Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Makalah tentang Kaidah Penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan

Daftar Isi [Tampilkan]

KAIDAH PENGGUNAAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

      Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran, dan bagaimana menghubungkan serta memisahkan lambang-lambang. Secara teknis, ejaan adalah aturan penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan penulisan tanda baca.

       Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia, ejaan Republik atau ejaan Soewandi, yang berlaku sejak tahun 1927. Tepatnya pada 16 agustus 1972, telah ditetapkan dan diberlakukan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Apabila pedoman ini dipelajari dan ditaati maka tidak akan terjadi kesalahan pengejaan kata.

       Pembentukan kata biasa disebut dengan morfologi. Hingga kini telah banyak dibicarakan berbagai bentuk kata dalam bahasa Indonesia beserta pengertian-pengertian yang diwakilinya. Dengan kata lain telah diberikan tinjauan tentang cirri bentuk kata beserta tugasnya dalam pemakaian bahasa. Pengetahuan tentang cirri-ciri penting sekali, karena bahasa sesungguhnya tidak lain dari pada tanda bunyi bebas yang selalu terikat pada suatu sistem, diketahui oleh masyarakat bahasa berdasarkan perjanjian. Jadi pada hakikatnya bahasa adalah bunyi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

  1. Bagaimana pemakaian huruf-huruf ?
  2. Bagaimana pemakaian huruf kapital dan huruf miring ?
  3. Bagaimana penulisan kata ?
  4. Bagaimana pemakaian angka dan bilangan ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

  1. Dapat menjelaskan sejarah EYD
  2. Dapat menjelaskan pemakaian huruf-huruf
  3. Dapat menjelaskan pemakaian huruf kapital dan huruf miring.
  4. Dapat menjelaskan penulisan kata.
  5. Dapat menjelaskan pemakaian angka dan bilangan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

       Sebelum Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan No.062/67, tanggal 19 September1967.

       Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia, Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan KebudayaanIndonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu “Rumi” dalam istilah bahasa Melayu Malaysia dan Bahasa Indonesia.

      Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966.

      Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret1947.Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dan “Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.

a).Revisi 1987

Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan “PedomanUmum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.

b).Revisi 2009

Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

2.2    PEMAKAIAN HURUF-HURUF

a).Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut :A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L,M,N,O,P,Q,R,S,T,U,V,W,X,Y,Z.

b).Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.

c).Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf :b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z.

d).Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.

e).Gabungan Huruf Konsonan

Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan konsonan yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.

2.3 PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING

1.Huruf Kapital Atau Huruf Besar

      Pemakaian huruf yang lazim dalam bahasa Indonesia adalah huruf kapital atau huruf besar dan huruf miring, sedangka huruf tebal tidak pernah diatur dalam pedoman EYD. Uraian secara rinci tentang penulisan huruf kapital akan dijelaskan sebagai berikut :
  1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
  2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
  3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, nama Nabi/Rasul, dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
  4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan yang diikuti nama orang.
  5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
  6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang.
  7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
  8. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
  9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
  10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
  11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

l)    Huruf kapital

Dipakai sebagai huruf pertama semua kata termasuk semua unsur kata ulang sempurna di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan udul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
  • Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
  • Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti.

2.Huruf Miring

Huruf Miring adalah huruf yang tercetak miring dalam terminologi tipografi disebut italic. Berikut ini adalah uraian rincian penggunaan huruf miring :
  1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
  2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
  3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
  4. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata ilmiah dan nama latin dalam kalimat
  5. Huruf miring digunakan untuk memberi perbedaan atau penanda dalam kalimat
  6. Huruf miring digunakan untuk menuliskan alamat website atau sebuah link di dalam kalimat
  7. Huruf miring digunakan untuk menulis kalimat yang dikutip dari buku, majalah atau pernyataan orang lain
  8. Huruf miring digunakan untuk penulisan film

2.4 PENULISAN KATA

1. Kata Dasar

Kata dasar adalah kata yang menjadi dasar awal pembentukan kata yang lebih besar

Misalnya:
  1. Buku itu sangat menarik.
  2. Ibu sangat mengharapkan keberhasilanmu.
  3. Kantor pajak penuh sesak.
  4. Dia bertemu dengan kawannya di kantor pos.

2. Kata Turunan

Kata turunan adalah kata dasar yang mendapat imbuhan , baik berupa awalan, sisipan atau akhiran, maupun gabungan kata.

a)    Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.

       Misalnya:

      1)    Berjalan
      2)    Dipermainkan

b)    Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang bukan bahasa Indonesia

      Misalnya:
      1)    mem-PHK-kan
      2)    di-PTUN-kan
      3)    di-upgrade
      4)    me-recall

c)    Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 5.)

    Misalnya:
      1)    bertepuk tangan
      2)    garis bawahi
      3)    menganak sungai

d)    Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung,Bab III, Huruf E, Butir 5.)

    Misalnya :
       1)    dilipatgandakan
       2)    menggarisbawahi
       3)    menyebarluaskan

e)    Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu    ditulis serangkai.

   Misalnya:
  1.    Adipati dwiwarna paripurna
  2.    Aerodinamika ekawarna poligami
  3.    Antarkota ekstrakurikuler pramuniaga
  4.    Antibiotik infrastruktur prasangka
  5.    Anumerta inkonvensional purnawirawan
f)    Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf kapital, tanda hubung (-) digunakan di antara kedua unsur itu.

Misalnya:
        1)    non-Indonesia
        2)    pan-Afrikanisme
        3)    pro-Barat

g)    Jika kata maha sebagai unsur gabungan merujuk kepada Tuhan yang diikuti oeh kata berimbuhan, gabungan itu ditulis terpisah dan unsur unsurnya dimulai dengan huruf kapital.

        Misalnya:
  1. Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
  2. Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengampun.
h)    Jika kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk kepada Tuhan dan diikuti oleh kata dasar, kecuali kata esa, gabungan itu ditulis serangkai.

        Misalnya:
  1. Tuhan Yang Maha kuasa menentukan arah hidup kita.
  2. Mudah mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
i)    Bentuk bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti, dapat digunakan sebagai bentuk dasar.

        Misalnya:
  1. Sikap masyarakat yang pro lebih banyak daripada yang kontra.
  2. Mereka memperlihatkan sikap anti terhadap kejahatan.
j)    Kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk berimbuhan.

        Misalnya:
        1)    Tak tembus cahaya
        2)    Tak bersuara
        3)    Tak terpisahkan

2.5 Angka dan Bilangan

      Dalam dunia matematika ada hal yang selalu kita temukan, yaitu angka dan bilangan. Dalam penggunaan sehari-harinya angka dan bilangan dianggap dua hal yang sama. Namun kenyataannya, kedua hal tersebut adalah dua entitas yang berbeda, yang memiliki pengertian, fungsi dan penggunaan yang berbeda.

      Angka adalah tanda atau lambang untuk menyatakan suatu bilangan. Sedangkan bilangan adalah suatu unsur matematika yang digunakan untuk melakukan pengukuran dan pencacahan.

       Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.

            Angka Arab     : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9

            Angka Romawi     : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000), V (5.000), M (1.000.000)

Berikut ini pemakaian angka dan bilangan :

1.    Bilangan dalam  teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan.

            Misalnya
  1. Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
  2. Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
  3. Di antara 72 anggota yang hadir 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang tidak   memberikan suara.
  4. Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 minibus, dan 250 sedan.
2.    Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat.

            Misalnya :
  1. Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
  2. Panitia mengundang 250 orang peserta. Bukan 250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
3.    Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.

            Misalnya:
  1. Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
  2. Dia mendapatkan bantuan Rp250 juta rupiah untuk mengembangkan usahanya.
  3. Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.
4.    Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.

            Misalnya:
  1. 0,5 sentimeter tahun 1928
  2. 5 kilogram    17 Agustus 1945
  3. 4 meter persegi 1 jam 20 menit
  4. 10 liter pukul 15.00
  5. Rp5.000,00 10 persen
5.    Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar.
            Misalnya:
       a.    Jalan Tanah Abang I No. 15
       b.    Jalan Wijaya No. 14
       c.    Apartemen No. 5
       d.    Hotel Mahameru, Kamar 169

6.    Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.

            Misalnya:
       a.    Bab X, Pasal 5, halaman 252
       b.    Surah Yasin: 9
       c.    Markus 2: 3

7.    Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
       7.1 Bilangan utuh
                 Misalnya:
              a.    dua belas (12)
              b.    tiga puluh (30)
              c.    lima ribu (5000)

       7.2 Bilangan pecahan
                 Misalnya:
              a.    setengah (1/2)
              b.    seperenam belas (1/16)
              c.    tiga perempat (3/4)
              d.     satu persen (1%)
              e.     satu permil (1‰)

                Catatan:
           1)    Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik, spasi digunakan di antara bilangan   utuh dan bilangan pecahan.
          2)    Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang bilangan dengan huruf yang dapat menimbulkan salah pengertian.
             Misalnya:
            20 2/3    (dua puluh dua-pertiga)
            22/30    (dua-puluh-dua pertiga puluh)
            20 15/17    (dua puluh lima-belas pertujuh belas)
            150 2/3    (seratus lima puluh dua-pertiga)
            152/3    (seratus-lima-puluh-dua pertiga)

8.    Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.

            Misalnya:
            a.    pada awal abad XX (angka Romawi kapital) dalam kehidupan pada abad ke-20 ini (huruf dan angka Arab pada awal abad kedua puluh (huruf)

            b.    kantor di tingkat II gedung itu (angka Romawi) di tingkat ke-2 gedung itu (huruf dan angka Arab) di tingkat kedua gedung itu (huruf)

9.  Penulisan bilangan yang mendapat akhiran an mengikuti cara berikut.

            Misalnya
  1. Lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)
  2. Tahun 1950-an (tahun seribu sembilan ratus lima puluhan)
  3. Uang 5.000-an (uang lima-ribuan)
10. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks (kecuali di dalam   dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi).

            Misalnya
  1. Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
  2. Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
  3. Rumah itu dijual dengan harga Rp125.000.000,00.

Jenis-jenis Bilangan

1.    Bilangan Nol
    Bilangan nol adalah bilangan yang hanya terdiri dari bilangan nol, tanpa ada       bilangan lainnya
    Contoh : {0}

2.     Bilangan  Asli
    Bilangan asli terdiri dari bilangan positif yang dimulai dari bilangan 1 (satu) dan seterusnya.

    Contoh : {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, …, …, …, ….}

3.    Bilangan Bulat

    Bilangan bulat terdiri dari bilangan nol, bilangan bulat negatif, bilangan bulat positif.

    Contoh : {…., -5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5, ….}

4.     Bilangan Prima

    Bilangan prima terdiri dari bilangan yang tidak bisa dibagi oleh bilangan apapun selain bilangan   itu sendiri dan bilangan 1 (satu).

    Contoh : {2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 39, 43, ….}

5.    Bilangan Cacah

    Bilangan cacah terdiri dari bilangan nol dan bilangan yang bernilai positif.

    Contoh : {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, ….}

6.    Bilangan Pecahan

    Bilangan pecahan terdiri dari bilangan yang dinyatakan atau ditulis dengan bentuk a/b, dimana a dan b adalah bilangan bulat, sedangkan b≠0. Bilangan a disebut pembilang dan bilangan b disebut penyebut.

    Contoh : {½, ¼, ⅓, ⅔, ⅛, ⅝, ….}

7.    Bilangan Rasional

    Bilangan rasional terdiri dari bilangan bulat yang dinyatakan dalam bentuk pecahan a/b, dan b≠0.

    Contoh : {½, ¼, ….}

8.    Bilangan Irrasional

    Bilangan irrasional terdiri dari bilangan yang bukan termasuk kedalam bilangan rasional atau bilangan yang tidak bisa dinyatakan dalam bentuk pecahan.

    Contoh : {√2, √3, √5, √7, ….}

9.     Bilangan Real

    Bilangan real terdiri dari gabungan bilangan rasional dan irrasional.

    Contoh : {½, ¼, √2, √3, √5, √7, ….}

10.    Bilangan Positif

    Bilangan positif terdiri dari bilangan yang bernilai positif selain bilangan nol.

    Contoh : {2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, ½, ¼, ….}

11.    Bilangan Negatif

    Bilangan negatif terdiri dari bilangan selain nol yang bernilai negatif.

    Contoh : {-5, -4, -3, -2, -1, -8, -12, -16, ….}

12.    Bilangan Ganjil

    Bilangan ganjil terdiri dari bilangan bulat yang tidak habis jika dibagi dengan angka 2, atau dapat dinyatakan dengan rumus 2n-1.

    Contoh : {-9, -7, -5, -3, -1, 1, 3, 5, 7, 9, ….}

13.    Bilangan Genap

    Bilangan genap terdiri dari bilangan bulat yang habis jika dibagi dengan angka 2.

    Contoh : {-8, -6, -4, -2, 2, 4, 6, 8, 10, 12, ….}

14.    Bilangan Komposit

    Bilangan komposit terdiri dari bilangan yang tidak termasuk kedalam bilangan prima dan bilangan asli yang nilainya lebih besar dari 1 (satu).

    Contoh : {2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, ….}

15.      Bilangan  Riil

    Bilangan riil terdiri dari bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk desimal (berkoma).

    Contoh : {½, ¼, √3, √5, √7, log 10, ….}

16.    Bilangan Imajiner

    Bilangan imajiner terdiri dari bilangan yang dituliskan dengan satuan imajiner (i) yang merupakan lambang bilangan baru.

    Contoh : {i, 2i, 3i, 4i, 5i, 6i, 7i, 8i, 9i, ….}

17.    Bilangan Kompleks

    Bilangan kompleks terdiri dari bilangan yang dapat dinyatakan dengan  rumus (a+bi), dimana a adalah bilangan riil sedangkan bi adalah bilangan imajiner.

    Contoh : {2-3i, 3-4i, 4-5i, 5-6i, ….}

18.     Bilangan Romawi

    Bilangan romawi merupakan sistem bilangan yang berasal dari bangsa romawi kuno, yang penulisannya menggunakan huruf latin untuk menyatakan angka.

    Contoh : {I=1, II=2, III=3, IV=4, V=5, VI=6, VII=7, VIII=8, IX=9, X=10, …}

19.    Bilangan Kuadrat

    Bilangan kuadrat terdiri dari bilangan-bilangan yang merupakan hasil perkalian suatu bilangan dengan bilangan itu sendiri sebanyak 2 kali, dimana bilangan kuadrat ini disimbolkan dengan angka 2.

    Contoh : {22, 32, 42, 52, 62, 72, 82, 92, 102, ….}

BAB III PENUTUP

SIMPULAN

1.    Pemakaian huruf-huruf
  1. Huruf Abjad
  2. Huruf  Vokal
  3. Huruf Konsonan
  4. Huruf Diftong
  5. Gabungan Huruf Konsonan
2.    Pemakaian Huruf  Kapital dan Miring
  1. Huruf  Kapital atau besar dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat
  2. Huruf Kapital dipakai sebagai huruf pertama pada petikan/kutipan langsung
  3. Huruf Kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang
  4. Huruf Miring dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan
  5. Huruf Miring dipakai untuk menuliskan kata ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya
3.    Penulisan Kata
  1. Kata Dasar
  2. Kata Berimbuhan
  3. Bentuk Ulang
  4. Gabungan Kat
  5. Pemenggalan Kata
  6. Kata Depan
  7. Kata Sandang
4.    Pemakaian Angka dan Bilangan
  1. Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagaian supaya lebih mudah dibaca
  2. Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
  3. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci
  4. Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf
  5. Jika bilangan dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan ditulis dengan angka

SARAN

      Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan dapat dipertanggung jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA


Sugihastuti, 2000, Bahasa Laporan Penelitian. Pustaka Pelajar,Yogyakarta

Ali, Hasan. Dkk. 2003, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi-2.   Balai Pustaka, Jakarta

Pamungkas, 1972, Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Giri Surya, Surabaya

Agustin, Risa, 1972, Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Post a Comment for "Makalah tentang Kaidah Penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan"