Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Apa Itu Husnudzan? Pengertian, Kriteria, dan Nilai Positifnya

Daftar Isi [Tampilkan]

Segala sesuatu yang berasal dari Allah pasti baik, sekalipun pada saat itu manusia belum dapat mengambil kebaikan yang ada di dalamnya. Tetapi setelah itu niscaya manusia akan dapat mengetahui dan merasakan hikmah suatu kejadian yang telah dialami.

Setiap manusia perlu menyadari, bahwa tidak semua yang dianggap baik oleh manusia, belum tentu baik dihadapan Allah. Manusia terlalu banyak memiliki keterbatasan, termasuk dalam menilai, memilih, dan menetapkan susuatu pilihan yang tidak dipikirkan secara mendalam.

Husnudzan sebagai bentuk kesadaran diri manusia terhadap kekuasaan dan keadilan Allah terhadap hamba-Nya. Allah yang memberikan manfaat ataupun mudarat, yang menyenangkan ataupun yang menyusahkan.

Husnudzan sebagai wuju akhlak terpuji yang harus diamalkan secara nyata oleh setiap muslim. Oleh karena itu untuk membahas lebih mendalam masalah husnudzan, maka pada halaman ini akan membahas mengenai pengertian husnudzan, kriteria husnudzan, nilai positif husnudzan, dan membiasakan sikap husnudzan.

Pengertian Husnudzan

Secara Bahasa husnudzan ( حسن الظّن ) berasal dari dua kata yaitu “حُسْنُ” (baik) dan “الظَّن” (sangka), dengan demikian kata tersebut memiliki arti berbaik sangka. Secara istilah husnudzan adalah berbaik sangka terhadap segala ketentuan dan ketetapan Allah yang diberikan kepada manusia.

Berprasangka baik sebagai sikap dan Tindakan yang benar. Sebab semua manusia tidak akan menjadi baik kecuali dengan mengingat rahmat, ampunan, tobat, dan kesabaran Allah. Karena sikap Allah yang demikian baik maka mereka pun mendekatkan diri kepada-Nya, dan berusaha keras untuk melakukan kebaikan.

Dalam sebuah hadis dinyatakan: "Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku, maka berprasangkalah ia kepada-Ku sesukanya.". seorang penulis mengatakan, "Berharap adalah modal untuk membangun kesadaran dan akan membantu orang untuk bersabar. Adapun alasan untuk berharap ataupun untuk membangun kesadaran adalah berbaik sangka kepada-Nya. Karena berbaik sangka kepada Allah sebagai kunci bagi setiap manusia untuk meminimalkan kegagalan, bahkan berujung pada keberhasilan.

Sebagai contoh seorang hamba yang selalu menaruh harap kepada Allah dan menanti pertolongan dari-Nya, jalan kemudahan akan datang bila telah berusaha dengan maksimal, setelah tak tahu arah lagi kemanakah selanjutnya ia akan mengarahkan langkah-langkahNya dan tidak tahu bagaimana mengakhiri tekanan dan ujian terhadapnya. Hal itu semua akan mendorong bagi dirinya untuk mengarahkan harapannya hanya kepada Allah.

Kriteria Husnudzan

Diantara bacaan yang diajarkan Nabi saw. kepada kita ialah tasbih, yaitu ucapan "Subhanallah" (Maha Suci Allah). Maksudnya ialah, antara lain,bahwa Allah Maha Suci atau Maha Bebas dari setiap pikiran manusia yang negatif mengenai Dia. 

Misalnya, dalam Al-Qur'an, dilukiskan bahwa orang-orang yang mempunyai ilmu yang dalam (ulu al-albab) selalu ingat kepada Allah setiap saat (ketika berdiri, duduk, maupun berbaring) dan sekaligus memperhatikan serta merenungkan kejadian alam raya. Karena perhatian dan renungannya yang mendalam itu, orang tersebut sampai kepada seruan kesimpulan: "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan alam raya ini secara sia-sia (bathil), Maha Suci Engkau! Maka hindarkanlah kami dari siksa neraka."

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ١٩١

191.  (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka. (Q.S. Ali Imran:191)

Seseorang yang mempunyai ilmu yang dalam (ulu al-albab) itu memahasucikan Allah dari kemungkinan menciptakan ala mini sia-sia. Dan apabila ada orang yang mengatakan bahwa Allah menciptakan ala mini sia-sia, tanpa makna, adalah pikiran negative tentang Tuhan, maka ucapan “Maha Suci Engkau” adalah juga berarti me-Mahasucikan Allah dari setiap gambaran atau pikiran negative tentang dia.

Implikasinya ialah, bahwa justru seorang mukmin dengan ucapan Subhanallah itu, berusaha membebaskan dirinya dari setiap pikiran negatif tentang Tuhan.

Oleh karena itu, rantai untaian kalimat tasbih ialah tahmid, yaitu bacaan alhamdulillah (segala puji bagi Allah). Bacaan ini mengandung makna penegasan setiap mu'min jangan sampai berpikir negatif tentang Tuhan. Bahkan, sebaiknya harus selalu berpikir positif tentang Dia. 

Dengan memuji syukur kepada Allah atas segala sesuatu yang telah dianugerahkan pada manusia, akan mendidiknya untuk selalu mempunyai pandangan yang penuh apresiasi dan rasa optimis kepada Allah atas segala takdir-Nya. 

Dengan memahami dan meresapkan makna tasbih, kemudian diiringi dan digandeng dengan tahmid, maka akan dapat menanamkan dalam jiwa sikap yang positif, optimis, dan penuh harapan kepada Allah bagi masa depan.

Ucapan tasbih dan tahmid adalah dapat menjadi sumber kekuatan rohani dalam menghadapi hidup ini. Dengan pandangan yang positif dan optimis kepada Allah, seorang mu'min memperoleh sumber energi dan kegairahan hidup ini pada akhirnya akan membuat lebih mampu mengatasi problema kehidupan. Karena itu, iman kepada Allah membuat seseorang akan menjadi tabah, dan tidak mudah patah semangat dalam perjalanan hidup ini.

Maka tasbih dan tahmid itu berlangsung dikaitkan pula dengan takbir, yaitu ucapan Allah Akbar (Allah Maha Besar). Dengan ucapan itu, sebagaimana sudah banyak dipahami orang, akan menanamkan tekad untuk mengarungi lautan hidup ini. 

Seolah-olah hendak menyatakan: semua halangan, betapapun besarnya, dapat diatasi dengan hidayah dan inayah Allah Yang Maha Besar (sebab yang lainnya kecil)! Inilah antara lain makna janji Allah :

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ ٢

Artinya : Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya (Q.S. At Talaq:2)

Nilai Positif Husnudzan

Sifat husnudzan akan melahirkan keyakinan bahwa segala kenikmatan dan kebaikan yang diterima manusia adalah berasal dari Allah. Sedangkan keburukan yang menimpa manusia disebabkan karena dosa dan kemaksiatan manusia itu sendiri. 

Tidak seorang pun bisa lari dan menghindar dari takdir yang telah ditetapkan Allah. Tidak ada yang terjadi di dalam kerajaan alam semesta ini melainkan apa yang Dia kehendaki, dan Allah swt. tidak meridhai kekufuran untuk hamba-Nya. 

Allah swt. telah menganugerahkan kepada manusia kemampuan untuk memilih dan berikhtiar, maka segala perbuatannya yang terjadi adalah atas pilihan dan kemampuannya, yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt.

Manusia tidak akan sampai pada sesuatu yang bisa membuat hatinya tenang secara hakiki kecuali jika ia mau mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya dan meninggalkan segala bentuk larangannya secara totalitas, di samping itu juga ia harus mampu melakukan tindakan prefentif terhadap pembahasan yang mendalam tentang masalah yang meragukan imannya, seperti membicarakan tentang dzat Tuhan. 

Ketenangan hati akan dapat dicapai, manakala kita mau menjadikan perintah-perintah syariat sebagai petunjuk untuk menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah swt. serta ridha terhadap sesuatu yang tidak dipahaminya. Ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dari sikap husnudzan antara lain :

  1. Melahirkan kesadaran bagi manusia, bahwa segala sesuatu di alam semesta ini berjalan sesuai dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan dengan pasti oleh Allah. Oleh sebab manusia harus mempelajari, meneliti, merenungkan, memahami, dan mematuhi ketetapan harus Allah, supaya dapat mencapai keberhasilan baik di dunia maupun di akhirat nanti.
  2. Mendorong manusia untuk beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan mengikuti hukum sebab akibat [sunatullah] yang berlaku dan ditetapkan Allah.
  3. Mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah yang kekuasaan-Nya bersifat mutlak dan kehendak yang mutlak juga, di samping memiliki kebijaksanaan, keadilan, dan kasih sayang kepada makhluk-Nya.
  4. Menumbuhkan sikap tawakkal dalam diri manusia, karena menyadari bahwa manusia hanya bisa berusaha dan berdoa sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah sebagai Dzat yang menciptakan dan mengatur kehidupan manusia.
  5. Sikap husnudzan membuat jiwa menjadi tenang dan tentram, karena meyakini apapun yang terjadi adalah atas kehendak Allah. Di saat memperoleh kebahagiaan dan nikmat dia segera bersyukur kepada Allah. dan tidak memiliki kesombongan karena semuanya itu diperoleh atas izin Allah. Di saat mendapat musibah dan kerugian akan bersabar karena meyakini semuanya itu karena kesalahannya sendiri dan karena cobaan dan ujian dari Allah yang kelak akan mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan.

Membina Sikap Husnudzan

Dalam realita kehidupan, cukup banyak manusia yang justru mempunyai pikiran dan keinginan yang berbeda dengan tuntunan yang benar. Keinginan manusia yang berbeda atau bertolak belakang dengan kehendak Allah. 

Manusia cenderung mengikuti hawa nafsunya dan sering tanpa ia sadari muncul pikiran dan tingkah laku yang dirasakan benar namun justru tidak dibenarkan dalam agama. Sebagai contoh ia mengeluh kepada Allah dengan ucapan ya Allah mengapa saya sudah rajin shalat, tetapi rezki yang kami harapkan tidak juga kau tunjukkan, sikap semacam ini akan melahirkan sikap su'udzan kepada Allah. 

Karena itu apabila tidak segera dicarikan jalan keluar dengan cara merubah keinginan manusia untuk disesuaikan dengan kehendak Allah, maka akan melahirkan malapetaka dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Manusia harus berhusnudzan bahwa Allah hanya memberikan apa terbaik bagi hamba-Nya. Jangan mencari jalan lain yang hanya memuaskan sesaat, tetapi melupakan kebenaran yang akan membawa keselamatan.

Segaka sesuatu yang berasal dari Allah pasti baik, sekalipun pada saat itu manusia dapat mengambil kebaikan yang ada di dalamnya. Tetapi setelah itu niscaya manusia akan dapat mengetahui dan merasakan hikmah suatu kejadian.

Setiap manusia perlu menyadari, bahwa tidak semua yang dianggap baik oleh manusia,  belum tentu baik di hadapan Allah. Manusia tertalu banyak memiliki keterbatasan termasuk dalam menilai, memilih, dan menetapkan sesuatu pilihan yang tidak dipikirkan secara mendalam.

Contoh bagaimana sikap sebagian orang beriman terhadap perintah shalat. Secara umum manusia menganggap shalat adalah kewajiban yang cenderung sebagai beban bagi orang yang beriman dan bukan sebagai kebutuhan. 

Sehingga banyak di antara mereka yang menunaikan shalat sekedar menggugurkan kewajiban, itupun terasa berat, apalagi harus mengerjakan lima kali sehari semalam, belum lagi ditambah salat-salat sunah yang disyariatkan. 

Dan sedikit orang yang berkeyakinan bahwa; ibadah shalat selain sebagai kewajiban, kebutuhan juga sebagai peluang atau "hadiah" yang diberikan oleh Allah kepada orang beriman untuk berkomunikasi langsung dalam posisi yang sangat dekat. 

Dalam shalat itu, manusia mengajukan berbagai do'a dan permohonan kepada Allah swt. Jadi, shalat adalah untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia, bukan untuk kepentingan Allah swt. manusia yang membutuhkannya bukan Tuhan yang butuh manusia.

Hendaklah direnungkan secara sungguh-sungguh bahwa semua hukum dan kewajiban yang diberikan Allah kepada orang beriman adalah untuk kepentingan manusia itu sendiri, bukan untuk kepentingan Tuhan. Taat dan berserah dirilah hanya kepada Allah, dan berhusnudz-dzan kepada-Nya, gantungkan diri dan tundukkan diri hanya kepada Allah, niscaya Dia akan menolong dan membimbing hamba-Nya ke jalan yang benar.