Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Khittah NU - Latar Belakang dan Butir-Butirnya

Daftar Isi [Tampilkan]

Pengertian Khittah NU

Khittah berasal dari bahasa arab حِطَّة secara harfiyah berarti garis. Dalam organisasi NU, khittah secara istilah berarti: garis-garis besar pendirian, perjuangan dan kepribadian NU, baik terkait dengan urusan agama (hablumminallah) maupun dengan manusia (hablumminannas), sebagai pribadi maupun organisasi.

Rumusan khittah NU pertama kali dirintis oleh K.H. Ahmad Siddiq melalui risalahnya berjudul Khittah Nahdliyah pada tahun 1979. Risalah itu kemudian didiskusikan oleh para ulama dalam forum munas alim ulama tahun 1983 di Situbondo dan dimatangkan pada muktamar NU ke-27 bulan Desember 1984 dengan keputusan final berupa NU kembali ke khittah 1926.

Khittah dirumuskan sebagai landasan berfikir, bersikap, cara pandang dan bertindak warga NU yang diamalkan dalam kehidupan sehari hari baik secara individu maupun organisasi. Hubungan sesama warga NU maupun dengan warga non NU senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai Khittah.

Pada era globalisasi seperti sekarang ini memegang teguh prinsip khittah merupakan suatu keharusan, Karena dampak negatif proses globalisasi diantaranya dapat mengubah pola pikir manusia menjadi materialistis dan cenderung mengabaikan agama.

Rumusan khittah NU dilandasi oleh mukaddimah yang mencerminkan latar belakang dan tujuan NU didirikan yaitu dengan memegang teguh salah satu madzab empat yaitu:

  1. Imam Muhammad bin Idris As-syafi'i - (imam Syafi'i
  2. Imam Malik bin Anas (imam Maliki
  3. Imam Abu Hanifah (imam Hanafi) 
  4. Imam Ahmad bin Hambal (imam Hambali

Dalam hal pengamalan keagamaan dan kemasyarakatan, warga NU menganut Madzab Syafi'iyah karena dianggap sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia. Tentu dengan tetap menghormati ajaran madzab yang lain. Orang NU harus berkeyakinan bahwa dengan bermadzab maka akan dapat memperkecil kesalahan dan kekeliruan dalam pengamalan agama dan kemasyarakatan. 

Karena itu upaya yang dilakukan NU untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tidak hanya memperkuat amaliah keagamaan , tetapi juga usaha lain yang dapat memajukan warga NU baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Usaha-usaha yang dilakukan NU meliputi pengembangan :

  1. komunikasi antara ulama dan kiai
  2. pendidikan
  3. dakwah
  4. sosial budaya
  5. pengkajian dan penelitian
  6. ekonomi
  7. ilmu pengetahuan dan tehnologi

Dengan usaha tersebut warga NU diharapkan dapat bersaing dengan warga lain baik di lingkup lokal maupun global. Orientasi gerakan NU lebih diarahkan pada kegiatan sosial keagamaan dan kemasyarakatan, bukan kegiatan politik. 

Prinsip khittah juga demikian bahwa warga NU tidak hanya melepaskan diri dari kancah politik praktis, tetapi khittah harus diterjemahkan secara lebih luas dengan menjadikannya sebagai ruh, jiwa dan semangat untuk memperjuangkan nasib rakyat kecil dan kaum lemah dengan berbagai kegiatan. 

NU lepas dari partai politik bukan satu-satunya isi pokok dari keputusan khittah tetapi sebagai konsekwensi yang harus diambil untuk mengembalikan tujuan awal didirikannya jamiyah NU.

Semangat NU untuk memajukan warganya patut didukung secara moril maupun materiil. Di tengah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi warga NU harus menempatkan ilmu menjadi panglima. 

Dengan demikian NU akan menjadi berwibawa dan disegani oleh warga lain. Yang mengurusi politik biar mereka yang ahli dibidangnya dengan tanpa membawa bendera NU, sementara kaum nahdliyin terus melakukan gerakan-gerakan untuk mengentaskan dirinya maupun orang lain dari kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan.

Warga NU tidak alergi terhadap politik, mereka tetap harus mengetahui tentang dinamika politik, budaya dan strategi politik agar tidak menjadi korban politik itu sendiri. Yang penting mereka dapat menempatkan secara profesional dan proporsional. 

Pesan dari khittah NU adalah bahwa warga NU harus:

  1. beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia,
  2. cerdas dan tanggap terhadap berbagai persoalan,
  3. mempunyai kecakapan hidup (life skill),
  4. mempunyai kompetensi sosial,
  5. mempunyai semangat juang.

Pengamalannya dilakukan secara dinamis, terus menerus, dan berkesinambungan sehingga apa yang dicita-citakan para pendiri NU akan dapat terwujud.

Latar Belakang Lahirnya Khittah NU

Wacana pengembalian NU menjadi organisasi sosial keagamaan sebenarnya sudah muncul sejak tahun 1971, di mana kekuasaan orde baru terus melakukan penekanan dan peminggiran terhadap NU yang puncaknya terjadi pada muktamar NU tahun 1979.

Pada saat itu muncul dua isu utama yaitu:

  1. Kembali ke khitthah NU,
  2. Penerimaan pancasila sebagai satu-satunya azas organisasi.

Isu ini terus menguat sampai kemudian disepakati dalam munas NU di Situbondo Jawa Timur pada tahun 1983. Pada masa itu terjadi penurunan charisma K.H. Idham Khalid yang selama dua dekade (dari tahun 1956) telah memimpin NU, sehingga NU terus dipinggirkan oleh orde baru dan PB NU tidak bisa berbuat banyak.

Munas Situbondo pada tahun 1983 mempertegas hubungan NU dengan partai politik. NU berteguh hati untuk keluardari partai politik yaitu PPP dan kembali menjadi organisasi sosial keagamaan. Hal penting yang perlu dicatat dalam Munas ini adalah sebuah teks satu alenia yang memuat hubungan NU dan politik.

"Hak berpolitik adalah salah satu hak azasi seluruh warga negara, termasuk warga negara yang menjadi anggota NU, tetapi NU bukan merupakan wadah bagi kegiatan politik praktis. Penggunaan berpolitik dilakukan menurut ketentuan perundang undangan yang ada dan dilaksanakan dengan akhlakul karimah sesuai ajaran Islam, sehingga tercipta kebudayaan politik yang sehat. NU menghargai warga negara yang menggunakan hak politiknya secara baik, bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab ?

Muktamar Situbondo berlangsung pada tanggal 8-12 desember 1984, yang menghasilkan beberapa keputusan penting yaitu:

  1. Penerimaan Pancasila sebagai azas tunggal atau landasan dasar NU.
  2. Pemulihan keutamaan kepemimpinan ulama dengan menegaskan supremasi syuriah atas tanfidziyah dalam status hukum.
  3. Penarikan diri dari politik praktis dengan cara melarang pengurus NU secara bersamaan memegang kepengurusan di dalam partai politik.
  4. Pemilihan pengurus baru dengan usulan program baru yang lebih menekankan pada bidang-bidang nonpolitik.

Pada saat itu terjadi regenerasi dimana K.H. Idham Khalid tidak terpilih lagi. K.H.Ahmad Siddiq terpilih menjadi Rois Aam PBNU dan K.H. Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Rais Aam PBNU periode 1984-1989.

Banyak harapan warga NU terhadap duet K.H. Ahmad Siddiq, K.H.Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk membawa NU menjadi lebih maju dan modern. Sejak itulah khittah NU menjadi keputusan final dengan gerakan meninggalkan panggung politik, memperkuat kembali kedudukan ulama serta memperbaharui komitmennya pada persoalan sosial keagamaan, meningkatkan hubungan baik dengan pemerintah.

Sesuai dengan kenyataan ternyata khittah NU ditafsiri oleh warga NU secara beragam. Karena kondisi politik pada saat itu dan adanya beberapa motif kepentingan warga NU itu sendiri. Versi penafsiran itu diantaranya:

  1. Khittah NU adalah sterilisasi NU dari politik. NU harus dikembalikan pada misi awalnya yaitu sosial keagamaan, dakwah, pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Warga NU bebas berpolitik praktis lewat gerbong partai politik apa saja yang disukai tanpa membawa-bawa nama NU.
  2. Khittah NU sebagai perluasan ruang politik bagi kader dan praktisi kader NU di PPP. Terbuka kesempatan bagi kader NU untuk masuk ke PPP, GOLKAR tau PDI.
  3. Khittah NU sebagai jalan untuk keluar dari PPP dan bukan untuk memasuki partai lain. Tetapi langkah awal untuk mendirikan partai sendiri yakni partai NU.
  4. Khittah NU adalah tekad keluar dari politik praktis. Versi ini mirip dengan yang pertama, bedanya pada versi ke empat ini adanya penarikan diri NU dari gelanggang kegiatan politik praktis formal dan mengembangkan politik kultural (Pemberdayaan masyarakat sipil).

Dengan diputuskannya khittah NU 1926 ini merupakan kilas balik NU sebagai organisasi sosial kemasyarakatan keagamaan yang berupaya melakukan gerakan pemberdayaan warganya baik dibidang pendidikan, dakwah, penyadaran politik, ekonomi, pemikiran dan lain-lain.

Sebagai warga NU yang baik, maka komitmen khittah NU harus dipegang dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Warga NU tidak boleh rebutan jabatan politik apalagi untuk kepentingan sesaat. Silahkan masuk dipanggung politik dengan gerbong partai apapun dengan tidak membawa nama NU. Tetapi secara moral mereka harus tetap menunjukkan jati dirinya sebagai orang NU, mempunyai arti terhadap organisasi NU dan tetap menjaga nama baik organisasi.

Warga NU harus punya semangat tinggi untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan jalan meningkatkan mutu pendidikan, memperluas jaringan, menjadi organisasi yang terbuka, dan mampu menhadapi berbagai tantangan. Semua itu kuncinya hanya satu yaitu warga NU harus bersatu meskipun berbeda kepentingan.

NU Pasca Khittah 1926 

Adanya berbagai penafsiran terhadap Khittah NU 1926 ternyata membawa pengaruh yang cukup besar terhadap perjalanan NU. Ada dua kelompok yang muncul pada saat itu, yaitu:

  1. Kelompok kepengurusan lama yang kurang setuju adanya khittah NU
  2. Kelompok kepengurusan baru yang setuju adanya Khittah NU.

Kedua kelompok itu terus berseteru hingga muktamar NU ke 28 di Krapyak Yogyakarta pada bulan Desember 1989. Pada saat itu khittah Nu dirumuskan secara lebih konkrit sehingga NU menjadi lebih dinamis dan maju menangani kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, ekonomi, bahkan dapat memperluas jaringan pada taraf internasional. 

NU ditempatkan sebagai organisasi yang moderat dan terbuka sehingga banyak anak muda NU yang bisa mengembangkan gagasan cerdas untuk kepentingan keilmuan dan kemasyarakatan. Pada saat itu muncul istilah- istilah islami yaitu:

  1. ukhuwah islamiyah
  2. ukhuwah wathaniyah
  3. ukhuwah basyariyah

Pada tahun 1990-an NU semakin dikenal dan diakui keberadaannya tidak hanya di kalangan umat Islam tetapi juga non Islam. NU menjadi organisasi sosial keagamaan yang kreatif, penuh ide, gagasan-gagasan cerdas, maju, terbuka, warganya mempunyal rasa bangga dan percaya diri yang kuat.

Sampai pada muktamar Cipasung Tasikmalaya Jawa Barat, NU terus menunjukan jati dirinya sebagai organisasi modern. Bahkan para kelompok politisi yang ingin memanfaatkan NU untuk kepentingan politiknya akhirnya tersingkir oleh semengat warga NU yang dipelopori oleh K.H. Abdurrahman Wahid untuk tetap melaksanakan amanat khittah NU 1926.

Semangat khittah tidak bisa dipungkiri oleh para kader NU. Gerakan-gerakan pemikiran perlu terus dilakukan agar NU tetap menjadi organisasi yang dinamis.

Ini bisa dilakukan oleh para pelajar NU dengan cara:

  1. Menulis gagasan-gagasan cerdas yang disebar luaskan melalui berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik.
  2. Membudayakan gemar membaca apa saja yang bermanfaat untuk kepentingan keilmuan.
  3. Memperluas jaringan dengan pihak luar agar NU semakin dikenal dan diakui keberadaannya.
  4. Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu mengikuti proses globalisasi
  5. Tetap menjaga jati diri sebagai warga NU dengan amaliyah ahlussunnah waljamaah.

Dengan demikian NU akan semakin berdaya mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah kepemimpinan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) NU berhasil melawan campur tangan pemerintah yang ingin melemahkan perjuangannya. Pada kurun waktu ini NU terus melakukan sikap kritis terhadap penguasa orde baru dengan zig zag politiknya Gus Dur. Hal ini terus berlanjut hingga berakhirnya pemerintahan Suharto.

Sebagai generasi penerus, pelajar NU juga harus kritis dan tidak takut dalam melawan kebatilan. Pihak-pihak yang ingin melemahkam perjuangan NU harus dilawan baik secara intelektual maupun moral. Dengan demikian NU akan disegani oleh pihak lain dan tidak diremehkan orang lain. Upaya menjadikan NU besar nama dan besar isi perlu terus dilakukan, utamanya melalui jalur pendidikan.

Khittah NU Pada Masa Reformasi Hingga Sekarang

Pada saat terjadi krisis moneter tahun 1998 muncul gerakan reformasi (pembaharuan) yang pelopori oleh para Mahasiswa hingga berhasil menggulingkan rezim Suharto dengan pengorbanan nyawa. Dalam kondisi yang tidak menentu PB NU mengeluarkan sikap resmi:

  1. Menyatakan keprihatinan yang mendalam atas jatuhnya korban dan mengutuk aparat keamanan dan pihak-pihak lain yang menjadi dalang serta tindakan brutal.
  2. Mengucapkan bela sungkawa pada para korban.
  3. Mendesak pada pihak-pihak tertentu untuk menghentikan klaim (pengakuan) dengan mengatasnamakan umat dan simbol-simbol Islam untuk kepentingan politiknya.
  4. Menyesalkan sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang terkesan tidak mengayomi umat dan memberikan peluang bagi munculnya gerakan-gerakan yang memaksakan kehendak untuk kepentingan kelompoknya.
  5. Mendesak para pimpinan dan aparat pemerintah yang tidak dapat menjalankan amanat rakyat agar mengundurkan diri dari jabatannya.
  6. Menghimbau warga NU dan umat Islam pada umumnya agar senantiasa taqorrub ila Allah (mendekatkan diri kepada Allah) dan menjauhkan diri dari perbuatan anarkhis.

Pada periode 1999-2004 telah terjadi perubahan besar berkaitan dengan penyikapan terhadap khittah NU 1926. Buah dari reformasi telah memberikan peluang warga NU untuk mendirikan partai politik baru. Pro kontra telah terjadi, tetapi dengan berbagai pertimbangan politik maka warga NU perlu mempunyai wadah penyaluran aspirasi politik yang representatif. 

Maka kemudian berdirilah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Bersamaan dengan itu maka kemauan politik warga NU tidak bisa terbendung dan bergabunglah mereka ke PKB, sementara mereka banyak yang masih menjabat sebagai pengurus NU di semua tingkatan.

Dalam kondisi seperti itu maka pelaksanaan khittah NU menghadapi banyak persoalan. Terlebih setelah Gus Dur terpilih menjadi Presiden, nuansa politik NU cenderung menjadi lebih menonjol dan seolah-olah misi khittah NU agak terlupakan. 

Upaya untuk mengembalikan NU ke khittah terus dilakukan utamanaya pada masa kepemimpinan K.H. Hasyim Muzadi. Rangkap jabatan tidak diperbolehkan dalam kepengurusan NU di semua tingkatan. 

Bagi mereka yang menjadi pengurus partai politik (tidak hanya PKB) tidak boleh merangkap menjadi pengurus NU. Demikian pula bagi mereka yang ingin menjadi anggota legislatif (DPR) tidak boleh membawa bendera NU untuk kepentingan politiknya. 

Kebijakan itu menjadi mentah kembali setelah K.H. Hasyim Muzadi digandeng Megawati Soekarno Putri menjadi calon wakil presiden. Di sini khittah NU diuji kembali, namun keputusan khittah tetap berjalan meskipun banyak rintangan.

NU harus tetap dikembalikan pada misi semula sebagai gerakan sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Gerakan pemikiran, pemberdayaan masyarakat lemah, pemberdayaan ekonomi rakyat dan pemberdayaan pendidikan terus berjalan meskipun godaan politik terus berjalan. Perlu ditumbuhkan kembali semangat khittah NU 1926 agar perjuangan NU menjadi lebih bermakna bagi masyarakat.

Warga NU harus menjadikan pelajaran yang berharga bahwa perpecahan di tubuh NU sering terjadi dikarenakan tarik menarik kepentingan politik. Perpecahan di PKB misalnya baik secara langsung maupun tidak, sangat merugikan warga NU itu sendiri. Karena itu penegakan terhadap prinsip khittah bisa menjadi salah satu alternatif penyelesaian. Kader NU termasuk pelajar menjadi harapan utama untuk bisa melaksanakan nilai- nilai khittah NU secara konsisten dan bertanggung jawab. Tidak mudah terbawa oleh arus dinamika politik.

Butir-Butir Khittah NU

Butir-butir khittah NU maksudnya nilai-nilai yang terkandung di dalam keputusan khittah NU. Butir-butir Khittah NU meliputi bidang:

1. Paham keagamaan

Meliputi:

  1. goog_1047730777keimanan (tauhid)
  2. ibadah
  3. muamalah
  4. tasawuf
  5. Ijtihad
  6. sumber-sumber hukum Islam

Dalam masalah keimanan (tauhid) NU mengikuti paham Ahlussunnah Waljamaah dengan berpedoman pada dua ulama besar dibidang ilmu kalam yaitu Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Almaturidi. 

Karena paham ini oleh para ulama NU diyakini sebagai paham yang paling Tengah (moderat), dilengkapi dengan literatur yang lengkap dan sistematis juga sudah lama mengakar pada sebagaian besar umat Islam Indonesia.

Dalam masalah fiqih, NU mengikuti salah satu madzab empat yaitu:

  1. Imam Muhammad Idris As-Syafi'i (madzab imam Syafi'i)
  2. Imam Malik bin Anas (madzab imam Maliki)
  3. Imam Ahmad Bin Hambal (madzab imam Hambali)
  4. Imam Abu Hanifah (madzab imam Hanafi)

Dari keempat madzab tersebut warga NU mengikuti madazb imam Syafi'i dengan tetap menghormati madzab yang lain. Karena pahamnya moderat, ditunjang dengan literatur yang lengakap dan sistematis, dapat dipertanggung jawabkan, sesuai dengan kondisi riil masyarakat Indonesia.

Bidang akhlak dan tasawuf, NU mengikuti ajaran Imam Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi. Karena keduanya selaras dengan ajaran ahlussunah waljamaah. Meskipun demikian dimungkinkan warga NU tetap kritis dalam mengikuti suatu madzab dan menghargai pendapat madzab yang lain.

Bidang ijtihad, NU mengikuti hukum yang sudah jelas dan pasti yang tercantum di dalam Alquran dan Hadis. Sedangkan masalah-masalah yang belum jelas dan pasti keterangan hukumnya maka dilakukan ijtihad, yaitu pengerahan daya pikir untuk menentukan suatu hukum. Hanya mereka yang memenuhi syarat ijtihad yang diperbolehkan melakukan ijtihad.

Tentang sumber hukum Islam, para ulama sepakat bahwa sumber uatama hukum Islam adalah:

  1. Alquran
  2. Hadis/as sunnah

Sementara untuk menjawab perkembangan zaman, maka melalui ijtihad ulama, NU menetapkan ljmak dan qiyas sebagai sumber hukum ketiga dan keempat.

ljmak adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa sepeninggal Rasulullah saw dalam hukum syari mengenai sesuatu hal.

Qiyas adalah mempersamakan hukum suatu hal (yang tidak ada keterangan hukumnya dalam alquran dan hadis), dengan hukum suatu hal yang sudah ada keterangan hukumnya didalam alquran dan hadits karena adanya persamaan illat hukumnya. Contoh sabu-sabu disamakan dengan khamr karena illat yang sama yakni memabukkan.

Dalam surat An-nisa' 59 berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ ٥٩

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan orang-orang yang memiliki kewenangan diantara kamu, dan jika kamu berselisih pendapat tentang suatu hal, maka kembalilah kepada Allah dan Rasul. Jika kamu sekalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Itulah yang baik bagi kamu dan sebaik-baik takwil."

Para ulama yang sudah memenuhi syarat berijtihad sendiri dapat bermadzab secara manhaji, yaitu ijtihad dengan menggunakan metode imam madzabnya.

Sedangkan kaum awam yang tidak tahu banyak tentang tata cara berijtihad mereka dapat bermadzab secara qauli, yaitu mengikuti hasil-hasil ijtihad para mujtahid yang diakui.

Bagi warga NU meskipun amaliah ibadahnya mengikuti madzab Syafiiyah tetapi diharapkan tetap bersikap kritis dalam merespon berbagai persoalan hukum. Mereka tidak boleh taklid buta (meniru tanpa tahu alasan dan tujuan). Oleh karena itu, NU selalu mengadakan bahsul masail dalam rangka merespons setiap ada perkembangan hukum yang harus disikapi.

Hal ini dimaksudkan agar hukum Islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman yang terus berubah, lebih-lebih pada era globalisasi seperti sekarang ini. Seorang ahli hukum Islam dituntut tidak hanya menguasai tata cara berijtihad yang benar tetapi juga harus mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, bahkan jika perlu berusaha menguasainya, agar produk hukum yang dihasilkannya relevan dengan perkembangan zaman. 

2. Bidang Kemasyarakatan

Para Ulama NU menggariskan bahwa watak dan budaya umat Islam Indonesia sesuai dengan watak dan budaya yang dikembangkan oleh paham ahlussunnah waljamaah (aswaja). Ada lima watak dan budaya masyarakat yang bersumber dari Alquran dan hadis yang dikembangkan melalui paham aswaja, yaitu:

  1. Tawasuth, artinya pertengahan, yaitu menempatkan diri antara dua kutub dalam berbagai masalah atau keadaan untuk mencapai kebenaran serta untuk menghindari keterlanjuran ke kiri atau ke kanan secara berlebihan. Lihat surat Al-baqarah ayat 143.
  2. Iktidal, artinya tegak lurus, yaitu tidak condong ke kanan dan ke kiri. Iktidal juga berarti berlaku adil, tidak berpihak kecuali pada yang benar dan yang harus dibela. Lihat surat Al maidah ayat 9.
  3. Tasamuh, artinya sikap toleran pada pihak lain, mengerti dan menghargai sikap pendirian dan kepentingan pihak lain tanpa mengorbankan pendirian dan harga diri, bersedia beda pendapat dalam masalah apapun.
  4. Tawazun, artinya keseimbangan, yaitu tidak berat sebelah, tidak kelebihan sesuatu unsur atau kekurangan unsur lain. Kata tawazun diambil dari kata alwaznu atau mizan Lihat surat Al-hadid ayat 25.
  5. Amar makruf nahi munkar, artinya menyeru dan mendorong berbuat baik yang bermanfaat bagi kehidupan dunia maupun akherat, serta mencegah dan menghilangkan segala hal yang dapat merugikan, merusak, merendahkan dan atau menjerumuskan nilai-nilai moral keagamaan dan kemanusiaan.

Warga NU mengamalkan lima watak dan budaya tersebut merupakan keharusan tetapi harus dilakukan secara proporsional. Artinya disesuaikan situasi dan kondisi dan dilakukan secara wajar. Misalnya pengamalan amar makruf nahi munkar harus dilakukan dengan tawasuth, dan iktidal, tasamuh dan tawazun, mengikuti tata cara yang baik. Tidak boleh dilakukan atas kepentingan pribadi atau semaunya sendiri.

Pengamalannya bisa dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan dalam kehidupan bernegara. Caranya perlu pembiasaan dari lingkungan yang terkecil yaitu keluarga yang menjadi tanggung jawab orang tua.

3. Bidang Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alenia pertama, yaitu: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. 

Maka para ulama NU telah berjuang jiwa raga dan harta untuk melawan penjajah. Mereka beserta pengikutnya terus melakukan gerakan baik fisik maupun nonfisik. Semua itu dilakukan semata-mata untuk kepentingan bangsa dan negara menuju Indonesia merdeka.

Keterlibatan NU dalam proses perjuangan berdirinya negara RI hingga penjajahan Jepang tahun 1942 membuat Jepang kecewa karena NU dianggap berkhianat. Banyak tokoh NU yang ditangkap seperti K.H.Hasyim Asy'ari, KH. Mahfud Siddiq dan lain-lain.

Akan tetapi mereka terus memperjuangkan kepentingan bangsa agar tidak lagi hidup terjajah hak-haknya dan terkekang aspirasinya.

Demi bangsa dan Negara, NU tidak henti-hentinya untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Martabat bangsa dan Negara bahkan lebih harus tinggi dijunjung dari negara tinggi lain.agar sejajar atau bahkan lebih tinggi dari negara lain.

Kesimpulan

Khittah berasal dari bahasa arab. Secara harfiyah berarti garis. Khittah secara istilah adalah garis-garis besar pendirian, perjuangan dan kepribadian NU baik terkait dengan urusan agama (hablumminallah) maupun dengan Negara (hablumminanas) sebagai pribadi maupun organisasi.

Rumusan khittah pertama kali dirintis oleh KH. Ahmad Siddiq didiskusikan dalam Munas alim ulama tahun 1983 di Situbondo dan menjadi keputusan final pada muktamar NU ke-27 bulan Desember 1984 juga di Situbondo.

Khittah dirumuskan sebagai landasan berfikir, bersikap, cara pandang dan bertindak warga NU dalam kehidupan sehari-hari. Khittah NU mempertegas kembali bahwa NU keluar dari partai politik dan kembali menjadi organisasi sosial keagamaan.

Khittah juga memperkuat kembali kedudukan ulama serta memperbaharui komitmennya pada persoalan keagamaan, meningkatkan hubungan baik dengan pemerintah dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Khittah NU harus dipegang dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh warga NU. Karena itu setiap amaliah warga nahdliyin harus berlandaskan nilai-nilai khittah. Perbedaan pendapat dan kepentingan wajar, tetapi harus menjaga persatuan dan keasatuan baik secara pribadi maupun organisasi.

Dengan khittah NU merupakan kilas balik sebagai organisasi sosial keagamaan yang melakukan perberdayaan warganya baik di bidang pendidikan, dakwah, penyadaran politik, ekonomi, pemikiran dan lain-lain.

Butir-butir Khittah itu meliputi: bidang paham keagamaan, bidang kemasyarakatan, dan bidang kahidupan berbangsa dan bernegara NU pasca khittah 1926 lebih diarahkan pada gerakan pemikiran, penguatan civil society dan dalm kelompok oposisi Orde Baru Pelaksanaan khittah pada saat ini belum berjalan maksimal karena adanya multi tafsir dan kepentingan politik dikalangan warga NU itu sendiri.

Khittah NU pada era reformasi hingga sekarang memberikan ruang gerak bagi para kader muda NU untuk melakukan Gerakan-gerakan pemikiran secara lebih bebas. Namun Ketika euforia politik mulai bergulir utamanya Ketika PKB berdiri sebagai partai politik, syahwat politik warga NU mulai tidak bisa terbendung lagi, sehingga pelaksanaan khittah NU mengalami pasang surut.