim (tahun 218-228 H/833-842 M) dan masa Al-Watsiq (tahun 228-233 H/842-847 M) menjadikan muktazilah sebagai paham resmi yang disahkan dan dilindungi oleh pemerintahan saat itu.

Dalam menyebarkan paham Muktazilah kholifah Al-Makmun melakukan pemaksaan terhadap seluruh jajaran pemerintahan dan seluruh masyarakat Islam. Ulama yang tidak mau mengikuti paham muktazilah menjadi korban penganiayaan dan dipenjarakan, misalnya : Imam Hambali (Ahmad Bin Hambal), Muhaimin Bin Nuh dan lainnya, oleh karena tidak mau mengakui bahwa al-Qur’an itu adalah makhluk seperti yang diyakini Muktazilah.

Para ulama bersama masyarakat Islam yang menentang paham muktazilah bersatu dan bersikap tegas mempertahankan keyakinan/aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah, mereka meyakini bahwa aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah adalah paham yang benar. Dukungan tersebut semakin lama semakin banyak terutama setelah terjadinya peristiwa Mihnatul Qur’an yaitu fitnah yang mengatakan bahwa al-Quran adalah makhluk. Peristiwa Mihnatul Qur’an semakin menimbulkan keresahan dalam masyarakat pada saat itu, sehingga semakin banyak masyarakat yang benci dan menentang pemerintahan termasuk pengikut muktazilah.

Banyaknya keresahan dan penentangan masyarakat terhadap pemerintahan Abasiyyah, maka pada masa pemerintahan Al Mutawakkil (133-247 H) menjabar sabagai Kholifah Abasiyyah menggantikan kholifah Al Watsiq, menyadari bahwa dukungan terhadap pemerintahannya semakin berkurang sebagi akibat dari peristiwa Mihnatul Quran, maka pada tahun 856 M pemerintahan Al Mutawakkil membatalkan aliran/paham Muktazilah sebagai paham resmi Negara dan Pemerintah.

Dari penentangan atau perlawanan inilah kemudian muncul ulama Islam Syeikh Abu Hasan Al-As’ari yang membawa ajaran-ajaran yang mudah diterima masyarakat sebab bersifat sederhana tetapi sejalan dengan sunnah nabi Muhammad saw. Syeikh Abu Hasan Al-As’ari pada mulanya adalah pengikut paham Muktazilah tetapi setelah mengetahui lewat mimpi bahwa ajaran-ajaran Muktazilah disebut oleh Nabi Muhammad sebagi paham atau aliran yang salah/sesat maka dia meninggalkan ajaran itu dan membentuk aliran sendiri yaitu Ahlussunnah Wal Jamaah.

Di Samarkand, timbul pula usaha untuk menentang aliran Muktazilah yang didirikan oleh Abu Mansur Al-Maturidi, beliau adalah ulama yang sepaham dengan Abu Hasan Al As’ari yang ajarannya kemudian dikenal dengan paham Maturidiyah. Di Bukhara aliran Maturidiyah dikembangkan oleh Ali Muhammad Al Bazdawi. Paham Ahlussunnah Wal Jamaah yang dikembangkan oleh kedua ulama tersebut ternyata mampu diterima di semua lapisan masyarakat sesuai dengan tingkat pemikiran dengan tetap menjaga kemurnian ajaran islam sesuai sunnah Nabi serta tradisi para sahabatnya, dan berkembang sampai saat ini.

Paham Ahlussunnah Wal Jamaah dikembangkan terus menerus oleh murid dan ulama pengikut Abu Hasan Al As’ary, seperti : Abu Hasan Al Bahili, Muhammad Al-Baqillani, Abdul Maali Al-Juwaini, Abu Hamid Al-Ghazali dan lain-lainnya. Penyebaran paham Ahlussunnah Wal Jamaah semakin lama semakin tersebar diseluruh penjuru dunia termasuk Indonesia.

Di Indonesia Ahlussunnah Wal Jamaah muncul sebagai gerakan pemurnian ajaran-ajaran Islam dari ajaran-ajaran Islam yang banyak menyeleweng dari ajaran murninya. Paham Ahlussunnah Wal Jamaah mudah diterima dan berkembang di Indonesia sebab dalam penyampaiannya menggunakan prinsip : At-Tawasuth (jalan tengah), Al-I’tidal (tegak lurus, tidak condong kanan kiri), At-Tawazun (keseimbangan), At-Tasamuh (Toleran), Amar Makruf Nahi Munkar (menyeru kabaikan dan mencegah kemungkaran), dan Al Iqtishod (sederhana menurut keperluan dan tidak berlebihan)