Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Makalah Tentang Sajarah Berkembangnya Bahasa Indonesia

Daftar Isi [Tampilkan]

BAB I PENDAHULUAN

1.1     LATAR BELAKANG

       Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Pentingnya bahasa sebagai identitas manusia, tidak bisa dilepaskan dari adanya pengakuan manusia terhadap pemakaian bahasa dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Untuk menjalankan tugas kemanusiaan, manusia hanya punya satu alat, yakni bahasa. Dengan bahasa, manusia dapat mengungkapkan apa yang ada di benak mereka. Sesuatu yang sudah dirasakan sama dan serupa dengannya, belum tentu terasa serupa, karena belum terungkap dan diungkapkan. Hanya dengan bahasa, manusia dapat membuat sesuatu terasa nyata dan terungkap.

       Era globalisasi dewasa ini mendorong perkembangan bahasa secara pesat, terutama bahasa yang datang dari luar atau bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang digunakan sebagai pengantar dalam berkomunikasi antar bangsa. Dengan ditetapkannya Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional (Lingua Franca), maka orang akan cenderung memilih untuk menguasai Bahasa Inggris agar mereka tidak kalah dalam persaingan di kancah internasional sehingga tidak buta akan informasi dunia. Tak dipungkiri memang pentingnya mempelajari bahasa asing, tapi alangkah jauh lebih baik bila kita tetap menjaga, melestarikan dan membudayakan Bahasa Indonesia. Karena seperti yang kita ketahui, bahasa merupakan idenditas suatu bangsa. Untuk memperdalam mengenai Bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana perkembangannya sampai saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa pemersatu dari berbagai suku dan adat-istiadat yang beranekaragam yang ada di Indonesia, yang termasuk kita di dalamnya. Maka dari itu melalui makalah ini penulis ingin menyampaikan sejarah tentang perkembangan bahasa Indonesia.

1.2     RUMUSAN MASALAH

       Untuk mengkaji dan mengulas tentang Sejarah Bahasa Indonesia, maka diperlukan subpokok bahasan yang berhubungan dengan rumusan masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana perkembangan Sejarah Bahasa Indonesia?
  2. Bagaimanakah Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia ?
  3. Apa yang dimaksud Konggres Bahasa Indonesia?

BAB II PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH BAHASA INDONESIA

  Sejarah bahasa indonesia pada umumnya tidak lepas dari bahasa melayu. Ki Hajar Dewantara pernah mengemukakan gagasannya yang berbunyi : “ yaitu dinamakan ‘Bahasa Indonesia’  bahasa Melayu yang sungguh pun pokoknya berasal dari ‘Melayu’  akan tetapi yang sudah ditambah, diubah atau dikurangi menurut keperluan zaman dan alam baharu, hingga bahasa itu lalu mudah dipakai oleh rakyat di seluruh indonesia ; pembaharuan bahasa Melayu hingga menjadi bahasa indonesia itu harus di lakukan oleh kaum ahli yang beralam baharu, ialah alam kebangsaan indonesia “. (Sugiharti&Saudah;2016: 2)

           Jauh sebelum bahasa indonesia ada dan digunakan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara di indonesia,bahasa Melayu sudah terlebih dahulu menjadi alat komunikasi di indonesia. Hal ini dapat diliat dari banyaknya prasasti pada zaman krajaan Sriwijaya (kisaran abad VII ) yang di tulis dengan menggunakan bahasa Melayu, seperti prasasti di Talang Tuwo, palembang yang berangka tahun 684, prasasti di kota Kapur, Bangka Barat yang berangka tahun 686, dan prasasti Karang Brahi, yang berangka tahun  686.

    Alasan yang menyebabkan diangkatnya bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia adalah kesederhanaan sistem bahasa Melayu yang tidak memiliki tingkatan. Tidak seperti bahasa Jawa yang memiliki tingkatan seperti krama, krama madya, dan ngoko, bahasa Melayu tidak mengenal sistem tingkatan seperti itu. Bahasa Melayu yang tidak mengenal tingakatan-tingkatan dalam sistem berbahasa ini menciptakan kesan bahwa bahsa Melayu mudah dipelajari. Selain itu, diterima dan diangkatnya bahsa Melayu sebagai bahasa Indonesia disebabkan kerelaan berbagai suku di Indonesia untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa nasional bangsa Indonesia bentuk kerelaan ini puncaknya terjadi pada Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 yang melahirkan teks Naskah Sumpah Pemuda  yang salah satu butirnya berbunyi, “ Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia”.

    Alasan lain yang menyebebkan diangkatnya bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia adalah kesanggupan bahasa Melayu untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas. Kesanggupan ini dibuktikan dengan kebaradaan bahasa Melayu yang merupakan alat perhubungan antara orang-orang yang berlainan bahasa di Indonesia. Sebagai alat perhubungan tersebut, bahasa Melayu telah mampu membuktikan kemampuannya dalam menerjemahkan segala perilaku dan bentuk bentuk budaya yang ada diIndonesia sehingga mereka yang berda di luar wilayah kebudayaan Indonesia pun dapat memahami segala bentuk dan perilaku yang ada di Indonesia.

2.2 SEJARAH EJAAN BAHASA INDONESIA

        Ejaan bisa kita anggap peraturannya tulis menulis. Maksudnya adalah sebuah peraturan yang mana kata yang diucapkan bisa disimbolkan dalam bentuk lambang bunyi beserta menentukan pemisahan dan penggabungan bahasa tersebut. Simpelnya adalah aturan tentang penulisan dan pemakaian huruf, kata, unsur serapan, dan tanda baca.

        Memasuki abad ke 20, masyarakat Indonesia mulai menaruh perhatian serius terhadap ejaan tersebut, dari lahirnya ejaan Ophuijsen sampai EYD yang kita kenal sampai sekarang,

           Pada tahun 1901, Charles Van Ophuijsen seorang ahli dari Belanda berhasil mengumpulkan dan merevisi ejaan dari ejaan abad ke7, kemudian dinamakan dengan Ejaan Van Ophuijsen. (kitab loegat Melayou)
         37 tahun kemudian tepatnya 1938 Masehi, diadakanlah kongres Bahasa Indonesia di Solo membahas tentang rencana penyempurnaan ejaan Van Ophuijsen. Penyempurnaan tersebut berhasil diselesaikan dan dinamakan Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik. Ejaan tersebut diresmikan berdasarkan Putusan Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan pada  15 April 1947 dalam penetapan perubahan ejaan baru dan mulai berlaku semenjak penetapan tersebut.

         Di tahun 1954 dilakukan kembali revisi dengan diadakannya kongres bahasa Indonesia II di Medan. Berikut beberapa keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudajaan pada saat itu, Mr. Muh. Yamin.
  1. Ejaan sedapat-dapatnya menggambarkan satu fonem dengan satu huruf
  2. Penetapan ejaan hendaknya dilakukan oleh satu badan yang kompeten
  3. Ejaan itu hendaknya praktis tetapi tetap ilmiah.
Dari kongres tersebut akhirnya menghasilkan nama Ejaan Pembaharuan.

            Tahun 1956 diadakan kembali kongres di Singapura dengan sebab penilaian Ejaan Pembaharuan yang belum praktis. Mereka kemudian merevisi konsep ejaan tersebut menjadi ejaan bahasa Indonesia di Indonesia. Akhirnya lahirlah konsep Ejaan Melindo (Ejaan Melayu-Indonesia).

          Karena terjadinya perselisihan dengan Malaysia, akhirnya Pada tahun 1972 diadakanlah pertemuan antara Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri.

Mereka berunding dan mendapatkan beberapa hasil kesepakatan, berikut poin-poinnya:
  1. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlaku sistem ejaan Latin bagi bangsa Malaysia dan Indonesia.
  2. Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972 melahirkan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) yang merupakan revisi dari Ejaan Suwandi atau ejaan Republik.
  3. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
  4. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dan “Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.
         EYD ini dalam perkembangan waktunya mengalami 2 kali revisi yakni pada tahun 1987 Pada tahun 1987 dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.

          Kemudian revisi yang kedua adalah pada tahun 2009. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.

2.3 KONGRES BAHASA INDONESIA

       Kongres Bahasa Indonesia (KBI) adalah pertemuan rutin 5 tahunan yang diadakan oleh pemerintah dan praktisi bahasa dan sastra Indonesia untuk membahas Bahasa Indonesia dan perkembangannya. Kongres ini pertama kali diadakan di kota Solo pada tahun 1938. Pada mulanya kongres diadakan untuk memperingati hari Sumpah Pemuda yang terjadi pada tahun 1928, selanjutnya ajang ini tidak hanya untuk memperingati Sumpah Pemuda tetapi juga untuk membahas perkembangan bahasa dan sastra Indonesia dan rencana pengembangannya.
  1. Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, Jawa Tengah, Oktober 1938
  2. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan, Sumatera Utara,
  3. 28 Oktober – 1 November 1954
  4. Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta, November 1978
  5. Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta, 21 s.d. 26 November 1983.
  6. Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta, 27 Oktober s.d. 3 November 1988
  7. Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta, 28 Oktober – 2 November 1993
  8. Kongres Bahasa Indonesia VII, Jakarta, 26-30 Oktober 1998
  9. Kongres Bahasa Indonesia VIII, Jakarta, 14-17 Oktober 2003
  10. Kongres Bahasa Indonesia IX, Jakarta, 28 Oktober-1 November 2008.

Kongres Bahasa Indonesia I

         Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Tanggal 18 Agustus 1945, dilakukan pendatangan Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.

Kongres Bahasa Indonesia II

          Tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.

Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).

Kongres Bahasa Indonesia III

          Tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantabkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

Kongres Bahasa Indonesia IV

          Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.

Kongres Bahasa Indonesia V

          Tanggal 28 Oktober hingga 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan mempersembahkan karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia danTata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Kongres Bahasa Indonesia VI

          Tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Diikuti oleh peserta sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan penyusunan Undang-Undang Bahasa Indonesia.

Kongres Bahasa Indonesia VII

          Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan pembentukan Badan Pertimbangan Bahasa.

Kongres Bahasa Indonesia VIII

          Pada bulan Oktober tahun 2003, para pakar dan pemerhati Bahasa Indonesia akan menyelenggarakan Kongres Bahasa Indonesia ke- VIII. Berdasarkan Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada bulan Oktober tahun 1928 yang menyatakan bahwa para pemuda memiliki satu bahasa yakni Bahasa Indonesia, maka bulan Oktober setiap tahun dijadikan bulan bahasa. Pada setiap bulan bahasa berlangsung seminar Bahasa Indonesia di berbagai lembaga yang memperhatikan Bahasa Indonesia. Dan bulan bahasa tahun ini mencakup juga Kongres Bahasa Indonesia.

Kongres Bahasa Indonesia IX

           Dalam rangka peringatan 100 tahun kebangkitan nasional, 80 tahun Sumpah Pemuda, dan 60 tahun berdirinya Pusat Bahasa, pada tahun 2008 dicanangkan sebagai Tahun Bahasa 2008. Oleh karena itu, sepanjang tahun 2008 telah diadakan kegiatan kebahasaan dan kesusasteraan. Sebagai puncak dari seluruh kegiatan kebahasaan dan kesusasteraan serta peringatan 80 tahun Sumpah Pemuda, diadakan Kongres IX Bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober-1 November 2008 di Jakarta. Kongres tersebut akan membahas lima hal utama, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, serta bahasa media massa. Kongres bahasa ini berskala internasional dengan menghadirkan para pembicara dari dalam dan luar negeri. Para pakar bahasa dan sastra yang selama ini telah melakukan penelitian dan mengembangkan bahasa Indonesia di luar negeri sudah sepantasnya diberi kesempatan untuk memaparkan pandangannya dalam kongres tahun ini.

Hasil Kongres Bahasa Indonesia memberikan 32 rekomendasi, yaitu:
  1. Pemantapan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
  2. Peran aktif Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam implementasi kurikulum 2013
  3. Kerja sama Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) dalam peningkatan mutu pemakaian bahasa dan buku pelajaran
  4. Peningkatan sosialisasi hasil pembakuan bahasa Indonesia oleh pemerintah
  5. Optimalisasi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai media pendidikan karakter
  6. Fasilitasi pemerintah yang berhubungan dengan sejarah, persebaran, dan pengelompokkan bahasa dan sastra untuk memperkokoh NKRI
  7. Penerapan UKBI di lingkungan negeri dan swasta dan memberlakukan UKBI sebagai “paspor” tenaga kerja asing di Indonesia
  8. Penyiapan formasi dan tenaga fungsional penyunting dan penerjemah bahasa di lembaga pemerintah dan swasta
  9. Penguatan fungsi Pusat Layanan Bahasa (National Languange Center)
  10. Peningkatan internasionalitas bahasa Indonesia dengan berbagai pihak luar negeri secara kualitas dan kuantitas
  11. Diplomasi total untuk intenasionalisasi bahasa Indonesia. Pemerintah secara konsekuen laksanakan UU RI No. 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan dan Perpres No. 16 Tahun 2010 tentang penggunaan bahasa Indonesia
  12. Sanksi tegas bagi pelanggar Pasal 36 dan Pasal 38 Nomor 24 Tahun 2009 tentang kewajiban     berbahasa indonesia untuk nama dan media informasi pada pelayanan umum
  13. Peningkatan sosialisasi kebihakan penggunaan dan pemanfaatan sastra sebagai bentuk industri kreatif
  14. Peningkatan kerja sama dengan komunitas sastra dalam membuat model pengembangan industri kreatif
  15. Optimalisasi teknologi informasi dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
  16. Perlindungan bahasa daerah dari ancaman kepunahan
  17. Peningkatan perencanaan dan korpus bahasa daerah oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
  18. Penguatan peran bahasa daerah pada pendidikan formal
  19. Peningkatan pengawasan penggunaan bahasa untuk ciptakan tertib berbahasa oleh Badan. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
  20. Pengimplementasian kebijakan yang mendukung eksistensi karya sastra
  21. Penggalian karya sastra harus terus digalakkan dengan dukungan dana dan kemauan politik pemerintah
  22. Pemberian penghargaan kepada sastrawan
  23. Kerja sama lembaga pemerintah melalui lomba atau festival kesastraan
  24. Peran media massa seabgai media pemartabatan bahasa dan sastra Indoensia secara internasional
  25. Peningkatan dan peneguran oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
  26. Mewujudkan bahasa media massa yang logis dan santun dari semua pihak
  27. Diperlukan kerja sama yang sinergis dari semua pihak, seperti pejabat negara, aparat pemerintahan dari pusat sampai daerah, media massa, Dewan Pers, dan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, demi terwujudnya bahasa media massa yang logis dan santun.
  28. Peningkatan literasi anak, khususnya sastra anak untuk meningkatkan nilai-nilai karakter
  29. Sertifikasi pengajar dan penyelenggara BIPA oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
  30. Pengembangan kurikulum, bahan ajar, dan silabus standar bagi komunitas ASEAN oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, para pakar pengajaran BIPA, dan praktisi pengajar BIPA
  31. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa memfasilitasi pertemuan rutin SEAMEO Qitep Languange, SEAMOLEC, BPKLN, Kemdikbud, dan perguruan tinggi untuk menyinergikan penyelenggaran dan pengajaran BIPA.

BAB III PENUTUP

3.1 SIMPULAN

  1. Sejarah bahasa indonesia bermula dari bahasa melayu. Hal itu dikarenakan kesederhanaan bahasa melayu dan telah menyebar luasnya bahasa melayu di penjuru nusantara, sehingga mudah dipahami dan diterima seluruh rakyat indonesia sebagai bahasa nasional,dengan diganti nama dengan bahasa indonesia.
  2. Sejarah ejaan (peraturan tulis menulis) bahasa indonesia bermula dari ejaan ophuijsen pada tahun 1901 hingga berakhir pada EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) yang telah direvisi untuk kedua kali pada tahun 2009.
  3. Kongres Bahasa Indonesia (KBI) adalah pertemuan rutin 5 tahunan yang diadakan oleh pemerintah dan praktisi bahasa dan sastra Indonesia yang pada awalnya dilakukan untuk memperingati hari sumpah pemuda, namun saat ini telah baralih tujuan untuk membahas Bahasa Indonesia dan perkembangannya.

3.2 SARAN

    Sebagai penyusun kami merasa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca.


DARTAR PUSTAKA


Hastuti Sugih dan Saudah Siti, 2016, Buku Ajara Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Pramuki, Esti, 2015, Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia,-------

Arifin, E.Zaenal dan Amran Tasai, 1989,Cermat Berbahasa Indonesia.Jakarta: Penerbit Antarkota

------- ,1985, Kongres Bahasa Indonesia IV, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Ali, lukman, 2000, Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia, Indonesia : Pusat Bahasa (Departemen Pendidikan Nasional)

Hamdani, 2011, Cerdas Berbahasa Indonesia, Aceh : Unimal Press