Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Tawasul adalah, Dalil, Hukum, Praktek dan Tata Cara Tawasul

Daftar Isi [Tampilkan]

Tawasul pada Shulaha' dan Auliya' 

Pengertian Tawasul

Menurut bahasa arti tawasul adalah mencari sarana. Sedangkan secara istilah tawasul artinya mendekatkan diri kepada Allah atau berdoa kepada Allah Swt. dengan mempergunakan wasilah, atau mendekatkan diri dengan bantuan perantara. Jadi tawasul merupakan pintu dan perantara doa menuju Allah Swt.

Banyak sekali cara untuk berdoa agar dikabulkan oleh Allah Swt., seperti berdoa di waktu sepertiga malam terakhir, berdoa di Raudhah, berdoa dengan didahului bacaan Alhamdulillaah dan shalawat dan meminta didoakan orang shaleh. 

Demikian juga tawasul adalah salah satu usaha agar doa kita dikabulkan Allah Swt. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan namun juga bukan bid'ah apalagi syirik, bahkan para ulama menjelaskan bahwa tawasul itu hukumnya sunnah, seperti keterangan dalam kitab Hujjah Ahlussunnah Waljama'ah. 

Bertawasul dengan orang-orang yang dekat dengan Allah Swt dimaksudkan agar mereka ikut memohon atas apa yang diminta kepada Allah. Bertawasul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah Swt seperti para nabi, para rasul dan para salihin, pada hakekatnya tidak bertawasul dengan dzat mereka, tetapi bertawasul dengan amal perbuatan mereka yang shalih. Karenanya, bertawasul itu tidak dengan orang-orang yang ahli maksiat, pendosa yang menjauhkan diri dari Allah, dan juga tidak bertawasul dengan pohon, batu, gunung dan lain-lain. 

Bertawasul kepada orang-orang yang dicintai oleh Allah Swt. dapat dilakukan pada saat mereka masih hidup (al-Tawasul bi al-Ahya) atau sudah meninggal dunia (al-Tawassul bi al-Amwat). 

Tidak ada perbedaan antara bertawasul kepada orang-orang yang dicintai oleh Allah Swt. pada saat mereka masih hidup atau sudah meninggal dunia. Tujuan tawasul adalah mengharap berkah dari orang-orang yang dicintai oleh Allah Swt. sementara semua pemberian dan kemanfaatan hanyalah kepunyaan Allah. Allahlah yang akan mengabulkan semua keinginan hamba-Nya yang berdoa. 

Orang-orang yang telah meninggal akan rusak dan hancur badannya atau jasadnya saja, sedang ruhnya tetap hidup dan tidak mati. Mereka berada di alam barzah. Suatu riwayat menyebutkan bahwa di alam barzah Nabi Muhammad Saw. menyaksikan perilaku umatnya di dunia. Jika umatnya berbuat baik maka beliau mengucap hamdalah, jika mereka berbuat kejelekan maka Nabi Saw. memintakan ampun kepada mereka. 

Jadi, sejatinya tawasul adalah berdoa kepada Allah Swt melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang shaleh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah Swt. Tawasul hanyalah merupakan pintu dan perantara dalam berdoa untuk menuju Allah Swt. Maka tawasul bukanlah termasuk syirik karena orang yang bertawasul meyakini bahwa hanya Allahlah yang akan mengabulkan semua doa.

Dalil Tawasul

Salah satu dalil tentang tawasul dalam al-Qur'an surat Al-Maidah/ 5 ayat 35: 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung. (QS al-Maidah/ 5 ayat 35) 

Ayat di atas secara jelas berisi perintah Allah Swt. untuk mencari wasilah. Dalam pandangan ulama NU, bertawasul dengan orang yang sudah mati hukumnya boleh. Sebab ketika seseorang meninggal dunia maka yang rusak dan hancur adalah badannya atau jasadnya saja, sedang ruhnya tetap hidup dan tidak mati. Orang yang sudah mati ada di alam Barzakh yang mana mereka telah putus segala amal perbuatan mereka untuk diri mereka sendiri. 

Dalam kitab Shahih Muslim; terdapat sebuah Hadis: 

Artinya: Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya dan anak shalih yang selalu mendoakannya. " (HR Muslim) 

Hadits semacam ini juga termaktub dalam Sunan Tirmidzi nomor hadits 1297, dalam Sunan Abu Dawud nomor hadits 2494, dalam Sunan Nasa'i nomor hadits 3591, musnad Ahmad nomor hadits 8489, serta dalam sunan Darimi nomor hadits 558. Hadits di atas menjadi dasar untuk menguatkan pendapat NU tentang bolehnya tawasul.

Sebab apabila manusia telah meninggal dunia itu putus segala amalnya untuk dirinya sendiri. Tetapi apabila ada orang lain (misalnya anaknya) mendoakannya maka hal ini bukan termasuk larangan, justru sebaliknya merupakan perintah agama. 

Hal ini diperkuat lagi ketika melintasi kubur kita disunnahkan untuk mengucapkan salam kepada ahli kubur, sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Ahli kubur juga akan menjawab salam yang kita ucapkan. Perlu diingat bahwa bagi yang berdoa di dunia, tidak boleh meminta kepada ahli kubur, karena diyakini bahwa mereka tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak bisa memberikan apa-apa. Hanya Allah-lah yang mengabulkan semua doa. 

Dalil al-Qur'an tentang dibolehkannya bertawasul dengan orang yang sudah meninggal adalah firman Allah surat an-Nisa/4 ayat 64: 

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا لِيُطَاعَ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَلَوْ اَنَّهُمْ اِذْ ظَّلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ جَاۤءُوْكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللّٰهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُوْلُ لَوَجَدُوا اللّٰهَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا

64.  Kami tidak mengutus seorang rasul pun, kecuali untuk ditaati dengan izin Allah. Seandainya mereka (orang-orang munafik) setelah menzalimi dirinya datang kepadamu (Nabi Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

Ayat di atas bersifat umum ('amm) mencakup pengertian ketika beliau masih hidup dan ketika sesudah wafat dan berpindahnya ke alam barzah.

Hukum Tawasul

Para ulama sepakat memperbolehkan tawasul kepada Allah Swt. dengan perantara amal shaleh, sebagaimana orang melaksanakan shalat, puasa dan membaca al-Qur'an.

Seperti hadits yang sangat populer diriwayatkan dalam Hadis Sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam gua, yang pertama bertawasul kepada Allah Swt. atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya, yang kedua bertawasul kepada Allah Swt atas perbuatannya yang selalu menjauhi perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya; Dan yang ketiga bertawasul kepada Allah Swt. atas perbuatannya yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah Swt memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga. 

Adapun yang menjadi perbedaan di kalangan ulama adalah tentang bagaimana hukum bertawasul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang orang yang dianggap shaleh dan mempunyai martabat dan derajat tinggi di mata Allah. Sebagaimana ketika seseorang mengatakan 

"Yaa Allah Swt. aku bertawasul kepadamu melalui Nabi-mu Muhammad Saw atau Abu Bakar atau Umar, Dll". 

Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini. Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh. Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawasul kepada dzat (entitas seseorang) adalah tawasul pada amal perbuatannya, sehingga masuk dalam kategori tawasul yang diperbolehkan. Pendapat ini berargumen dengan perilaku (atsar) sahabat Nabi Saw. Perhatikan hadis berikut ini: 

Artinya: "Dari Anas bin Malik sesungguhnya Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan kepada Allah melalui wasilah Abbas bin Abdul Muttalib, lalu umar berkata "Yaa Allah, kami telah bertawasul dengan Nabi kami Saw dan engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawasul dengan Paman Nabi Kami, maka turunkanlah hujan "maka hujanpun turun". (HR.Bukhari). 

Imam Syaukani mengatakan bahwa tawasul kepada Nabi Muhammad Saw. ataupun yang lain (orang shaleh), baik pada masa hidupnya maupun setelah wafat adalah merupakan ijma' para sahabat. 

Tawasul bukanlah meminta kepada orang yang sudah meninggal ataupun yang masih hidup, akan tetapi berperantara kepada keshalehan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah swt.

Hidup atau mati tidak membedakan atau membatasi kekuasaan Allah Swt, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah swt tetap abadi walau mereka telah wafat.

Orang yang bertawasul dalam berdoa kepada Allah swt, menjadikan perantara berupa sesuatu Yang dicintainya dan dengan keyakinan bahwa Allah swt juga mencintai Perantara tersebut. 

Orang yang bertawasul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah Swt bisa memberi manfaat dan madlarat kepadanya. Jika dia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantara menuju Allah Swt. itu bisa memberi manfaat dan madlarat, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlarat sesungguhnya hanyalah Allah Swt semata. 

Jadi, menurut NU, tawasul dengan orang mati tidak jadi masalah, malah justru dianjurkan, lebih-lebih tawasul kepada Nabi Muhammad Saw. NU berpendapat bahwa tidak ada unsur-unsur syirik dalam bertawasul, karena pada saat bertawasul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah Swt seperti para Nabi, para Rasul dan para shalihin, pada hakekatnya kita tidak bertawasul dengan dzat mereka yang shaleh tetapi bertawasul dengan amal perbuatan mereka. 

Karena memang, tidak mungkin kita bertawasul dengan orang-orang yang ahli maksiat, pendosa yang menjauhkan diri dari Allah, dan juga tidak bertawasul dengan pohon, batu, gunung dan lain-lain. 

Tata cara Tawasul

Dalam buku Antologi NU diterangkan bahwa, bertawassul dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 

a) Melalui tindakan (iman dan amal shaleh) 

Ulama madzhab Hambali menyebutkan bahwa bertawassul dengan iman, ketaatan dan amal saleh, merupakan salah satu bentuk bertawasul dengan shiratal mustaqim, yaitu mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan apa yang dibuat oleh Nabi Muhammad Saw. 

b) Melalui doa 

Tawasul melalui doa antara lain dengan menyebut amal saleh yang pernah dilakukan, Tujuannya berwasilah dalam berdoa agar doa yang disampaikan itu diterima oleh Allah swt. Jumhur ulama menyepakati cara tersebut sebagaimana hadis diriwayatkan bukhari dan Muslim tentang tiga orang yang terkurung di dalam goa. Untuk bisa keluar dari goa mereka berdoa sambil bertawasul dengan amal yang pernah diperbuatnya. 

c) Melalui dzat, sifat-sifat dan nama-nama Allah Swt. (Asmaul Husna) 

d) Dengan syafaat Nabi Muhamamd Saw. 

Di akhirat nanti Ulama ahlussunah waljamaah berpendapat bahwa semua kaum muslimin akan mendapat syafaat dari Rasulullah Saw. Termasuk mereka yang di dunia melakukan dosa besar 

e) Melalui panggilan 

Tawasul dalam bentuk ini dilakukan dengan cara memanggil orang yang paling dicintai. Menurut Sayid Muhammadi Malik al-Maliki, bertawasul seperti ini hukumnya boleh. Berdasarkan beberapa riwayat, antara Iain: --Mujahid meriwayatkan bahwa dia melihat seseorang sakit kakinya di dekat Ibnu Abbas. Lantas Abbas berkata: —Sebutlah nama seseorang yang engkau cintai. orang sakit tersebut lantas menyebut nama Muhamamd saw. Dengan segera tampak rasa sakit dan lemah kakinya sembuh. Dalam keterangan lain, disebutkan bahwa bertawasul juga bisa dilakukan dengan orang yang sudah meninggal. Orang yang sudah meninggal yang dijadikan wasilah biasanya adalah para Nabi, wali,dan orang-orang yang dipercaya kesalehannya. Warga NU sering melakukan tawasul dengan berziarah ke makam-makam para wali.

Praktek Tawasul

Adapun praktek pelaksanaan tawasul dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: 

1) Tawasul kepada Rasulullah Saw. 

Contoh tawasul singkat: "Ya Allah, saya memohon kepada-Mu melalui Nabi-Mu Muhammad atau dengan hak beliau atas Engkau atau supaya saya menghadap kepada-Mu dengan Nabi Saw. untuk..." 

2) Tawasul kepada Syekh Abdul Qadir Jaelany. 

Contoh bacaan tawasul: Ya Allah, saya ini cinta kepada Syekh Abdul Qodir Jaelany dan saya berkeyakinan bahwa Engkau ya Allah juga cinta kepada Syekh Abdul Qodir Jaelany, beliau seorang yang muhlis dan senantiasa jihad dijalan-Mu, dan saya mempunyai keyakinan bahwa Engkau ya Allah telah mencintainya dan meridhoinya, maka dengan ini saya berdoa dan memohon kepada-Mu ya Allah lewat tawasul kepada hamba yang Engkau cintai dan Engkau ridhoi ini untuk menjalankan ini ….. dan memohon hajat …… semoga Engkau kabulkan ya Allah …..