Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Jabariyah dan I'tiqadnya serta Sikap Ahlussunnah

Daftar Isi [Tampilkan]

Pengertian Jabariyah 

Nama Jabariyah diambil dari kata jabara, yang mengandung arti memaksa. Aliran Jabariyah ini dinamai Jabariyah (fatalisme) karena merupakan paham orang-orang yang berpendapat tidak ada ikhtiar bagi manusia. Seluruh perbuatan manusia itu hanya majbur (terpaksa). Manusia tidak ada daya, tidak ada upaya, tidak ada ikhtiar dan tidak ada kasab 

pendiri aliran jabariyah adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jaham bin Shafwan. Tahun kelahiran Jaham bin Shafwan tidak diketahui secara pasti, namun ia diperkirakan lahir pada abad pertama Hijriyah dan tahun meninggalnya adalah 131 H. la lahir di Kufah dan menetap di Khurasan. 

Jaham adalah murid dari Ja'ad bin Dirham. Ja'ad adalah pelopor fatwa yang mengatakan bahwa al-Qur'an adalah makhluk dan Tuhan tidak mempunyai sifat. Ja'ad meninggal tahun 124 H karena dihukum mati oleh penguasa pada saat itu. 

Jaham yang ada di aliran Jabariyah ini sama dengan Jaham yang mendirikan golongan al-Jahmiyah. Dimana ia duduk sebagai sekretaris dan ketuanya adalah Syuraih ibnu al-Harits. la turut dalam pemberontakan melawan kekuasaan Bani Umayah. la tertangkap dan dihukum bunuh di tahun 131 H oleh penguasa pada saat itu. 

Pemikiran Jabariyah mendoktrinkan sikap pasrah dan menerima semua yang terjadi sebagai qadha dan qadar Allah. Pemikiran ini sebenarnya muncul untuk melegitimasi kekuasaan Muawiyah. Mereka menandaskan bahwa "kalau Allah tidak meridhai saya menjadi khalifah, tidak mungkin saya jadi khalifah. Kalau Allah benci kepadaku, nicaya Allah akan menggantiku dengan orang lain". 

Doktrin tersebut sangat cocok dan efektif untuk kalangan awam. Sehingga secara politik ajaran Muawiyah mampu mematahkan kalangan 'Alawiyin (pengikut Ali) maupun mayoritas kaum muslimin. 

I'tiqad Paham Jabariyah 

Paham Jabariyah memiliki i'tiqad yang cenderung fatalis atau majbur (terpaksa) dalam perbuatannya. Karena manusia memiliki posisi yang serba terpaksa. Ibarat dalam dunia pewayangan, Tuhan adalah dalangnya, sementara manusia adalah wayangnya. 

Keyakinan akan adanya paksaan pada diri manusia itu merupakan suatu keharusan untuk keshahihan tauhid, Pemahaman tauhid tidak akan pernah lurus kecuali dengan berpegang pada keterpaksaan. Diantara i'tiqad kaum Jabariyah antara lain: 

  1. Manusia tidak mempunyai daya, upaya, ikhtiar dan kasab 
  2. Iman itu cukup diyakini di dalam hati dan tidak perlu diikrarkan dengan lisan. 
  3. Seluruh hasil pekerjaan bukan manusia diciptakan Tuhan, bukan manusia

Sikap Ahlussunah Waljama'ah

I'tiqad kaum Jabariyah ini ditentang kaum Ahlussunah Waljama'ah. Bagi kaum Ahlussunnah Waljamaah. manusia bukan makhluk yang serba terpaksa, tetapi manusia juga diberikan kemampun untuk berikhtiar. Paham keterpaksaan bertentang dengan tauhid. Paham Jabariyah juga dianggap bertentangan dengan syariat, dakwah para rasul, pahala dan siksa. 

Apa yang dilakukan manusia merupakan pertemuan ikhtiar manusia dengan taqdir Tuhan. Ikhtiar dan usaha manusia hanya sebab Saja. Sedangkan yang menciptakan sesuatu adalah hak Tuhan. 

Sebagai contoh, jika kertas didekatkan api, maka akan terbakar. Jika mulut dimasuki makanan, maka kenyang. Jika pisau tajam digoreskan ke kulit tangan maka tergores. Jika Obat dimasukkan ke tubuh yang sedang sakit, maka akan sembuh. Kondisi ini, bukan api yang menciptakan kertas terbakar, bukan nasi yang menciptakan kenyang, bukan pisau yang menciptakan kulit tergores, bukan Obat yang menciptakan tubuh sembuh. Yang menciptakan semua itu adalah Tuhan. 

Kaum Ahlussunah Waljama'ah berkeyakinan, bahwa: 

  1. Ada ikhtiar atau usaha dari manusia. 
  2. Iman harus diakui dalam hati dan diikrarkan dengan lisan dan disempurnakan dengan perbuatan. 
  3. Seluruh hasil pekerjaan manusia diciptakan Tuhan, tetapi manusia berkewajiban untuk berikhtiar dan berusaha serta berdoa.