Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sumber-Sumber Hukum Islam Menurut Paham Ahlussunnah Waljamaah

Daftar Isi [Tampilkan]

Sumber Hukum Islam Menurut Ahlussunnah Waljamaah

Menurut paham Ahlussunnah Waljamaah, Islam memiliki 4 sumber hukum yang telah disepakati oleh para Ulama, sumber hukum tersebut ialah Alquran, Alhadis, Ijmak, dan Qiyas.
Sumber-Sumber Hukum Islam Menurut Paham Ahlussunnah Waljamaah

1. Al-Qur’an

Menurut bahasa Alquran berasal dari kata qaraa artibya bacaan atau yang dibaca, sedangkan menurut istilah pengertian Alquran adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril yang diriwayatkan secara mutawatir, sebagai pedoman umat manusia di dunia dan membacanya termasuk ibadah.
Firman Allah :
إِنَّآ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِتَحۡكُمَ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ بِمَآ أَرَٮٰكَ ٱللَّهُ‌ۚ وَلَا تَكُن لِّلۡخَآٮِٕنِينَ خَصِيمً۬ا (١٠٥)
Artinya : Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang [orang yang tidak bersalah], karena [membela] orang-orang yang khianat (QS. An-Nisa : 105)

Kedudukan Alquran sebagai sumber hukum Islam, bahwa Alquran adalah sumber utama dalam hukum agama Islam, sedangkan sumber-sumber lain pada hakikatnya merupakan penjabaran dari Alquran. Alquran sebagai sumber pokok, di dalamnya hanya memuat atau menerangkan ajaran-ajaran yang bersifat umum, dan hanya dasar-dasarnya saja, kecuali hal-hal yang bersifat ghaib dan hakiki.

Adapun pokok-pokok hukum yang ada dalam Alquran secara garis besar mencakup :
  1. Hukum yang bersifat keyakinan (Al ahkam al I‘tiqodiyah), contohnya : kewajiban kita untuk meyakini sifat-sifat Allah sebagaimana yang terdapat dalam Alquran.
  2. Hukum yang bersifat tingkah laku (Al ahkam al khuluqiyah), contohnya : kewajiban kita untuk berbuat baik seperti sabar, ikhlas, patuh kepada orang tua dll.
  3. Hukum yang bersifat amaliyah (Al ahkam al Amaliyah), contohnya : kewajiban kita untuk mendirikan salat, membayar zakat, haji dll.
Hukum-hukum yang terdapat dalam Alquran bersifat fleksibel (tidak kaku) artinya senantiasa memberikan kemudahan dan keringanan sehingga tidak memberatkan umatnya jika tidak mampu melaksanakan.

Contoh orang yang tidak mendapatkan air diperbolehkan tayamum, tercantum dalam surat Al Maidah ayat 6 :
...وَإِن كُنتُمۡ جُنُبً۬ا فَٱطَّهَّرُواْ‌ۚ وَإِن كُنتُم مَّرۡضَىٰٓ أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوۡ جَآءَ أَحَدٌ۬ مِّنكُم مِّنَ ٱلۡغَآٮِٕطِ أَوۡ لَـٰمَسۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمۡ تَجِدُواْ مَآءً۬ فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدً۬ا طَيِّبً۬ا فَٱمۡسَحُواْ بِوُجُوهِڪُمۡ وَأَيۡدِيكُم مِّنۡهُ‌ۚ ...
Artinya : ...jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air [kakus] atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik [bersih]; sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.... (QS. Al-Maidah : 6)

Contoh lain adalah diperbolehkannya seseorang tidak puasa di bulan ramadhan jika sakit atau sedang dalam perjalanan, tetapi harus digantikan dengan puasa  di hari yang lain, ini tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 184 :
أَيَّامً۬ا مَّعۡدُودَٲتٍ۬‌ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ فَعِدَّةٌ۬ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَ‌ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُ ۥ فِدۡيَةٌ۬ طَعَامُ مِسۡكِينٍ۬‌ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرً۬ا فَهُوَ خَيۡرٌ۬ لَّهُ ۥ‌ۚ وَأَن تَصُومُواْ خَيۡرٌ۬ لَّڪُمۡ‌ۖ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ (١٨٤)
Artinya : [yaitu] dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan [lalu ia berbuka], maka [wajiblah baginya berpuasa] sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari- hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya [jika mereka tidak berpuasa] membayar fidyah, [yaitu]: memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan [2], maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al Baqarah : 184)

Kedua ayat tersebut merupakan contoh rukhshah atau keringanan dalam Alquran, dan masih banyak lagi ayat-ayat mengenai ketidakkakuan Alquran sebagai sumber hukum.

2. Hadis atau Sunnah

Hadis menurut bahasa artinya baru atau pembicaraan, kata lain dari hadis adalah Sunnah yang menurut bahasa artinya jalan. Sedangkan menurut istilah pengertian Sunnah/Hadis adalah segala hal yang disandarkan kepada Nabi Muhammad baik yang berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.

Kedudukan Hadis atau Sunnah adalah sebagai sumber kedua hukum agama Islam setelah Alquran. Seperti dijelaskan dalam hadis Nabi yang artinya :

“Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat jika berpegang kepada keduanya, (yaitu) kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”.

Adapun fungsi hadis atau sunnah terhadap Al-Quran adalah :
  1. Sebagai penjelas terhadap ayat-ayat Alquran yang masih bersifat umun. Misalnya tentang perintah sholat, puasa, zakat, haji dll, yang tidak disebutkan tata caranya dalam Alquran maka dijabarkan melalui hadis dan sunnah.
  2. Sebagai pemberi batasan. Kadang terdapat ayat yang tidak memberi batasan dalam suatu masalah, misalnya Alquran tidak menyebutkan batasan hukum potong tangan, maka hadis memberi batasan bahwa hukum potong tangan hanya sampai pergelangan tangan.
  3. Menambah ketetapan hukum yang tidak ada dalam Alquran. Misalnya dalam hadis yang disebutkan tentang hukum haram memakai emas bagi laki-laki dan halal bagi perempuan. Hukum seperti itu tidak ada dalam Alquran.
Pengertian sunnah dalam hal sumber hukum Islam berbeda dengan pengertian sunnah dalam konteks hukum Islam (al ahkamu al khamsah). Dalam konteks hukum Islam, Sunnah adalah suatu amal perbuatan yang jika dilaksanakan mendapat pahala dari Allah dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Maka memahami sunnah tergantung dalam konteks apa.

3. Ijmak

Menurut bahasa ijmak berarti kesepakatan (konsensus), sedangkan menurut istilah pengertian ijmak adalah kesepakatan para ulama tentang suatu perkara setelah wafatnya Rasulullah SAW.

Kedudukan ijmak dalam sumber hukum Islam merupakan sumber ketiga setelah Alquran dan Sunnah, artinya suatu perkara yang belum ada ketetapan hukum atau nashnya dalam Alquran dan hadis, maka ditetapkan berdasar kesepakatan para ulama dengan tetap tidak meninggalkan acuan dasar yang terdapat dalam Alquran maupun hadis.

Ada banyak kasus yang keputusan hukumnya didasarkan kepada ijmak, misalnya : pengangkatan Abu Bakar Siddiq sebagai kholifah, pembukuan Alquran, pembukuan hadis dan lain sebagainya.

Semua itu ketetapan hukumnya tidak ada dalam Alquran maupun hadis, tidak ada ayat Alquran maupun hadis yang menyatakan bahwa pengganti Rasulullah dalam memimpin negara adalah Abu Bakar Siddiq, demikian juga di dalam Alquran maupun hadis tidak ada yang menyatakan bahwa Alquran itu perlu dibukukan. Maka semua perkara tersebut dilakukan berdasarkan ijmak.

4. Qiyas

Qiyas menurut bahasa artinya ukuran atau analogi (persamaan). Sedangkan menurut istilah pengertian qiyas adalah menyamakan suatu perkara yang belum ada dalil pastinya (dalil qathi) yang menyatakan ketetapan hukumnya dengan suatu perkara yang sudah ada dalil qathi-nya karena ada persamaan illat.

Rukun qiyas ada empat, yaitu :
  1. Al ashlu (asal), yaitu sesuatu yang ada nash hukumnya dalam Alquran maupun hadis
  2. Al faru (cabang), yaitu sesuatu yang tidak ada nash hukumnya baik dalam Alquran maupun hadis
  3. Hukum ashli (hukum asal) yaitu hukum syariat dari nash Alquran maupun hadis yang pada akhirnya akan menjadi hukum suatu perkara yang belum ada nashnya.
  4. Illat yaitu sesuatu yang menjadi faktor persamaan antara al ashlu dengan al faru.

Contoh Penetapan Hukum dengan Qiyas

Narkotika hukumnya haram meskipun tidak ada nash-nya dalam ayat Alquran maupun hadis, tetapi penetapan haramnya narkoba diqiyaskan dengan khamr yang hukumnya haram, berdasar firman Allah :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَـٰمُ رِجۡسٌ۬ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَـٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ (٩٠)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya [meminum] khamar, berjudi, [berkorban untuk] berhala, mengundi nasib dengan panah [1], adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al Maidah : 90)

Dalam hadis nabi juga disebutkan yang artinya : “Setiap yang memabukkan adalah khamr sedangkan setiap khamr adalah haram.

Dengan demikian urutan atau rukun qiyas dari penetapan hukum diharamkannya narkotika adalah :
  1. Yang menjadi asal (Al ashlu) adalah khamr
  2. Yang menjadi cabang (Al Far’u) adalah narkotika
  3. Yang menjadi hukum asal (hukum ashli) adalah haram berdasar nash alquran dan hadis
  4. Yang menjadi illat keduanya sama-sama memabukkan. Maka faktor diharamkannya narkotika karena memabukkan.
Demikian pembahasan mengenai sumber-sumber hukum Islam menurut Ahlussunnah Waljamaah, sumber hukumnya terdiri dari Alquran, Hadis, Ijmak dan Qiyas. Semoga pembahasan berikut dapat bermanfaat. Terimakasih.